Tuntunan Manasik HAJI & UMROH

KEMENTERIAN AGAMA RI DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH 1441 H/2020 M

SAMBUTAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA 


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, saya menyambut baik atas terbitnya buku Paket Bimbingan Manasik Haji dan Umrah edisi 1441 H/2020 M yang akan digunakan sebagai panduan bagi jemaah haji Indonesia untuk melaksanakan ibadah haji.

Buku Paket Bimbingan Manasik Haji ini terdiri atas 3 (tiga ) buku, yaitu Tuntunan Mansik Haji dan Umrah, Doa dan Dzikir Manasik Haji dan Umrah, dan Ringkasan Doa Manasik Haji dan Umrah. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dan dapat digunakan oleh jemaah haji sesuai dengan kebutuhannya.

Buku ini diharapkan dapat membantu setiap jemaah haji meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya tentang ibadah haji serta menjadi tuntunan bagi setiap jemaah haji ketika akan berangkat ke tanah suci, tiba di bandara kedatangan Arab Saudi, di Makkah, Masyair dan Madinah serta ketika akan pulang kembali menuju tanah air.

Itu semua dalam upaya mengantarkan jemaah haji dapat melaksanakan ibadahnya sesuai dengan ketentuan syariah, memahami urutan pelaksanaan perjalanan ibadah haji dan menjadikan jemaah haji yang mandiri serta tidak bergantung kepada pihak lain.

Setiap tahun, Pemerintah Republik Indonesia memberangkatkan jemaah haji ke Tanah Suci dalam jumlah besar, bahkan terbesar diantara negara-negara pengirim jemaah haji di dunia. Profil jemaah haji Indonesia juga sangat beragam mulai dari latar belakang sosial budaya, pendidikan, usia, pengalaman termasuk tingkat pemahaman dan pengetahuan tentang manasik haji, sehingga dibutuhkan materi-materi manasik yang komprehensif, kontekstual, orisinil, mudah dipelajari dan dilaksanakan serta memberikan panduan solusi terhadap permasalahan-permasalahan haji yang sering terjadi.

Di samping itu, pendapat atau hukum manasik yang dipakai merujuk kepada sumber-sumber yang terpercaya dan pendekatannya mengedepankan sisi kemudahan dan moderasi beragama dan berpendapat. Sehingga hal tersebut dapat membantu dan memudahkan jemaah haji Indonesia yang umumnya didominasi jemaah haji risiko tinggi, lanjut usia dan perempuan dalam pelaksanaan ibadah hajinya, serta memberikan ruang buat para jemaah haji penyandang disabilitas.

Saya berharap, buku Paket Bimbingan Manasik Haji dan Umrah yang telah disempurnakan ini bermanfaat. Selamat menunaikan ibadah haji kepada seluruh jemaah haji Indonesia, semoga meraih predikat haji mabrur yang terwujud dalam perilaku kehidupan sehar-hari, yakni semakin mengalami peningkatan dan perbaikan dalam segala hal, ditandai dengan memiliki rasa kepedulian sosial yang tinggi dan membawa misi kedamaian bagi sesama umat manusia di muka bumi.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh




KATA PENGANTAR 


Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, salawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. 

Tahun 2020, Kementerian Agama RI telah mencanangkan sebagai Tahun Peningkatan Kualitas Manasik Haji. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merealisasikan target tersebut. Hal yang menjadi prioritas adalah bagaimana pelaksanaan ibadah haji dapat terlaksana dengan baik dan benar sesuai tuntunan yang diajarkan Rasulullah SAW. Selain itu, beberapa permasalahan yang selama ini menjadi titik lemah dalam pelaksanaan ibadah haji coba kita benahi. 

Setiap tahun, Kementerian Agama melakukan pencetakan dan pendistribusian buku Paket Bimbingan Manasik Haji dan Umrah. Hal ini dimaksudkan agar jemaah dapat membaca dan mempelajari buku tersebut untuk mendapat pengetahuan, informasi dan manasik terkait pelaksanaan ibadah haji. Harapannya jemaah haji dapat memahami dan membekali dirinya serta memiliki kemandirian dalam pelaksanaan ibadah hajinya. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah dimana dalam pasal 6 dinyatakan bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan ibadah haji adalah mewujudkan kemandirian dan ketahanan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. 

Pada buku Paket Manasik Haji dan Umrah tahun 2020 ini, Tim Penyempurnaan melakukan beberapa upaya perbaikan, penyempurnaan naskah dan referensi, pembahasan fikih dan manasik haji serta solusi permasalahan untuk jemaah haji risti, lansia, perempuan dan penyandang disabilitas. Di samping itu, tim juga melakukan update terkait kebijakan dan penambahan materi filosofi haji dan tempat-tempat bersejarah baik di Makkah maupun Madinah serta penyempurnaan terhadap tanya jawab permasalahan haji dengan berkaca kepada permasalahan yang muncul pada operasional haji tahun 2019 atau tahun-tahun sebelumnya. Undang

Pendekatan pembahasan manasik yang muncul dalam penyempurnaan buku Paket Manasik Haji dan Umrah kali ini adalah bagaimana jemaah diberikan pilihan-pilihan hukum serta argumentasi yang melatarbelakanginya. Dalam beberapa kasus, jemaah diarahkan untuk menempuh solusi hukum yang memberikan kemudahan dan moderasi sesuai dengan konteks dan kondisinya

Buku Paket Bimbingan Manasik Haji dan Umrah yang dicetak dan disitribusikan pada tahun 2020 terdiri dari :Tuntunan Manasik Haji dan Umrah; Doa dan Dzikir Manasik Haji dan Umrah, serta Ringkasan Doa Manasik Haji dan Umrah. Akhirnya kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyempurnaan dan penerbitan buku ini. Semoga Allah SWT mencatat dan membalas dalam timbangan amal kebaikan masing-masing

 


DAFTAR ISI

Sambutan Menteri Agama RI 

Kata Pengantar 

Daftar Isi

BAB I

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang

B.  Tujuan  

C. Sasaran 

D. Layanan Bimbingan Manasik   

E.  Abstraksi  


BAB II

PERJALANAN IBADAH HAJI DAN UMRAH   

A. Persiapan  

  1. Mental dan Fisik  
  2. Materi (Bekal) 
  3. Kiat Meraih Haji Mabrur 
  4. Bimbingan Manasik Haji 
  5. Pembinaan Kesehatan 
  6. Pengelompokan

B. Pemberangkatan

  1. Kegiatan Sebelum Berangkat 
  2. Selama Perjalanan dari Rumah Hingga Ke Asrama Haji Embarkasi 
  3. Di Asrama Haji Embarkasi 
  4. Berangkat Menuju Bandara Embarkasi 
  5. Di Bandara Embarkasi 
  6. Di Pesawat Terbang 
  7. Salat di Perjalanan 

C. Kedatangan di Bandar Udara Arab Saudi 

  1. Gelombang II di Bandara King Abdul Aziz Jeddah
  2. Gelombang I di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah

D. Di Hotel 

  1. Madinah
  2. Makkah

E. Di Arafah, Muzdalifah, Mina (Armuzna)

  1. Arafah 
  2. Muzdalifah 
  3. Mina

F. Kegiatan Setelah Armuzna

  1. Masa Tunggu di Makkah 
  2. Masa Tunggu di Madinah 
  3. Pemulangan ke Tanah Air Jemaah Haji Gelombang II
  4. Pemulangan ke Tanah Air Jemaah Haji Gelombang I

G. Kepulangan di Bandar Udara Arab Saudi 

H. Selama dalam Penerbangan ke Tanah Air  

I.  Tiba di Bandar Udara Debarkasi (Tanah Air)

J. Tiba di Asrama Haji Debarkasi

K. Tiba di Kampung Halaman 


BAB III

MANASIK HAJI DAN UMRAH 

A. Umrah

  1. Pengertian Umrah 
  2. Hukum Umrah 
  3. Waktu Mengerjakan Umrah 
  4. Syarat, Rukun, dan Wajib Umrah
  5. Tahallul Umrah 
  6. Hukum Umrah Sunah Berulangkali   

B. Haji

  1. Pengertian Haji 
  2. Hukum Haji 
  3. Waktu Mengerjakan Haji 
  4. Syarat, Rukun, dan Wajib Haji 
  5. Macam-Macam Pelaksanaan Haji

C. Miqat 

D. Ihram  

  1. Sunah-Sunah Ihram
  2. Pakaian Ihram 
  3. Larangan Ihram 
  4. Hal-Hal yang Diperbolehkan ketika Ihram  
  5. Ihram Isytirath
  6. Tabdilun Niyat atau Mengubah Niat  

E. Talbiyah 

  1. Pengertian Talbiyah
  2. Hukum Membaca Talbiyah
  3. Waktu Membaca Talbiyah
  4. Bacaan Talbiyah 

F. Tawaf 

  1. Pengertian
  2. Syarat Sah Tawaf 
  3. Sunah-Sunah Tawaf
  4. Macam-Macam Tawaf  
  5. Tawaf bagi Jemaah Udzur

G. Sa’I 

  1. Pengertian
  2. Hukum Sa’i
  3. Syarat Sa’i 
  4. Sunah Sa’i
  5. Sa’i bagi Jemaah Udzur
  6. Ketentuan Lain

H. Wukuf 

  1. Pengertian
  2. Ketentuan Pelaksanaan Wukuf
  3. Mabit 

J. Melontar Jamrah 

  1. Hukum Melontar 
  2. Tata Cara Melontar  
  3. Waktu Melontar 
  4. Mewakilkan Melontar

K. Bercukur atau Memotong Rambut  

L. Tahallul  

M. Dam  

N. Nafar

O. Kekhususan Haji Perempuan 

P.  Kekhususan Haji Jemaah Lansia,  Sakit dan Risiko Tinggi  

Q. Badal Haji 


BAB IV

PELAKSANAAN HAJI DAN UMRAH 

A.  Haji Tamattu’ 

B.  Haji Ifrad

C.  Haji Qiran 


BAB V

HIKMAH HAJI DAN UMRAH  

A. Hikmah Umrah

B.  Hikmah Haji

C.  Hikmah Mīqāt Zamānī dan Mīqāt Makānī 

D. Hikmah Mandi Sebelum Berihram 

E. Hikmah Memakai Pakaian Ihram  

F. Hikmah Membaca Talbiyah 

G. Hikmah Thawaf 

H. Hikmah Mencium Hajar Aswad  

I. Hikmah Minum Air Zamzam 

J. Hikmah Sa’i

K. Hikmah Berjalan Cepat (Ramal)

L. Hikmah Bercukur  

M. Hikmah Wukuf  

N. Hikmah Mabit di Muzdalifah 

O. Hikmah Mabit di Mina 

P. Hikmah Melepas Pakaian Ihram 

Q. Hikmah Melontar Jamrah  

R. Hikmah Nafar

S. Hikmah Dam 

T. Hikmah Menyembelih Hewan Qurban

U. Hikmah Thawaf Wada’ 

V. Hikmah Ziarah  


BAB VI

TEMPAT-TEMPAT ZIARAH DI TANAH SUCI 

A. Kota Madinah

  1. Keutamaan Madinatul Rasul 
  2. Masjid Nabawi 
    a. Sejarah Berdiri
    b. Raudhah
    c. Mihrab
    d. Makam Rasulullah SAW
    e. Makam Baqi al-Gharqad
  3. Masjid Quba 
  4. Jabal (Bukit) Uhud 
  5. Masjid Qiblatain 
  6. Khandaq/Masjid Khamsah 
  7. Masjid al-Ijabah 
  8. Masjid Jum’ah 
  9. Masjid Abi Dzarr al-Ghifari 
  10. Masjid Ghamamah
  11. Masjid Mīqāt

B. Kota Makkah

  1. Masjidi Haram  
  2. Ka’bah  
  3. Maulid Nabi  
  4. Gua Hira di Jabal Nur
  5. Gua s\ur di Jabal s\ur 
  6. Jabal Rahmah
  7. Masjid Jin
  8. Masjid Syajarah (Masjid Pohon) 
  9. Masjid Dzi Tuwa 
  10. Masjid Namirah 
  11. Masjid Ba’iah 
  12. Masjid al-Khaef
  13. Masjid Hudaibiyah 
  14. Masjid Tan’im 
  15. Masjid Ji’ranah
  16. Masjid Masy’aril Haram


BAB VII

TANYA JAWAB MANASIK HAJI DAN UMRAH

A. Pengertian Syarat, Rukun dan Wajib Haji 

B. Rukun, Wajib, dan Sunnah Umrah

C. Ihram dan Mīqāt 

D. Thawaf

E. Munajat di Multazam, shalat di belakang Maqam Ibrahim, dan shalat di Hijir Ismail

F. Sa’i 

G. Wukuf 

H. Mabit di Muzdalifah 

I. Melontar Jamrah 

J. Mabit di Mina dan Nafar 

K. Tah}allul 

L. Dam  

M. Badal Haji 

N. Haji Perempuan 

O. Pelaksanaan Ibadah Haji bagi Jemaah Haji yang Sakit/Udzur

P.  Shalat Berjamaah di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram Makkah 

Q. Akhlaqul Karimah Jemaah Haji 

R. Kategori Rafas\, Fusuq, dan Jidāl 

S. Haji Mabrur


BAB VIII 

P E N U T U P 

DAFTAR KITAB REFERENSI 

LAMPIRAN-LAMPIRAN

  1. Jadwal Pelaksanaan Ibadah Haji 
  2. Ringkasan Hukum Haji Menurut Empat Imam Mazhab
  3. Jenis Dam/Denda Menurut Jenis Pelanggaran Terhadap Larangan Ihram
  4. Hal Penting Terkait Kesehatan Jemaah Haji 
  5. Barang-Barang Terlarang Selama Dalam Penerbangan di Pesawat 
  6. Mata Uang Riyal Arab Saudi 
  7. Rute Perjalanan Dan Urutan Ritual Haji 
  8. Tim Penyempurna

BAB I - PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

  1. Bimbingan jemaah haji merupakan bagian dari pembinaan, pelayanan, dan perlin dungan terhadap jemaah haji yang menjadi salah satu tugas pemerintah sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyeleng garaan  Ibadah Haji dan Umrah.
  2. Keadaan jemaah haji yang sangat majemuk dalam pendidikan, usia, dan tingkat pemahaman terhadap ilmu manasik haji membutuhkan format buku yang praktis dan mencukupi sebagai standar dasar pembimbingan.

B.   Tujuan

  1. Menyediakan buku tuntunan manasik haji dan umrah secara lengkap untuk jemaah haji sebagai bekal dan pedoman bagi calon jemaah haji yang telah mendapatkan porsi keberangkatan di tahun berjalan dalam melaksanakan ibadah haji.
  2. Menuntun para pembimbing manasik haji dalam menyusun standar dan silabus bimbingan manasik haji.
  3. Membimbing jemaah haji dalam memahami manasik haji secara benar dan sempurna sehingga mereka mendapatkan haji mabrur.
  4. Menyediakan referensi dan bahan bacaan yang praktis tidak hanya untuk jemaah haji yang siap berangkat di tahun berjalan, tapi juga untuk pembimbing ibadah haji, akademisi, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan rujukan yang valid dan terverifikasi.

C.    Sasaran

  1. Tersedianya buku tuntunan manasik haji dan umrah secara lengkap sebagai bekal dan pedoman bagi setiap jemaah haji yang telah mendapatkan porsi keberangkatan di tahun berjalan dalam melaksanakan ibadah haji.
  2. Terarahnya para pembimbing manasik haji dalam menyusun standar dan silabus bimbingan manasik haji.
  3. Terbimbingnya jemaah haji dalam memahami manasik haji secara benar dan sempurna sehingga mereka memperoleh haji mabrur.
  4. Tersedianya referensi dan bahan bacaan yang praktis untuk semua jemaah haji, para pembimbing ibadah haji, akademisi, juga pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan rujukan yang valid dan terverifikasi.

D.   Layanan Bimbingan Manasik

  1. Selain menerima buku tuntunan manasik haji dan umrah sebagai pedoman dalam melaksanakan ibadah haji, jemaah haji juga mendapatkan layanan bimbingan manasik dengan mengikuti bimbingan manasik di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan dan Kemenag kabupaten/kota.
  2. Jemaah haji menerima bimbingan manasik dari Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) kloter yang menyertai jemaah haji sejak mereka berangkat sampai pulang.
  3. Di Tanah Suci juga terdapat pembimbing ibadah dan konsultan ibadah haji yang memberikan layanan visitasi (kunjungan), edukasi, konsultasi, bimbingan manasik dan peribadatan kepada jemaah haji.

E.    Abstraksi

Secara keseluruhan, buku ini berisi petunjuk manasik haji dan umrah meliputi: ketentuan hukum dan hikmah ibadah haji, tanya jawab manasik haji dan umrah, penjelasan be berapa tempat bersejarah di tanah suci, serta syiar-syiar per hajian.


BAB II - PERJALANAN IBADAH HAJI DAN UMRAH

A. Persiapan

1. Mental dan Fisik

Untuk mendapatkan bekal mental dan fisik yang cukup, sebelum berangkat ke tanah suci setiap jemaah haji dianjurkan untuk:

a. Memperbanyak istighfar, dzikir dan doa untuk bertaubat kepada Allah SWT dan memohon bimbingan dariNya;

b. Menyelesaikan semua masalah yang berkenaan dengan tanggung jawab pada keluarga, pekerjaan dan utang-piutang;

c. Menyambung silaturahim dengan sanak keluarga, kawan, dan masyarakat dengan memohon maaf dan doa restu;

d. Membiasakan pola hidup sehat agar mudah melakukan ibadah haji dan  umrah;

e. Mempelajari manasik atau tata cara ibadah haji dan umrah sesuai ketentuan hukum Islam.


Agar bekal yang dibawa jemaah haji penuh berkah dan ibadah hajinya mabrur, setiap jemaah haji hendaknya: 

a. Mempersiapkan bekal yang cukup untuk kebutuhan sela ma perjalanan dan bekal yang memadai untuk keluarga yang ditinggalkan;

b. Melaksanakan walima tussafar bagi yang mampu dengan niat mensyukuri nikmat Allah SWT dengan tetap menghin dari sikap sum’ah (mencari popularitas), riya (menonjolkan diri) dan mubahah (berbangga-bangga);

c. Menyiapkan dokumen lengkap meliputi bukti lembar setor lunas Bipih (biaya perjalanan ibadah haji), buku kesehatan dan kartu kesehatan, kartu BPJS, buku paspor dan lembar visa  haji;

d. Membawa kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) untuk keperluan transaksi keuangan, bagi yang  memiliki;

e.    Membawa lima stel pakaian, termasuk pakaian seragam batik nasional yang sudah ditetapkan sebagai identitas  nasional.

f.      Menyimpan dokumen yang tidak diperlukan di rumah, misalnya Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Izin Mengemudi (SIM), karena kedua dokumen ini tidak diperlukan selama jemaah haji berada di Tanah Suci;

Setiap jemaah haji dilarang :

a.     Memakai pakaian tran sparan, tipis, dan ketat hingga menampakkan lekuk tubuh bagi kaum  perempuan; 

b.    Membawa dan menyimpan barang bawaan yang tidak sesuai dengan ketentuan penerbangan;

c.     Memasukkan benda-benda tajam di dalam tas tenteng misalnya pisau, gunting, cutter, obeng, peniti, silet, senjata api dan bahan peledak, benda tumpul semisal tongkat pancing yang biasanya digunakan untuk mengibarkan bendara regu, benda yang memiliki kandungan gas, produk dari hewan seperti keju, susu segar dan daging segar, zat cair lebih dari 100 mililiter dan rokok  elektronik;

d.    Menyimpan uang di dalam tas koper karena besar kemungkinan akan hilang, termasuk material korosif, bahan peledak, gas bertekanan, cairan mudah terbakar, benda padat mudah terbakar, zat oksidasi, material radioaktif, bahan kimia/zat beracun, kendaraan kecil yang menggunakan baterai litium, pemantik dan korek api dan power bank (kecuali power bank di bawah 20.000 volt dan disimpan di tas  tenteng).

3.    Kiat Meraih Haji Mabrur

Untuk meraih predikat haji mabrur, setiap jemaah haji harus:

a.     Meneguhkan niat yang tulus ikhlas sematamata karena Allah;

b.    Menghindari perbuatan sum’ah (mencari popularitas), riya (menonjolkan diri) dan mubahah (berbangga-bangga);

c.     Membekali diri dengan takwa karena sebaikbaik bekal adalah takwa kepada  Allah;

d.    Menggunakan biaya yang halal;

e.    Membekali diri dengan hati yang selalu berserah diri kepada Allah, menerapkan sikap sabar, tawakkal, dan bersyukur dalam setiap kesempatan serta memperbanyak dzikir dan  doa;

f.      Melaksanakan semua rangkaian haji, mulai dari rukun, wa jib, dan sunnahnya sesuai tuntunan  syariat;

g.     Mengendalikan hawa nafsu selama dalam perjalanan dan selama menjalankan ibadah haji dengan senantiasa berusaha tidak melakukan rafas\ (ucapan/perbuatan yang bersifat pornografi), fusuq (perbuatan maksiat/dosa), dan jidāl (berbantah-bantahan dan  perteng karan);

h.    Menghindari semua larangan ihram dengan penuh kesungguhan;

i.      Mening katkan kualitas ibadah dan kepedulian sosial sepulang dari ibadah haji, yang ditandai  dengan:

1)      Menunjukkan tutur kata yang baik;

2)      Menebarkan              kedamaian         dan        kesejah         teraan;

3)      Menunjukkan sikap senang memberi dan membantu kepentingan umat; 4) Meninggalkan maksiat.

4.    Bimbingan Manasik Haji

a.     Jemaah haji yang telah mendapatkan kuota tahun berjalan akan mendapat kan buku paket Bim bingan Manasik Haji, terdiri atas:

1)      Tuntunan Manasik Haji dan Umrah; 2) Doa dan Zikir Manasik Haji dan Umrah.;

3) Doa-doa Pilihan Manasik Haji dan Umrah.

b.    Bentuk bimbingan diberikan dalam dua sistem: secara berkelompok dan  massal;

c.     Sistem bimbingan kelompok dilaksana  kan di kecamatan oleh jajaran Kantor Urusan Agama

(KUA) keca matan;

d.    Sistem bimbingan massal dilaksa na kan di kabupaten/kota oleh kantor kemen te rian agama kabupaten/kota;


e.    Jadwal dan tempat bimbingan diatur oleh kepala kantor kementerian agama kabupaten/ kota dan kepala KUA setempat;

5.    Pembinaan Kesehatan

Jemaah haji yang telah terdaftar dan masuk dalam urutan berangkat pada tahun berjalan diberikan pembina an kesehatan oleh dinas kesehatan kabupa ten/kota bekerjasama dengan Puskesmas kecamatan sebagai persiapan melaksanakan ibadah  haji di Arab  Saudi.

6.    Pengelompokan

a.     Sebelum berangkat rombongan jemaah dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan pertimbangan domisili jemaah dan keluarga;

b.    Setiap 11 orang jemaah haji dikelom pokkan dalam satu regu dan setiap empat regu (45 orang) dikelompokkan dalam satu rombongan; untuk setiap satu regu ditunjuk seorang ketua regu dan untuk setiap satu  rombongan ditunjuk seorang ketua rombongan;

c.     Penugasan ketua regu dan ketua rombongan ditetapkan oleh kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota;

d.    Jemaah haji diberangkatkan dalam satu kelompok terbang (Kloter) dengan kapasitas pesawat bervariasi, mulai dari kapasitas 325 orang, 360 orang, 393  orang, 410 orang, 450 orang sampai 455 orang. Dalam setiap Kloter terdapat petu gas operasional yang menyertai jema ah haji, terdiri atas:

1)      Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI) sebagai ketua kloter;

2)      Tim Pembimbing Ibadah Haji Indo nesia

(TPIHI);

3)      Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) sebagai pelayan kesehatan;

4)      Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD); 5) Ketua rombongan (Karom), dan 6) Ketua regu (Karu).

B. Pemberangkatan

1.    Kegiatan Sebelum Berangkat

Sebelum berangkat ke Tanah Suci, setiap jemaah hendaknya:

a.     Menjaga kondisi kesehatan dengan mengonsumsi  makanan bergizi; 

b.    Merawat kebugaran/kesehatan fisik dengan berolahraga secara teratur;

c.     Menyelesaikan urusan pribadi, dinas, dan sosial kemasyarakatan;

d.    Menyiapkan       bekal     untuk    keluarga              yang ditinggalkan;

e.    Menyiapkan barang-barang bawaan, mulai dari dokumen (Surat Panggilan Masuk

Asrama/SPMA, bukti setor lunas Bipih berwar-

na biru, buku dan atau kartu kesehatan), perbekalan, pakaian, sampai obat-obatan  yang diperlukan;

f.      Melaksanakan shalat sunat safar dua rakaat dan berdoa untuk keselamatan diri dan keluarga yang ditinggalkan.

2.    Selama perjalanan dari rumah hingga ke asrama haji embarkasi

Sebelum berangkat dari rumah menuju asrama haji embarkasi, setiap jemaah hendaknya:

a.     Mengikuti arahan yang tertulis dalam surat panggilan  dari kementerian agama kabupaten/ kota saat berangkat ke asrama  haji;

b.    Memperbanyak dzikir dan doa;

c.     Membaca talbiyah untuk memantapkan diri  berangkat haji tanpa disertai niat ihram semata-mata sebagai dzikir dan syi’ar;

d.    Men-jama’ dan meng-qashar shalat karena selama dalam perjalanan sudah ber laku hukum shalat untuk musafi r. 

3.    Di asrama haji embarkasi

a.     Saat datang di asrama haji embarkasi, setiap jemaah diwajibkan:

1)      Mengikuti upacara penerimaan dan serah terima jemaah dari  panitia kabupaten/kota         kepada PPIH

embarkasi;

2)      Mengikuti pemeriksaan kesehatan tahap akhir;

3)      Menempati ako mo dasi yang telah disediakan dan hanya menerima konsumsi yang disediakan panitia penyelenggara haji selama di asrama  haji.

b.    Selama tinggal di asrama haji embarkasi setiap jemaah diwajibkan:

1)      Menempati kamar yang telah disediakan;

2)      Mengonsumsi katering yang telah disediakan oleh PPIH Embarkasi;

3)      Mengikuti pendalaman manasik haji;

4)      Menerima paspor, visa, gelang identitas, dan living cost (biaya hidup sela ma di Arab Saudi) sebesar 1.500

Riyal  Saudi;

5)      Mengecek kelengkapan dan kesesuaian dokumen paspor dan visa sesuai nama dan foto yang tertera dalam paspor dan visa serta memastikan dokumen itu tidak      tertukar dengan milik

orang  lain;

6)      Men ja ga barang ber harga    seperti uang, handphone, emas dan dokumen;

7)      Menjaga ketertiban dan keber sihan diri dan lingkungan;

8)      Menerapkan sikap toleran, saling bantu kepada sesama dan  bersabar jika mendapatkan sesuatu yang kurang berkenan  di hati;

9)      Memakai pakaian ihram bagi jemaah haji gelombang II ketika hendak berangkat dari asrama haji menuju bandara; niat ihram haji/umrah dapat dilakukan di asrama embarkasi atau di dalam pesawat sebelum pesawat melintas di atas Yalamlam/ Qarnul Manazil setelah kru pesawat menyampaikan informasi  miqat.

c.     Selama menetap di asrama haji embarkasi jemaah dilarang:

1)      Membuat kegaduhan dengan keluar masuk asrama haji sembarangan demi menjaga ketertiban, keselamatan dan kesehatan jemaah haji sendiri;

2)      Meninggalkan alat perlindungan diri (APD) yang dibagikan di asrama haji, seperti masker dan botol semprot/ minum;

4.    Berangkat Menuju Bandara Embarkasi:

Saat berangkat menuju bandara embarkasi, setiap jemaah hendaknya:

a.     Menaiki bus dengan tertib dan teratur sesuai dengan regu dan rombongan;

b.    Memperhatikan tas tentengan dan tas paspor agar tidak sampai tertinggal;

c.     Membaca doa atau mengaminkan doa pembimbing ibadah saat berangkat menuju  bandara.

Setiap jemaah  haji dilarang:

a.     Membawa ma jalah atau rekaman porno, tulisan-tulisan yang bersifat provokatif, narkoba, rokok lebih dari 200 batang, dan jamu yang berle bihan;

b.    Menerima titip an barang dari siapa pun karena dikhawatirkan barang itu bersifat terlarang seperti narkoba, dokumen yang bersifat melawan negara, dan lain-lain yang membahayakan jemaah haji.

5.    Di Bandara Embarkasi:

Selama di bandara embarkasi, setiap jemaah hendaknya:

a.     Turun dari bus dengan tertib dan ter atur;

b.    Memperhatikan tas tentengan dan tas paspor agar tidak tertinggal dalam  bus;

c.     Menaiki pesawat secara tertib dengan menunjukkan boarding pass.

6.    Di Pesawat Terbang:

Selama di dalam pesawat, jemaah haji hendaknya:

a.     Mematuhi petunjuk yang disampaikan awak kabin (pramugara/i) atau petugas kloter;

b.    Menyimpan tas tentengan di tempat yang telah disediakan di kabin;

c.     Menggunakan sabuk pengaman, duduk dengan tenang;

d.    Memperbanyak dzikir dan doa serta membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai bentuk berserah diri dan tawakkal kepada Allah;

e.    Memperhatikan tata cara menggunakan WC, berhati-hati dalam menggunakan air agar tidak tercecer di lan tai WC pesawat karena ceceran air bisa mem ba haya kan keselamatan  penerbang an;

f.      Melihat petunjuk bila hendak buang air kecil/besar, misalnya duduk di atas kloset, menggunakan tisu yang tersedia untuk menyucikan diri, membasahi tisu dengan air kran. Bila masih ragu jangan segan meminta tolong kepada awak kabin atau

petugas  kloter;

g.     Bersuci dengan cara tayamum

h.    Membersihkan kloset dengan menekan tombol yang bertuliskan FLUSH setelah selesai buang air kecil/ besar;

i.      Menjaga pakaian yang dikenakan tetap bersih dan suci selama buang air kecil/besar;

j.      Memperhatikan ceramah pembimbing dan menonton film manasik haji yang dipertunjukkan selama dalam penerbangan;

k.     Menghubungi petugas kesehatan bila jemaah haji sakit.

Selama dalam penerbangan, jemaah haji dilarang:

a.     Membuat kegaduhan, berjalan hilir mudik kecuali ada keperluan;

b.    Merokok dan meng aktifkan handphone;

c.     Berwudhu di toilet pesawat.

7.    Shalat di Perjalanan

Shalat di perjalanan dapat dilaksana  kan dengan cara jama’ dan qashar. Shalat ini merupakan rukhs}ah (kemudahan) dari Allah SWT sejak jemaah haji meninggalkan rumah sampai kembali lagi ke tanah  air:

a. Pengertian Salat Jama’-Qashar  

Shalat jama’ adalah mengum pulkan dua shalat wajib untuk dikerjakan dalam satu waktu yang sama.

Shalat yang dapat di-jama’ adalah Dzuhur dengan Ashar, Maghrib dengan Isya.

Shalat qashar adalah meringkas shalat dari empat rakaat menjadi dua rakaat (Dzuhur, Ashar, dan Isya).

Shalat jama’-qashar adalah praktek menggabungkan dua shalat wajib dan secara bersamaan memendekkan rakaat kedua shalat dari empat menjadi dua rakaat. Shalat jama’qashar dilakukan antara Dzuhur dengan Ashar atau sebaliknya, dan antara Maghrib dengan Isya atau sebaliknya. Shalat jama’-qashar dapat dilakukan dengan cara taqdim atau ta’khir.

Shalat jama’ terbagi menjadi dua cara:

1.      Jama’ taqdim; ini adalah cara menggabungkan dua shalat yang di lak sanakan pada waktu shalat yang pertama, misalnya shalat Dzuhur dijama’ dengan shalat Ashar dikerjakan pada waktu shalat Dzuhur; atau shalat Maghrib digabungkan dengan shalat Isya dikerjakan pada waktu shalat  Maghrib;

2.      Jama’ ta’khir; ini adalah menggabungkan dua shalat yang di lak sanakan pada waktu shalat yang belakangan, misalnya shalat Dzuhur digabung dengan shalat Ashar dikerjakan pada waktu shalat Ashar dan shalat Maghrib digabung de ngan shalat Isya’ dikerjakan pada waktu shalat Isya.

b.     Tata Cara Melaksanakan Shalat Jama’-Qashar

1.       Jama’-qashar taqdim:

a)        Jika jama’-qashar dilakukan antara Dzuhur dan Ashar, shalat dimulai dengan shalat Dzuhur lebih dulu kemudian shalat Ashar. Jika jama’-qashar dilakukan antara Maghrib dan Isya, shalat Maghrib didahulukan kemudian shalat  Isya;

b)        Niat jama’ dilaksanakan ketika takbiratul ihram shalat pertama  dilakukan;

c)         Dilaksanakan dengan ber ga bung tanpa diselingi de ngan waktu dan amalan lain kecuali iqamat.

d)        Jika jama’-qashar dilakukan antara Dzuhur dan Ashar, shalat dimulai dengan shalat Dzuhur lebih dulu kemudian shalat Ashar. Jika jama’-qAshar dilakukan antara Maghrib dan Isya, shalat Maghrib didahulukan kemudian shalat  Isya;

e)        Dilaksanakan dengan ber ga bung tanpa diselingi de ngan waktu dan amalan lain kecuali iqamat.

2.       Jama’-qashar ta’khir:

a)        Berniat jama’ takhir saat waktu Zuhur atau Maghrib (shalat pertama) tiba.

b)        Pelaksanan salat tidak harus berurutan di antara kedua shalat. Misalnya, jama’-qashar  ta’khir an tara shalat Dzuhur dan Ashar dapat dilaksanakan shalat Dzuhur terlebih da hulu ke mu dian Ashar atau  sebalik nya.

c)         Tidak perlu niat jama’ pada saat akan melaksanakan shalat yang kedua (menu rut pendapat yang sah} ih} ).}

c.      Tata Cara Tayammum di Pesawat

Tayammum di pesawat dapat dilakukan dengan  memilih salah satu cara sebagai  berikut:

1.       Cara pertama

Tayammum dengan satu kali tepukan, yaitu menepukkan kedua telapak tangan ke dinding pesa wat atau sandaran kursi, lalu kedua telapak tangan diusapkan ke muka langsung diusapkan ke kedua tangan mulai dari ujung jari sampai ke pergelangan tangan (punggung dan telapak tangan) secara merata, dan tidak terputus antara usapan muka dengan usapan kedua tangan.

2.       Cara kedua

Tayammum dengan dua kali te pukan, yaitu menepukkan kedua telapak tangan ke dinding pesa wat atau sandaran kursi, lalu kedua telapak tangan disapukan ke muka kemudian tangan dite pukkan kembali ke tempat yang lain dari tepukan pertama lalu mengu sapkan kedua telapak tangan kepada kedua tangan dari ujung jari sampai siku (luar dan dalam).

d.     Shalat di Pesawat

Ulama fiqih terbagi dalam dua mazhab saat menentukan hukum shalat di pesawat. 

1.       Pendapat pertama mengata kan tidak sah shalat di pesa wat yang sedang terbang, dengan alasan:

a)        Sulit mendapatkan (tidak tersedia) air untuk wudlu serta debu yang tidak memenuhi  syarat untuk taya mmum (صعيدا طيبا).

b)        Shalatnya tidak menapak bumi karena  pesawat terbang tidak menyentuh bumi.

 .(غير  استقرار في الأرض)

Ulama yang berpendapat tidak sah shalat di  pesawat adalah Imam Hanafi dan Imam Malik. Sebagai solusinya, Imam Hanafi berpendapat shalat yang luput dikerjakan selama seseorang berada di pesawat itu di-qad}a sete lah dia sampai di darat. Seseorang yang berpendapat seperti ini lalu sama sekali tidak melak sa nakan shalat di pesawat dianjur  kan untuk berzikir. Menurut Imam Maliki, bagi seseorang yang tidak mendapatkan air dan debu kewajiban shalatnya gugur sama sekali. Dengan demikian ia tidak dituntut untuk melakukan qadha atas shalat yang ditinggalkan.

2. Pendapat kedua menyatakan sah hukumnya jika seseorang shalat ketika ia sedang berada dalam pesawat yang sedang terbang dengan  alasan:

a)             Kewajiban          shalat    dibeban kan       sesuai dengan ketentu an waktu dan di mana saja ber dasarkan Al-Qur’an dan hadis sebagai  berikut:  ڻ ۀ ۀ ہ ہ ہ ہ

Artinya:

Sungguh, shalat itu adalah ke wajiban yang ditentukan wak tunya atas orang-orang yang beriman (QS. an-

Nisa’ [4]:103).

عَنْ عَئشَِةَ رضََِ اللهُ عَنهَْا اسْتَعَارتَْ مِنْ أسَْمَاءَ قِلَدَةً فَهَلكََتْ فَأرَسَْلَ رسَُوْلُ اللهِ ﷺ ناَسًا مِنْ أصَْحَابهِِ فِْ طَلبَِهَا فَأدَْرَكَتهُْمُ الصَّلَةُ فَصَلُّوْا بغَِيِْ وضُُوءٍْ...

)رواه  البخارى(.

Artinya:

Dari Aisyah ra., bahwa dia meminjam kepada Asma’ ra. sebuah kalung, lalu kalung itu rusak (hilang). Rasulullah SAW memerintah kan orang-orang dari para saha bat beliau untuk mencarinya. Kemudian  waktu shalat tiba dan akhirnya mereka shalat tanpa berwudu. [1] (HR. Bukhari dari ‘Aisyah RA).

b)       Keadaan darurat tidak meng hilangkan kewajiban shalat sesuai kemampuan.

Ulama yang mengatakan sah shalat seseorang dengan kedua alasan tersebut adalah Imam Ahmad dan Imam Syafi’i, walaupun Imam Syafi’i mewa jibkan i’adah shalat (mengulang shalat) setiba orang itu di darat. Menurut Imam Syafii, shalat seseorang di kendaraan hanya untuk menghormati waktu shalat (lihurmatil waqti). Mengulang shalat yang dianjurkan Imam Syafi ’i dilakukan seba gai berikut:

a.     Ia segera shalat lagi setibanya di tempat tujuan.

b.    Ia melakukan shalat seperti biasa dengan gerakan shalat sempurna (kā milah) bukan isyarat (ima ’ah).

Jika hendak melakukan shalat di pesawat terbang, seorang jemaah haji hendaknya melakukan hal-hal berikut ini:

1.      Tetap duduk di kursi pesawat dengan posisi kaki menjulur ke lantai pesawat atau de ngan melipat kedua kaki da lam posisi miring atau tawaruk (duduk tah} iyat).

2.      Menjadikan arah ter bang pesawat ke mana saja sebagai arah kiblat.

3.      Melaksanakan seluruh gerak an rukun shalat semampu dia lakukan dengan  ima’ah (isyarat).

e. Tata-Cara Berihram di Pesawat

Ketika pesawat mendekati Yalamlam/Qarnul Manazil lalu kru pesawat mengumumkan bahwa beberapa saat lagi pesawat akan melintas di atas Yalamlam/ Qarnul Manazil, jemaah haji gelombang II yang mengambil miqat di pesawat dianjurkan:

1.      Membuka kaos kaki dan celana dalam dengan segera bagi jemaah laki-laki yang masih mengenakannya;

2.      Melaksanakan niat ihram haji/umrah dengan niat di dalam hati dan mengucapkan dengan  lisan;

Apabila jemaah belum niat ihram ketika pesawat melewati Yalamlam/Qarnul Manazil, maka ia melaksanakan niat ihram di Bandara KAIA Jeddah. [2]

C. Kedatangan di Bandar Udara Arab Saudi

Jemaah haji datang di Arab Saudi dalam dua gelombang. Gelombang I mendarat di Bandara AMAA Madinah dan Gelombang II mendarat di bandara KAIA Jeddah dengan rincian kegiatan sebagai berikut:

1. Gelombang II di Bandara King Abdul Aziz Jeddah

Saat tiba di Bandara Bandara King Abdul Aziz Jeddah, jemaah haji Gelombang II dianjurkan:

a.     Mengantre turun dari pesawat dengan tertib;

b.    Memastikan tas tentengan dan paspor selalu berada dalam genggaman sedangkan koper besar diterima oleh jemaah di hotel;

c.     Menuju ruang pemeriksaan imigrasi dengan tertib sambil tetap memperhatikan arahan ketua kloter, ketua rombongan, atau ketua  regu;

d.    Mengikuti petunjuk petugas imigrasi Arab Saudi dengan patuh sambil mengantre dengan sabar dan teratur di loket pemeriksaan imigrasi dengan tetap menggenggam paspor masing-masing meski sidik jari dan pengambilan foto tidak dilakukan karena keduanya sudah dilakukan di Indonesia berkat sistem fast  track;

e.    Menitipkan tas tentengan, tas paspor, uang, dan barang berharga lainnya kepada saudara atau teman yang dikenal dan dipercaya jika selama menunggu keberangkatan ke Makkah, jemaah hendak ke kamar mandi untuk buang air kecil/besar dan wudu;

f.      Memperhatikan tanda kamar mandi untuk laki-laki dan kamar mandi untuk perempuan yang disediakan secara terpisah; tanda kamar mandi/WC untuk perempuan adalah gambar kepala perempuan berjilbab dan tanda kamar mandi/WC untuk laki-laki adalah gambar kepala laki-laki berjenggot;

g.     Menutup aurat dengan displin ketika masuk-keluar kamar mandi/WC dan terus menjaga barang-barang agar tidak ter tinggal;

h.    Menekan kran air pelan-pelan karena air akan keluar dan berhenti secara  otomatis;

i.      Melaksanakan niat ihram umrah bagi jemaah yang berhaji tamattu’, berniat ihram haji bagi yang berhaji ifrād, dan berniat ihram umrah dan haji bagi yang berhaji qirān jika mereka belum berniat ihram di asrama embarkasi atau di atas Yalamlam/Qarnul Manazil).  (lihat subbab ‘’Menuju Makkah bagi Gelombang II’’);

j.      Mengikuti instruksi untuk naik bus dan duduk di kursi yang diarahkan petugas meskipun untuk sementara jemaah jadi terpisah dari regu/rombongan yang sudah terbentuk dari tanah air akibat kapasitas setiap bus yang tidak sama. Jemaah yang terpisah di bus akan bergabung kembali setelah tiba di Hotel.  

Proses pemeriksaan di Bandara Arab Saudi

Menuju Makkah bagi Jemaah Gelombang II

Usai menjalani pemeriksaan imigrasi, jemaah haji hendaknya:

a.     Menyerahkan paspor kepada petugas Arab Saudi (Naqabah) lalu naik bus dengan tertib dan teratur;

b.    Menerima nasi boks sebelum bus berangkat;

c.     Melaksanakan niat ihram umrah bagi jemaah yang berhaji tamattu’, berniat ihram haji bagi yang berhaji ifrād, dan berniat ihram umrah dan haji bagi yang berhaji qirān jika mereka belum berniat ihram di asrama embarkasi atau di atas Yalamlam/Qarnul Manazil) ketika bus  bergerak;

d.    Membaca dan memperbanyak talbiyah, dzikir, dan doa selama dalam perjalanan menuju  Makkah;

e.    Mengingatkan pengemudi bus un tuk berhatihati jika dirasa mereka ugal- ugalan.

2. Gelombang I di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah

Saat tiba di Bandara Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah jemaah haji Gelombang I dianjurkan:

a.     Mengantre turun dari pesawat dengan tertib;

b.    Memastikan tas tentengan dan paspor selalu berada dalam genggaman sedangkan koper besar diterima oleh jemaah di hotel;

c.     Menuju ruang pemeriksaan imigrasi dengan tertib sambil tetap memper-hatikan arahan ketua kloter, ketua rombongan, atau ketua  regu;

d.    Mengikuti petunjuk petugas imigrasi Arab Saudi dengan patuh sambil mengantre dengan sabar dan teratur di loket pemeriksaan imigrasi dengan tetap menggenggam paspor masingmasing meski sidik jari dan pengambilan foto tidak dilakukan karena keduanya sudah dilakukan di Indonesia berkat sistem fast  track;

e.    Menitipkan tas tentengan, tas paspor, uang, dan barang berharga lainnya kepada saudara atau teman yang dikenal dan dipercaya jika selama menunggu keluar bandara, jemaah hendak ke kamar mandi untuk buang air kecil/ besar dan wudu;

f.      Memperhatikan tanda kamar mandi untuk laki-laki dan kamar mandi untuk perempuan yang disediakan secara terpisah; tanda kamar mandi/WC untuk perempuan adalah gambar kepala perempuan berjilbab dan tanda kamar mandi/WC untuk laki-laki adalah gambar kepala laki-laki berjenggot;

g.     Menutup aurat dengan displin ketika masukkeluar kamar mandi/WC dan terus menjaga barang-barang agar tidak tertinggal.

h.    Menekan kran air pelan-pelan karena air akan keluar dan berhenti secara  otomatis;

i.      Menjaga kekompakan regu atau rombongan karena jemaah haji yang datang melalui Bandara AMAA Madinah tidak diistirahatkan di ruang khusus, melainkan diminta langsung naik bus untuk dibe rangkatkan ke pemhotelon dokan Madinah;

j.      Mengikuti instruksi untuk naik bus tertentu dan duduk di kursi yang diarahkan petugas meskipun untuk sementara jemaah jadi terpisah dari regu/rombongan yang sudah terbentuk dari tanah air akibat kapasitas setiap bus yang tidak sama, Jemaah yang terpisah di bus akan bergabung kembali setelah tiba di  Hotel. 

D. DI HOTEL

1.    Madinah

Selama di Madinah, jemaah haji dianjurkan untuk:

a.     Menjaga ketertiban saat turun dari bus dan menempati hotel yang telah ditentukan dengan teratur; 

b.    Mengatur waktu secara efektif dan efisien untuk melaksanakan shalat 40 waktu (arba’in) di Masjid Nabawi, karena waktu yang disediakan di Madinah hanya lebih kurang delapan hari ditambah 12 jam;

c.     Memperhatikan waktu dan mengikuti proses ziarah ke tempat-tempat bersejarah yang diatur oleh majmu’ah bekerjasama dengan ketua kloter karena waktu berziarah biasanya ditentukan pada hari ketiga sejak jemaah tiba di Madinah;

d.    Jemaah haji ditempatkan di hotel setara bintang tiga dengan konstruksi gedung bertingkat yang dilengkapi dengan lift. Sebaiknya jemaah antre dan tertib ketika menggunakan lift karena kapasitas lift sangat  terbatas, dan mendahulukan orang tua, wanita, jemaah yang lemah atau sakit;

e.    Berhati-hati ketika menggunakan  tangga berjalan (eskalator) agar jemaah tidak terpeleset atau pakaian tidak ter sangkut;

f.      Memaklumi pola penempatan jemaah di hotel yang dilakukan sesuai dengan tasrih (pengesahan kapasitas dan kelayakan hotel yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi) dan karena itu dapat menerima kenyataan jika kapasitas masing-masing kamar bervariasi berda sarkan tasrih tersebut.

g.     Memastikan terpenuhinya hak jemaah, berupa kewajiban majmu’ah (group) memberikan semua pelayanan kepada jemaah dengan mengatur penempatan mereka di kamar-

kamar, menyediakan air di hotel, menyediakan  tenaga buruh untuk mengangkut barangbarang jemaah haji, serta me nyediakan muzawwir/ pembimbing (mursyid) dan bus untuk ziarah secara gratis dan dibantu oleh petugas perumahan/ akomodasi;

h.    Memastikan bahwa jemaah haji laki-laki dan jemaah haji perempuan ditempatkan secara terpisah di bawah pengawalan ketua regu dan ketua rombongan;

i.      Mewaspadai semua kemungkinan ke hilangan uang dan barang ber harga, baik di hotel maupun di mas jid/tempat lainnya, dengan senantiasa menitip kan semua barang berharga itu di safety box hotel;

j.      Menjaga kebersihan kamar, membuang sampah pada tempatnya, dan mengeluarkan sampah dari dalam kamar untuk dibersihkan oleh pekerja  hotel;

k.     Menyadari bahwa kamar tidur tidak hanya digunakan untuk menaruh koper dan tas, tapi juga untuk makan. Karenanya jemaah hendaknya selalu menjaga kebersihan;

l.      Mengantre dengan sabar saat hendak menggunakan kamar mandi seraya senantiasa menjaga kebersihannya;

m.  Menutup aurat dengan disiplin ketika keluar masuk kamar mandi, ketika berdiam di dalam kamar  atau keluar kamar, mengingat satu kamar diisi oleh banyak orang;

n.    Mencatat baik-baik lokasi hotel, nama/nomor hotel, nama majmu’ah, wilayah tinggal, dengan cara mengingat tanda-tanda yang mudah dikenal sebelum berangkat ke Masjid Nabawi agar mudah ketika kembali ke hotel;

o.    Mematikan peralatan elektronik, mencabut kartu kunci elektrik, me ngun ci koper dan kamar ketika berangkat ke Masjid Nabawi;

p.    Memperhatikan dan mengingat nomor pintu pagar yang jumlahnya 38 dan pintu masuk Masjid Nabawi agar ketika keluar dari masjid, jemaah tidak lupa jalan menuju hotel;

q.    Menjaga diri di hotel bagi jemaah perempuan yang sedang haid atau jemaah sakit saat tidak pergi ke Masjidil Haram, dengan mengunci kamar dan sebaiknya ditemani oleh mah ram/ te man yang diper caya;

r.     Melak sanakan ziarah ke makam Rasulullah SAW dan dua sahabat beliau (Abu Bakar as}-S} iddiq RA dan Umar bin Khat}t}ab RA), shalat fardhu berjamaah di Masjid Nabawi selama 40 waktu (arba’in) jika kondisi memungkinkan, shalat sunnat dan berdoa di Raudhah, ziarah ke makam Baqi al-Garqad, ziarah ke tempattempat bersejarah seperti Masjid Quba, Masjid Qiblatain, Masjid Khamsah, Gunung Uhud, dan masjid-masjid bersejarah lainnya dengan menggunakan bus yang disediakan oleh majmu’ah tanpa dipungut biaya;

s.     Memastikan jatah makan yang dikonsumsi ber sih, higienis, aman dan terlindung dari pencemaran;

t.      Mengonsumsi jatah makan, sesuai dengan ketentuan waktu yang tercantum dalam boks  makan;

u.    Menggunakan pakaian tebal di musim dingin;

v.     Membatasi mandi hanya sekali atau dua kali sehari dengan menghindari sabun yang mengandung soda;

w.   Menggunakan masker untuk mencegah debu dan kuman masuk ke saluran pernafasan  ketika berada di luar masjid dan hotel;

x.     Menerima tamu di lobby hotel dan tidak menerima tamu di dalam kamar karena akan mengganggu jemaah lain yang tinggal di satu  kamar;

y.     Memperhatikan rambu lalu lintas dengan menengok ke kanan atau ke kiri ketika akan menyeberang jalan;

z.     Mengikuti ceramah/bimbingan yang diatur oleh ketua kloter (TPHI), TPIH dan konsultan ibadah haji.

Menuju Makkah bagi Jemaah haji Gelombang I

Setelah selesai melaksanakan shalat 40 waktu (arba’in), jemaah haji siap berangkat ke Makkah untuk melaksa nakan umrah atau haji. Jemaah haji yang akan me ninggalkan hotel menuju Makkah hendaknya:

a.     Memper hatikan koper, tas tentengan, dan barang-barang berharga agar tidak tertinggal;

b.    Melaksanakan mandi sunnah ihram, memotong kuku, mencukur bulu ketiak, kumis, kemaluan, merapikan jenggot, dan memakai wewangian di  badan;

c.     Menaiki               bus        dengan teratur sesuai rombongan;

d.    Melepas semua pakaian dalam bagi jemaah laki-laki sebelum berangkat dari hotel dengan berpakaian ihram menuju Mīqāt Zulhulaifah /

Bir Ali;

e.    Memper hatikan nama syarikat (perusahaan bus) dan nomor bus terutama ketika semua jemaah berada di Miqat Bir Ali serta menjaga uang dan barang berharga ketika berada di kamar mandi dan masjid;

f.      Melaksanakan shalat sunah ihram dua rakaat di Miqat Bir Ali  kemudian berniat ihram umrah/haji dengan niat di dalam hati dan mengucapkan dengan lisan. Sedangkan bagi jemaah perempuan yg sedang haid dan jamaah sakit cukup berniat ihram umrah/haji di dalam bus;

g.     Membaca dan memperbanyak talbiyah selama perjalanan menuju Makkah;

h.    Mengingatkan pengemudi un tuk  berhati-hati jika dirasa mereka ugal- ugalan.

2.    Makkah

Seluruh jemaaah haji gelombang I dan gelombang II berkumpul di Makkah untuk melaksanakan ibadah umrah dan haji. Selama di Makkah seluruh jemaah  dianjurkan:

a.     Mempersilakan setiap ketua rombongan  turun dari bus saat tiba di Makkah untuk mendapatkan penjelasan tata cara pembagian kamar dari petugas haji bagian akomodasi;

b.    Mengatur diri saat turun dari bus lalu menempati hotel sesuai arahan petugas bagian akomodasi;

c.     Menaati aturan pembagian kamar di hotel untuk kurang lebih 28 hari yang ditetapkan oleh Panitia Penyelenggara Arab Saudi (PPIH)

Arab Saudi;

d.    Mengikuti penempatan kamar sesuai dengan nama-nama jamaah yang tercantum di

pintu  kamar; 

e.    Mempersilakan setiap ketua regu dan ketua rombongan membantu petugas PPIH dalam mendistribusikan kamar agar kamar jemaah

haji laki-laki dan kamar jemaah perempuan  terpisah;

f.      Menunggu dengan sabar antrean menggunakan lift yang terbatas sambil selalu menghindari desak-desakan antar jemaah;

g.     Menggunakan tangga bagi jemaah haji yang fi siknya kuat dan sehat;

h.    Mempelajari tata cara menggunakan lift, seluk beluk hotel, termasuk mengetahui tangga darurat karena gedung berkapasitas lebih dari 250 orang telah diharuskan oleh pemerintah setempat memiliki tangga darurat atau

jalur  evakuasi;

i.      Berhati-hati ketika naik atau turun dengan tangga berjalan (eskalator) agar tidak terpeleset atau pakaian tidak tersangkut;

j.      Menggunakan alat transportasi bus shalawat yang disediakan di semua hotel untuk jemaah, menuju dan kembali dari Masjidil Haram tanpa dipu ngut biaya;

k.     Mewaspadai semua bahaya kecelaka an lalu lintas dan keamanan barang-barang bawaan, terutama uang, setiap kali keluar dari hotel;

l.      Mewaspadai kondisi kota Makkah yang berbukit-bukit yang mengakibatkan sejumlah gedung yang disewa ada yang mendaki;

m.  Menyadari bahwa setiap gedung tidak memiliki kontur yang sama dan jarak dari serta menuju Masjidil Haram pun berbeda-beda;

n.    Melaksanakan thawaf dan sa’i secara beregu/ berom bongan di pandu oleh mut}awwif/mursyid yang disediakan oleh maktab dan dikoordinasikan oleh Ketua Kloter dan TPIHI; setelah seluruh jemaah haji satu kloter dipastikan telah menempati kamar-kamar dan mendapatkan

istirahat yang cukup;

o.    Memaklumi bahwa kamar tidur jemaah haji juga digunakan untuk menaruh koper, tas, sekaligus tempat makan dan lain sebagai nya yang mengharuskan mereka menjaga kebersihan kamar;

p.    Menghemat air untuk berwudlu, mandi, men cuci dan memastikan menutup kran

setelah  selesai;

q.    Menjemur pakaian di tempat yang telah disediakan di sutuh (lantai  teratas);

r.     Menggunakan dengan hemat uang biaya hidup (living cost) 1.500,- Riyal Saudi (SR) yang diterima sejak di asrama haji, untuk kebutuhan yang bermanfaat;

s.     Membeli kebutuhan sehari-hari di toko sekitar hotel untuk menghindari penipuan dan tindak kriminal lainnya;

t.      Memastikan jatah makan yang dikonsumsi ber sih, higienis, aman dan terlindung dari  pencemaran;

u.    Mengonsumsi jatah makan, sesuai dengan ketentuan waktu yang tercantum dalam boks  makan;

v.     Menggunakan masker untuk mencegah debu dan kuman masuk ke saluran pernafasan

ketika berada di luar masjid dan di hotel;

w.   Memperhatikan letak hotel yang ditempati, menyimpan kartu maktab, mengingat-ingat nomor maktab dan nomor hotel sebelum jemaah berangkat ke Masjidil Haram agar

terhindar dari tersesat di jalan;

x.     Menghafal nomor dan warna stiker trayek bus shalawat serta nama terminal tempat turun atau naik bus dari hotel menuju Masjidil

Haram, pergi pulang;

y.     Mengenali dengan baik tiga terminal di sekitar Masjidil Haram, masing-masing terminal Syib Amir, Bab Ali, dan Ajyad agar jemaah tidak bingung memilih bus ketika hendak kembali ke hotel usai beribadah di Masjidil Haram;

z.     Mengikuti kegiatan bimbingan ibadah yang diatur oleh petugas kloter  serta kegiatan bimbingan, edukasi dan konsultasi ibadah dan manasik haji yang dikoordinasi oleh pembimbing ibadah (TPIHI) kloter, pembimbing ibadah sektor dan konsultan ibadah  sektor;

aa. Mematikan peralatan elektronik, mencabut kartu kunci elektrik, me ngun ci koper dan kamar ketika berangkat ke Masjidil Haram;

ab. Memperhatikan rambu lalu lintas dan menengok ke kanan dan ke kiri bila

menyeberang jalan;

ac. Menjaga diri di hotel bagi jemaah perempuan yang sedang haid atau jemaah sakit saat tidak pergi ke Masjidil Haram, dengan mengunci kamar dan sebaiknya ditemani oleh mah ram/ te man yang diper caya;

ad. Meman fa atkan fasilitas yang disediakan di Masjidil Haram, diantaranya kamar mandi/WC, safety box, layanan konsultasi ibadah, layanan barang hilang (lost and found) dan lainnya;

ae. Menitipkan uang dan barang berharga di safety box yang ada di hotel, dan membawa uang secukupnya ketika keluar hotel, untuk mengantisipasi kemungkinan buruk misalnya pencurian, perampasan atau penipuan; 

af. Membayar dam melalui bank yang ditun juk oleh pemerintah Arab Saudi (Bank Al-Rajhi/ Bank Pembangunan Islam) agar jemaah terhindar dari penipuan, pencopetan,

perampokan, kehilangan, dan lain-lain; 

ag. Melapor kepada ketua kloter dan melakukan koordinasi dengan pihak sektor dan maktab bagi jemaah yang akan melaksanakan  tarwiyah;

ah. Memperbanyak ibadah, berdzikir, berdoa, beramal salih, dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah selama berada di Makkah karena kota ini adalah tanah haram, kota spiritual yang penuh berkah dan tempat mustajab untuk berdoa; 

ai. Melaksanakan niat ihram haji dari hotel tempat tinggalnya bagi yang mengambil haji tamattu’, kemudian berangkat ke Arafah pada

8 Dzulhijjah;  aj.  Memantapkan diri diikutkan dalam ‘’safari wukuf’’ bagi jemaah haji yang sakit/uzur dan dirawat di Kilinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah atau diikutkan dalam program tersendiri yang diatur oleh Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) bagi jemaah yang dirawat di  RSAS;

ak. Memantapkan diri bahwa hajinya dibadalkan bagi jemaah haji yang sakit keras (dirawat di ICU) dan oleh pemeriksaan medis dinyatakan tidak mungkin baginya ikut wukuf di  Arafah;

al. Menaiki bus yang telah disiap kan oleh maktab dan diatur dengan sistem taraddudi ketika berangkat ke Arafah sesuai dengan jadwal yang disepakati ketua kloter (TPHI) dengan maktab dan bersabar antre menu nggu bus berikutnya jika bus sebelumnya telah  penuh;

am. Memperbanyak bacaan talbiyah se la ma perjalanan menuju Arafah. 

Selama di tanah suci seluruh jemaah haji tidak dianjurkan untuk:

a.     Memaksakan diri melakukan ziarah atau umrah sunnah bila kondisi kesehatan tidak memungkinkan;

b.    Memaksakan diri shalat di Masjidil Haram setiap datang waktu shalat fardu bila kondisi kesehatan tidak memungkinkan, berisiko tinggi (risti), atau lanjut usia (lansia) karena pahala shalat di hotel sama seperti pahala shalat di Masjidil Haram;

c.     Memaksakan diri mencium Hajar Aswad dengan cara berdesak-desakan laki-laki dan perempuan, apalagi sampai harus membayar orang untuk melapangkan jalan dengan menghalangi jemaah lain bertawaf.

Selama di tanah suci seluruh jemaah haji dilarang:

a.     Menjemur pakaian di lorong-lorong yang ada di setiap lantai hotel;

b.    Menerima tamu dalam kamar karena akan mengganggu jemaah yang lain;

c.     Meninggalkan hotel berhari-hari dengan alasan mengunjungi keluarga atau alasan lain karena tindakan ini akan membuat bingung semua petugas haji dan rekan-rekan satu  kloter;

d.    Merokok di tempat-tempat yang dilarang, seperti di dekat Masjidil Haram dan sekitarnya;

e.    Merokok di dalam kamar, lorong-lorong kamar dan tangga darurat;

f.      Membuang puntung rokok sembarangan agar tidak terjadi kebakaran;

g.     Memasak di dalam kamar tidur; 

E. Di Arafah Muzdalifah dan Mina (ARMUZNA)

Layanan jemaah haji selama di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) dikoordi na sikan oleh sebuah organisasi khu sus bernama Satuan Operasional Arafah, Muzdalifah, Mina (Satop Armuzna). Satop Armuzna dibagi men jadi tiga Satuan Tugas (Satgas) sesuai dengan tempat kerjanya, masing-masing Satgas Arafah, Satgas Muzdalifah, dan Satgas Mina; masing-masing Satgas mempunyai pos pelayanan yang terdiri atas pos komando, pos pelayanan, dan pos pembantu pada masing-masing kemah (maktab). Setiap pos memiliki jenis tugas yang sama, yaitu memberikan pelayanan umum, pelayanan kesehatan, dan bimbingan ibadah.

1. Arafah

Selama di Arafah, seluruh jemaah haji dianjurkan untuk:

a.     Menjaga ketertiban ketika turun dari bus dan memasuki kemah;

b.    Meletakkan barang bawaan dengan tertib dan tidak berebut tempat di dalam kemah. Kemah dilengkapi dengan AC, hambal tanpa bantal yang telah dise diakan oleh maktab;

c.     Menjaga ketenangan beribadah selama di Padang Arafah karena semua fasilitas dan kebutuhan jemaah haji telah diurus oleh maktab, mulai dari penempatan jema ah di tenda saat tiba, penyediaan sarana angkutan ke Muzdalifah dan Mina, pengurusan jemaah  haji tersesat jalan, sakit, wafat, serta pelayanan bimbingan ibadah;

d.    Menjaga kondisi kesehatan dengan mengonsumsi jatah makan, yang diterima selama berada di Arafah;

e.    Me ngu tamakan ibadah dengan memperbanyak bacaan talbiyah, dzikir dan doa;

f.      Mengantre dengan sabar saat menggunakan fasilitas kamar mandi/WC yang sangat terbatas, yang hanya terdiri atas 10 pintu untuk jemaah laki-laki dan 10 pintu untuk jemaah perempuan untuk setiap maktab;

g.     Menjaga tertutupnya aurat ketika di kemah dan keluar masuk kamar mandi karena jemaah sedang dalam keadaan  ihram;

h.    Mengikuti dengan rajin dan mendengarkan dengan tekun semua ceramah yang disampaikan oleh petugas kloter sebelum  waktu wukuf  tiba;

i.      Membaca talbiyah, zikir, istighfar, tahlil dan doa sesaat sebelum waktu wukuf  tiba.

j.      Melaksanakan kegiatan berikut ini ketika waktu wukuf tiba:

ØØmendengarkan khutbah wukuf;

ØØsalat berjamaah Dzuhur & Ashar jama’ taqdim qasar;

ØØdo’a wukuf;

k.     Menghubungi petugas Kloter bila menemui masalah mengenai ibadah dan kesehatan;

l.      Menghubungi dokter kloter dengan segera bila merasa sakit atau melapor ke petugas kloter;

m.  Menjaga stamina dan kesehatan dengan tetap berada di dalam kemah;

Selama di Arafah, seluruh jemaah haji dilarang:

a.     Merokok di semua kawasan Arafah apalagi di dalam tenda karena dapat mengganggu jemaah lain, mengurangi kekhusyuan ibadah, dan membahayakan diri dan  lingkungan;

b.    Membuang puntung rokok sembarangan karena dikhawatirkan terjadi kebakaran;

c.     Memaksakan diri berangkat ke Jabal Rahmah dan/atau memaksakan wukuf di luar kemah.

2.    Muzdalifah

Selesai wukuf, semua jemaah haji diberangkatkan ke Muzdalifah. Mereka diangkut dengan bus dari Arafah ke Muzdalifah[3], dengan sistem taraddudi, yaitu sistem ang kutan shuttle dimana armada angkutan secara berkelompok menjem put jemaah haji dari perkemahan di Arafah sampai ke Muzdalifah secara bergiliran, dan diatur oleh  petugas maktab. Dengan sistem ini, setelah menurunkan jemaah haji, bus akan berputar kembali menjemput jemaah yang masih tersisa di Arafah. Sistem ini diatur oleh sebuah lembaga pengendali pada pos pusat di terminal Muhassir yang berlokasi antara Padang Arafah dan Muzdalifah. Jemaah haji tidak perlu merasa khawatir karena armada bus akan berputar terus-mene rus sam pai seluruh jemaah haji terangkut tanpa tersisa.

Selama dalam perjalanan menuju Muzdalifah atau setiba di lokasi menginap (mabit), jemaah haji dianjurkan:

a.     Memperbanyak bacaan talbiyah dan berdzikir pada Allah SWT;

b.    Memasuki tempat mabit yang telah disediakan oleh maktab secara teratur sesuai dengan nomor maktab setelah turun dari bus dengan tertib dan teratur. Hukum mabit di Muzdalifah adalah wajib;

c.     Menjaga keutuhan regu dan rombongan dalam kloter, sambil terus menjalin komunikasi dengan ketua regu, ketua rombongan, dan ketua  kloter;  

d.    Memastikan lokasi mabit karena penempatan jemaah haji di area mabit Muzdalifah terbagi dua, seba gian besar berada di areal terbuka yang dibatasi oleh pagar besi dan sebagian  sisanya ditempatkan di kemah Muzdalifah/

Mina Jadid yang terletak di luar pagar;

e.    Menjaga tertutupnya aurat ketika di tempat mabit dan keluar masuk kamar mandi;

f.      Menggunakan fasilitas kamar mandi/WC dengan penuh kesabaran, tawakkal kepada Allah SWT, menjaga toleransi kepada sesama jemaah haji, karena hanya tersedia 10 pintu WC/kamar mandi untuk laki-laki dan 10 pintu

WC/kamar mandi untuk perempuan;

g.     Menjaga kesehatan dengan mengonsumsi paket  makanan dan minuman yang dibagikan di Arafah dan bekal yang dibawa dari Makkah;

h.    Mengutamakan ibadah dengan memperbanyak membaca talbiyah, berdzikir dan berdoa;

i.      Mengambil tujuh butir batu kerikil yang disunahkan oleh Rasulullah SAW, kendati maktab sudah menyiapkan kantong kerikil yang jumlahnya cukup untuk melontar semua jamrah. Dalam hal kerikil yang disediakan oleh maktab habis atau tidak terdistribusi secara efektif, jemaah dapat mengambil kerikil di area

Muzdalifah atau di Mina;

j.      Memperhatikan arahan dan informasi yang diberikan satuan tugas operasional Muzdalifah dan petugas  kloter;

k.     Menaiki bus dengan teratur usai mabit melalui pintu keluar sesuai nomor maktab, menuju Mina, dan semua jemaah akan terangkut.

l.      Memperhatikan waktu keberangkatan ke Mina yang dimulai sejak lewat tengah malam dengan perhitungan waktu setempat.

3.    Mina

Sesampai di Mina, seluruh jemaah dianjurkan:

a.     Memasuki kemah dengan tertib sesuai dengan nomor maktab setelah turun dari bus dengan teratur di bawah arahan Karu, Karom, atau ketua kloter;

b.    Melaksa nakan mabit di perkemahan Mina yang lokasinya ditentukan oleh maktab berupa tenda besar tahan api, yang dilengkapi alat pendingin udara dan alas tidur berupa hambal tanpa bantal. Hukum mabit di Mina adalah  wajib;

c.     Menyadari bahwa hak jemaah adalah mendapatkan pelayanan maksimal dari maktab selama berada di Mina, mulai dari penempatan jemaah di kemah, pengurusan jemaah haji terse sat jalan, sakit, wafat, bimbingan ibadah serta pengurusan pem-

berangkatan ke  Makkah; 

d.    Memastikan bahwa selama di Mina jemaah mendapat pelayanan katering yang disediakan oleh Maktab, yang pembagiannya kepada Jemaah dikoordinasikan oleh ketua  rombongan;

e.    Mengonsumsi jatah makan, sesuai dengan ketentuan waktu yang tercantum dalam boks  makan; 

f.      Menggunakan fasilitas kamar mandi/WC dengan penuh kesabaran, tawakkal kepada Allah SWT, menjaga toleransi kepada sesama jemaah haji, karena hanya tersedia 10 pintu WC/kamar mandi untuk laki-laki dan 10 pintu WC/kamar mandi untuk perempuan untuk setiap maktab;

g.     Menjaga tertutupnya aurat ketika di kemah dan keluar masuk kamar mandi karena jemaah sedang dalam keadaan ihram;

h.    Memperbanyak istirahat dan terus menjaga kesehatan dengan makan minum yang  cukup;

i.      Mengutamakan ibadah dengan memperbanyak membaca talbiyah, berdzikir dan berdoa;

j.      Melontar jamrah sesuai ketentuan manasik dan dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi, secara beregu atau berombongan di lantai tiga yang dikhususkan untuk jemaah haji Indonesia.

Hukum melontar jamrah adalah wajib;

k.     Mempelajari dan mengenali letak setiap jamrah dengan cara melihat marka-marka yang terdapat pada papan nama  di jamarat, masing- masing:

ØØJamrah Sughra (small)  artinya kecil yang juga dikenal dengan nama Ūlā  (pertama),

ØØJamrah Wust}a (middle) artinya tengah dikenal juga dengan nama  Tsaniah,

ØØJamrah Kubra (big) artinya besar dikenal juga dengan nama Aqabah

l.      Membadalkan atau mewakilkan lontar jamrah bagi jemaah haji yang sakit/udzur ter masuk jemaah yang dirawat di rumah sakit kepada teman satu regu/rombongannya; 

m.  Mematuhi jadwal melontar dengan tertib dan penuh tawakkal pada Allah  SWT;

n.    Meninggalkan Mina menuju Makkah pada 12 Dzulhijjah setelah melon tar tiga jamrah bagi yang melaksanakan nafar awwal (rombongan pertama), dan meninggalkan Mina pada pada 13 Dzulhijjah setelah melontar tiga jamrah bagi yang melaksanakan nafar tsani

(rombongan  kedua);

o.    Menaiki bus yang disediakan oleh maktab baik untuk jemaah haji nafar awal (tanggal 12 Dzulhijjah) maupun nafar tsani (tanggal 13 Dzulhijjah) dengan tertib setelah selesai mabit di  Mina;

Selama mabit di Mina, seluruh jemaah haji dilarang:

a.     Men corat-coret atau melukis gambar pada tenda, batu, dinding jamarat, dan tempattempat lain di kawasan suci  Mina;

b.    Melempar jamarat dengan sandal atau botol minuman karena hukumnya tidak sah;

c.     Melempar jamarat dengan batu-batu besar karena dikhawatirkan mengenai atau melukai kepala jemaah lain dan hukumnya makruh;

d.    Melontar jamarat di luar waktu-waktu yang telah ditentukan oleh pemerintah Arab Saudi, walaupun dalam fiqih waktu-waktu larangan itu dikategorikan bersifat afd}al/utama;

e.    Meninggalkan kemah dalam waktu yang lama setelah selesai melontar, misalnya  kembali ke hotel tanpa berkoordinasi dengan karom, karu, atau ketua kloter.

F. Kegiatan Setelah Armuzna

1.      Masa Tunggu di Makkah

Setelah selesai melaksanakan ibadah haji, seluruh jemaah haji kembali ke hotel masing-masing di Makkah hingga tiba waktu pulang bagi jemaah haji gelombang I atau berangkat ke Madinah bagi jemaah haji gelombang II. Setelah tiba di Makkah, jemaah haji segera menyelesaikan rukun haji yaitu tawaf ifadhah dan sa’i.

Selama menunggu di Makkah, jemaah haji hendaknya:

a.     Melaksanakan shalat/i’tikaf di Masjidil Haram jika kondisi memungkinkan;

b.    Mengerjakan      umrah   jika        kondisi memungkinkan;

c.     Menjaga kesehatan sebelum jemaah haji gelombang I kembali ke tanah air dan jemaah haji gelombang II melanjutkan perjalanan ke Madinah;

d.    Mengerjakan tawaf wada’ sebelum meninggalkan Makkah,  baik jemaah haji gelombang I maupun gelombang II.

2.      Masa Tunggu di Madinah

Setelah berhaji dan menetap di Makkah, jemaah haji gelombang II diberangkatkan menuju Madinah untuk melaksanakan ziarah ke makam Rasulullah SAW dan masjid  Nabawi.

Selama di Madinah, jemaah haji dianjurkan:

a.     Melaksanakan shalat arba’in (shalat 40 waktu secara berjamaah berturut-turut di Masjid Nabawi) serta berziarah ke tempat-tempat bersejarah lainnya;

b.    Melaksanakan semua kegiatan yang sama yang telah dilakukan oleh jemaah haji gelombang I di Madinah (proses selama jemaah tinggal di Madinah dan apa yang harus mereka lakukan silakan lihat poin D Hotel 1. di Madinah).

3.      Pemulangan ke Tanah Air Jemaah Haji Gelombang II

a.     Menyimpan barang-barang berharga, seperti handphone, uang, emas, dan lain-lain di tas tentengan;

b.    Mematuhi ketentuan barang bawaan yang ditetapkan oleh pihak penerbangan;

c.     Menimbang koper besar yang dilaksanakan oleh pihak penerbangan, 2 x 24 jam sebelum jadwal take off pesawat dan langsung diangkut menuju bandara;

d.    Memeriksa semua barang yang dimiliki sebelum meninggalkan hotel agar tidak ada barang bawaan yang  tertinggal;

e.    Menerima paspor dan boarding pass dari ketua Kloter atau ketua regu/ketua rombongan delapan jam sebelum berangkat ke Bandara Internasional Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah.

Saat berangkat ke Bandara Internasional Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah, semua jemaah haji gelombang II dilarang:

f.      Membawa koper dengan berat lebih dari 32 kilogram dan tas tentengan lebih dari tujuh kilogram; kelebihan barang harus diangkut lewat kargo dengan biaya ditanggung sendiri oleh jemaah haji;

g.     Membawa tas selain yang ditetapkan oleh pihak penerbangan;

h.    Melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak penerbangan,  misalnya membawa benda-benda tajam, barang yang mudah meledak, juga air Zamzam di dalam koper.

4.      Pemulangan ke Tanah Air Jemaah Haji Gelombang I

Saat pulang, jemaah haji gelombang I

diberangkat kan dari Makkah menuju Bandara KAAIA  Jeddah.

Dalam proses pemulangan, jemaah haji dianjurkan: 

a.     Menyimpan barang-barang berharga, seperti handphone, uang, emas, dan lain-lain di tas  tentengan;

b.    Menerima paspor dan boarding pass dari ketua Kloter atau ketua regu/ketua rombongan delapan jam sebelum berangkat ke bandara;

c.     Memeriksa semua barang yang dimiliki sebelum meninggalkan hotel agar tidak ada barang bawaan yang  tertinggal.

Saat berangkat ke Bandara KAIA Jeddah, semua jemaah haji gelombang I dilarang:

a.     Membawa koper dengan berat lebih dari 32 kilogram dan tas tentengan lebih dari tujuh kilogram; kelebihan barang harus diangkut lewat kargo dengan biaya ditanggung sendiri oleh jemaah haji;

b.    Membawa tas selain yang ditetapkan oleh pihak penerbangan;

c.     Melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak penerbangan,  misalnya membawa benda-benda tajam, barang yang mudah meledak, juga air zamzam di dalam koper.

G.   Kepulangan di Bandar Udara Arab Saudi

Selama di bandara, baik jemaah haji gelombang I di Jeddah maupun gelombang II di Madinah diarahkan melakukan kegiatan sebagai berikut:

a.     Memasuki bandara lalu beristira hat di tempat yang telah disediakan;

b.    Memasuki gate atau pintu yang ditentukan tiga jam sebelum pesawat berangkat;

c.     Menyiapkan paspor dan boarding pass untuk diperiksa oleh petugas imigrasi Arab Saudi dan oleh petugas  penerbangan;

d.    Menaiki pesawat dengan tertib sesuai dengan petunjuk awak kabin dan duduk sesuai nomer kursi yang tertera dalam boardingpass;

e.    Memeriksa sekali lagi semua barang bawaan masing-ma sing agar tidak tertinggal.

H.   Selama dalam Penerbangan Pulang ke Tanah Air

Selama di dalam pesawat, jemaah haji hendaknya:

a.     Mematuhi petunjuk yang disampaikan awak kabin (pramugara/i) atau petugas kloter;

b.    Menyimpan tas tentengan di tempat yang telah disediakan di kabin;

c.     Menggunakan sabuk pengaman, duduk dengan tenang;

d.    Memperbanyak dzikir dan doa serta membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai bentuk berserah diri dan tawakkal kepada Allah;

e.    Memperhatikan tata cara menggunakan WC, berhati-hati dalam menggunakan air agar tidak tercecer di lan tai WC pesawat karena ceceran air bisa mem ba haya kan keselamatan penerbangan;

f.      Melihat petunjuk bila hendak buang air kecil/besar, misalnya duduk di atas kloset, menggunakan tisu yang tersedia untuk menyucikan diri, membasahi tisu dengan air kran. Bila masih ragu jangan segan meminta tolong kepada awak kabin atau

petugas  kloter;

g.     Bersuci dengan cara tayamum

h.    Membersihkan kloset dengan menekan tombol yang bertuliskan FLUSH setelah selesai buang air kecil/besar;

i.      Menjaga pakaian yang dikenakan tetap bersih dan suci selama buang air kecil/besar;

j.      Menyimak ceramah pembimbing tentang kemabruran haji;

k.     Menghubungi petugas kesehatan bila jemaah haji sakit.

Selama dalam penerbangan, jemaah haji dilarang:

a.     Membuat kegaduhan, berjalan hilir mudik kecuali ada keperluan;

b.    Merokok dan meng aktifkan handphone;

c.     Berwudhu di toilet pesawat.

I.      Tiba di Bandar Udara Debar ka si (Tanah Air)

Setelah tiba di bandar udara, jemaah haji diminta untuk:

a.     Memeriksakan   paspor kepada petugas imigrasi;

b.    Menaiki bus yang sudah disiapkan menuju ke asrama haji debar kasi;

c.     Menghubungi petugas kesehatan /dokter yang melayani jemaah haji di bandar udara kedatangan atau asrama haji debarkasi bila ada jemaah haji sakit. Selanjutnya jemaah akan mendapatkan perawatan atau dirujuk ke rumah sakit jika diperlukan; 

J.     Tiba di Asrama Haji Debarkasi

Setelah tiba di asrama haji debarkasi, seluruh jemaah haji melakukan:

a.     Turun dari bus dengan tertib;

b.     Mengikuti acara penyambutan kedatangan jemaah haji oleh PPIH Debarkasi;

c.     Menerima koper dan air Zamzam yang mekanismenya diatur oleh masing-masing

PPIH daerah;

d.     Menjaga barang bawaan dengan disiplin untuk menghindari musibah kehilangan dan hal-hal lain;

e.     Melapor kepada petugas penerbangan atau petugas barang ter tinggal (barcer) bila jemaah haji tidak menemukan barang bawaannya;

f.      Menjaga ketertiban bagi jemaah haji yang dijemput oleh PPIH Daerah maupun keluarganya;

g.     Melaporkan kepada petugas PPIH Daerah, bagi jemaah haji yang transit untuk diurus penginapan dan kepulangannya.

h.     Membayar biaya konsumsi selama transit karena biaya konsumsi ditanggung oleh jemaah haji.

K.    Tiba di Kampung Halaman

Sebelum tiba di rumah, seluruh jemaah haji dianjurkan:

a.     Melaksanakan sujud syu kur dan shalat dua rakaat di masjid/mushalla terdekat dari  rumah;

b.    Memintakan ampun dan mendo akan orangorang yang ikut men jemput dan menyambut sebelum masuk ke rumah karena doa orang yang baru melaksanakan ibadah haji dikabulkan Allah SWT;

c.     Melapor lalu berobat ke Puskesmas atau rumah sakit setempat bagi jemaah haji yang sakit  dalam waktu 14 hari sejak mereka datang;

d.    Melapor ke puskesmas setempat dalam waktu

14 hari, bila jemaah haji tidak sakit;

e. Meningkatkan iman, takwa, dan kepedulian sosial, dan bergabung  dengan Ikatan Persaudaraan Haji (IPHI) yang ada di daerah masing-masing sebagai upaya untuk melestarikan kemabruran ibadah haji.


[1] Al-Bukhari, S{ah{ih{ al-Bukhārī, nomor hadits: 5164.

[2] Apabila jamaah melewati Bandara KIAA Jeddah dan belum niat ihram, jemaah dapat melaksanakan niat ihram sepanjang belum keluar dari daerah Jeddah, Mustafa az-zarqa’, Fatawa

Mustafa az-zarqa’, 188. Ibn Hajar, I’anah at-Thalibin, jilid 2, hlm. 303.  

[3] Untuk mengangkut jemaah dari Arafah ke Muzdalifah, disediakan tujuh unit bus untuk setiap maktab yang mengangkut sekitar 3.000 jemaah yang dilakukan secara taraddudi atau shuttle sejak Maghrib sampai tengah malam.


BAB III - MANASIK HAJI & UMROH

A. Umrah

1.    Pengertian Umrah

Menurut bahasa, umrah berarti ziarah. Menurut istilah, umrah  berarti mengunjungi Baitullah (Ka’bah) dengan melakukan thawaf, sa’i dan bercukur demi mengharap rida Allah SWT.

2.    Hukum Umrah

Menurut Imam Syafii dan Imam Hambali, menunaikan ibadah umrah hukumnya wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Sedangkan menurut Imam Hanafi dan Imam Malik, menunaikan ibadah umrah hukumnya sunnah muakkadah.[1]

Umrah terbagi menjadi dua: umrah wajib dan umrah sunat.

a.    Umrah Wajib

  1. Umrah pertama  yang dilakukan seorang Muslim, disebut juga umratul Islam;
  2. Umrah yang dilaksanakan karena nadzar.

b.    Umrah Sunat

Umrah ini dilaksanakan setelah umrah wajib, baik untuk kali kedua dan seterusnya dan dilakukan bukan karena nadzar.

3.    Waktu Mengerjakan Umrah

Umrah dapat dilaksanakan kapan saja, kecuali ada beberapa waktu yang dianggap mak ruh melaksanakan umrah bagi jemaah haji, yaitu saat  jemaah haji wukuf di Padang Arafah pada hari Arafah, hari Nah{r (10 Dzulhijjah), dan hari-hari tasyriq.

4.    Syarat, Rukun, dan Wajib Umrah

a. Syarat Umrah:

  1. Islam
  2. Baligh (dewasa)
  3. Aqil (berakal sehat)
  4. Merdeka (bukan hamba sahaya)
  5. Istit}a’ah (mampu) 

Bila tidak terpenuhi syarat ini, gugurlah kewajiban se se orang untuk berumrah. 

b. Rukun Umrah:

  1. Ihram (niat)
  2. Thawaf
  3. Sa’i
  4. Cukur
  5. Tertib (melaksanakan rukun umrah secara berurutan, yakni mulai dari ihram, thawaf, sa’i lalu bercukur) 

Rukun umrah tidak dapat diting galkan. Bila salah satu rukun itu tidak terpenuhi, umrah seseorang tidak  sah.

c. Wajib Umrah

Wajib umrah adalah berihram dari mīqāt. Bila kewajiban ini dilanggar, ibadah umrah seseorang  tetap sah tapi dia harus membayar dam. 

d.  Mīqāt Makānī

Miqat makani untuk umrah je maah haji Indonesia bergantung   pada gelombang berapa jemaah itu  berangkat.

  1. Jemaah haji gelombang I yang mendarat di Madinah mengambil miqat di Bir Ali (Zulhulaifah).
  2. Jemaah haji gelombang II bisa mengambil miqat:

a)      Di asrama haji embarkasi, atau

b)      Di dalam pesawat ketika pesawat melintas sebelum atau di atas Yalamlam/Qarn al-

Manazil, atau

c)       Bandar Udara King Abdul Aziz (KAIA)

Jeddah

3)      Jemaah haji yang sudah berada/ mukim di Makkah mengambil miqat di Ji’ranah, Tan’im, Hu dai biyah, dan tanah halal lainnya.

5.    Tah{allul umrah

Tahallul umrah adalah keadaan sese{    orang setelah  melaksanakan semua rukun umrah dan karena itu dihalalkan (diboleh kan) melakukan perbuatan yang sebe lumnya dilarang selama ber-ihram um rah.

6.    Hukum Umrah Sunah Berulangkali Saat Haji

Menurut Imam Malik dan Ibn Taimiyah, makruh umrah lebih satu kali dalam setahun. Sekalipun Imam Syafi’i dan Imam Hanbali berpendapat boleh, namun Imam Hanbali mensyaratkan minimal jeda sepuluh hari dari umrah sebelumnya. Sementara Ibn Abbas, Atha’ dan Thawus berpendapat bagi orang yang sudah mukim di Makkah (minimal empat hari), lebih utama melaksanakan tawaf sunah ketimbang umrah sunnah  berulangkali. [2]

B. Haji

1.    Pengertian Haji

Haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan amalan-amal an, antara lain: wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, thawaf di Ka’bah, sa’i, dan amalan lainnya pada masa tertentu demi memenuhi panggilan Allah SWT dan mengharapkan ridla-Nya semata.

2.    Hukum Haji

Ibadah haji adalah wajib bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat. Ibadah haji diwajibkan hanya sekali seumur hidup. Hukum haji kedua dan seterusnya adalah sunat. Tapi, bagi mereka yang bernadzar haji, hukum haji itu menjadi wajib akibat nadzar.

3.    Waktu Mengerjakan Haji

Ibadah haji        dilaksanakan      pada      bulan    haji (Dzulhijjah), tepatnya ketika waktu wukuf di Arafah tiba (9 Dzulhijjah), hari Nah{r (10 Dzulhijjah), dan harihari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

4.    Syarat, Rukun, dan Wajib Haji

a. Syarat haji adalah:

1)         Islam

2)         Baligh (dewasa)

3)         Aqil (berakal sehat)

4)         Merdeka (bukan hamba sahaya) 5) Istit}a’ah (mampu).

Istit}a’ah berarti seseorang mampu melaksanakan ibadah haji ditin jau dari segi:

a)      Jasmani:

Sehat,    kuat,      dan        sanggup              secara   fisik melaksanakan ibadah haji.

b)      Rohani:

1.      Mengetahui dan memaha mi manasik haji.

2.      Berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk me laksanakan ibadah haji de ngan perjalanan yang jauh.

c)       Ekonomi:

1.      Mampu membayar Biaya Perjalanan

Ibadah Haji (BPIH) yang ditentu kan oleh pemerintah dan ber asal dari usaha/ harta yang halal.

2.      Biaya haji yang dibayarkan bukan berasal dari sa tu-satunya sumber kehidupan yang apabila sumber kehidupan itu dijual terjadi kemudlarat an bagi diri  dan keluar ga nya.

3.      Memiliki biaya hidup bagi ke luarga yang ditinggal kan.

d)      Keamanan:

1.      Aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji.

2.      Aman bagi keluarga dan harta benda serta tugas dan tanggung jawab yang di tinggalkan.

3.      Tidak terhalang, misalnya mendapat kesempatan atau izin perjalanan  haji termasuk menda  patkan kuota tahun ber jalan, atau tidak mengalami  pencekalan. 

b.    Rukun haji

Rukun haji adalah rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji dan tidak dapat diganti dengan amalan lain, walaupun dengan dam. Jika rukun ini diting gal kan, ibadah haji seseorang tidak sah.

Rukun haji adalah :

  1. Ihram (niat)
  2. Wukuf di Arafah
  3. Thawaf ifad}ah
  4. Sa’I
  5. Tahallul 
  6. Tertib

c.     Wajib haji

Wajib haji adalah rangkaian amalan yang harus dikerjakan dalam ibadah haji yang bila salah satu amalan itu tidak dikerjakan ibadah haji seseorang tetap sah tapi dia harus membayar dam. Jika seseorang sengaja meninggalkan salah satu rangkaian amalan itu tanpa adanya uzur syar’i, ia berdosa. Wajib haji adalah:

  1. Ihram, yakni niat berhaji dari mīqāt;
  2. Mabit di Muzdalifah;
  3. Mabit di Mina;
  4. Melontar Jamrah Ulā, Wust}a dan Aqabah;
  5. Thawaf wada’ (bagi yang akan meninggalkan Makkah). 

5. Macam-macam Pelaksanaan Haji

Berdasarkan pelaksanaan, ibadah haji dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 

a. Haji ifrād

Kata ifrād berarti menyendirikan. Artinya, seseorang melaksanakan ibadah haji saja tanpa melaksanakan umrah. Orang yang melaksanakan haji jenis ini tidak dikenakan dam dan dapat dilaksanakan dengan cara, yaitu: 

  • Melaksanakan haji saja (tanpa melaksanakan umrah);
  • Melaksanakan haji dulu, lalu melaksanakan umrah setelah selesai berhaji.
  • Selain kedua cara tersebut, haji  ifrad juga bisa dilakukan dengan dua acara yang lain. 

b. Haji qirān

Kata qirān berarti berteman atau bersamaan. Maksudnya, orang melaksanakan haji dan umrah secara bersamaan dengan sekali niat untuk dua pekerjaan, tetapi diharuskan membayar dam 

c. Haji tamattu’

          Kata      tamattu’      berarti      bersenang-senang.

Maksudnya, orang melaksanakan umrah terlebih dahulu pada bulan-bulan haji, lalu ber-tah}allul, kemudian berih}rām haji dari Makkah atau sekitarnya pada 8 Dzulh}ijjah (hari Tarwiyah) atau 9 Dzulh}ijjah tanpa harus kembali lagi dari miqat semula. Selama jeda waktu tah}allul itu, dia bisa bersenang-senang karena tidak dalam keadaan ih}rām dan tidak terkena larangan ih}rām tapi dikenakan dam.

C. Miqat

Ada dua jenis miqat, miqat zamani dan miqat makani. Miqat zamani adalah batas waktu melaksanakan haji. Menurut jumhur ulama’, miqat zamani dimulai sejak 1 Syawwal sampai terbit fajar 10 Dzulhijjah. Miqat makani adalah batas tempat untuk memulai ihram haji atau umrah.

Tempat berihram haji atau umrah adalah sejumlah tempat yang ditentukan sebagai miqat, sebagaimana sabda Nabi :

Artinya:

Dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Ra su lullah SAW. Menetapkan miqat bagi penduduk Madinah adalah Zulhulaifah, bagi penduduk Syam adalah Ju’fah, bagi pen duduk Najd adalah Qarnul Manazil, dan bagi penduduk Yaman adalah Yalamlam”. Nabi bersabda, “Itu lah miqat bagi mereka dan bagi siapa saja yang datang di sana yang bukan penduduknya yang ingin haji dan umrah, bagi yang lebih dekat dari itu (dalam garis miqat), maka dia (melaksanakan) ih}rām dari kampungnya, se hing ga penduduk Makkah ih}rāmnya dari Makkah.[4] (HR. Muslim dari Ibnu ‘Abbas RA).

Adapun miqat jemaah haji Indonesia sebagai berikut :

1.      Miqat makani jemaah haji gelombang I yang datang dari Madinah adalah Zulhulaifah (Abyar Ali).

2.      Miqat makani jemaah haji gelombang II yang turun di Jeddah adalah :

a) Asrama haji embarkasi di tanah air.

Menurut jumhur ulama, berih}rām sebelum miqat mans}us} (yang ditentukan) adalah sah, berdasar hadis riwayat Umi Salamah:

 

Artinya:

Dari Ummu Salamah RA Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang berih}rām haji atau umrah dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang dan pasti mendapat surga.”[5] (HR.  Al- Baihaqi dari Ummi Salamah RA).

Berihram sebelum miqat, menurut Abu Hanifah lebih afdhal.[6] Hanya saja penting diperhatikan bahwa bagi jemaah haji yang memulai ihram dari asrama haji embarkasi harus menjaga larangan ihram sejak niat ihram, selama dalam perjalanan (penerbangan lebih kurang 8-11 jam), hingga tahallul.

b)       Di dalam pesawat, sesaat sebelum pesawat berada pada posisi sejajar dengan Qarnul manazil atau Yalamlam. Namun, mengingat pesawat bergerak dengan kecepatan lebih dari 800 km/jam, atau lebih dari 1 km/detik, jemaah haji hendaknya segera melaksanakan niat ihram setelah kru pesawat menyampaikan pengumuman bahwa pesawat mendekati posisi miqat.

c)       Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Bandara ini dijadikan miqat setelah Mejelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada 28 Maret 1980 tentang keabsahan Bandara Jeddah dijadikan miqat lalu fatwa tersebut dikukuhkan kembali pada 19 September 1981. Hanya saja, karena sejak 2018 pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan percepatan masa keberadaan jemaah haji di bandara (fast track) sehingga mereka tak bisa lagi berlama-lama di bandara, jemaah haji kini sudah harus mengenakan pakaian ihram sejak dari asrama haji embarkasi karena mereka sudah tidak bisa lagi mandi sunat ihram, berganti pakaian ihram dan shalat sunah ihram di bandara Jeddah.

D. Ihram

Kata Ihram berasal dari kata  احرم – يحرم – احراما, yang berarti mengharamkan. Dalam kontek haji dan umrah, ih}rām berarti, الدخول فى الحرمة (masuk dalam keharaman). Sedangkan menurut istilah, ih}rām نية الدخول فى الحج او العمرة artinya niat masuk (mengerjakan) ibadah haji atau umrah dengan mengharamkan hal-hal yang dilarang selama berih}rām. Dengan mengucapkan niat ihram haji atau umrah, seseorang berarti telah mulai melaksanakan haji atau umrah.

1.    Sunah-Sunah ihram

Sebelum berihram, jemaah haji disunahkan :

a.     Mandi;

b.    Memakai wangi-wangian pada tubuhnya;

c.     Memotong kuku dan merapikan jenggot, rambut ketiak dan rambut kemaluan;

d.    Memakai kain ih}ram yang berwarna putih;

e.    Shalat sunnah ihram dua raka’at.

2.    Pakaian Ihram

Jemaah pria memakai dua helai kain ihram. Satu kain disarungkan dan satu kain lainnya diselendangkan di kedua bahu dengan menutup aurat. Saat ia tawaf, disunahkan memakai kain ihram dengan cara idhtiba’, yaitu meletakkan bagian tengah selendang di bawah bahu kanan, sedangkan kedua ujungnya di atas bahu  kiri.

Contoh Berpakaian Ihram Laki-Laki Selain  Waktu  Thawaf

Contoh Berpakaian Ihram Laki-Laki pada  Waktu  Thawaf

Jemaah perempuan memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan kedua tangan dari pergelangan tangan sampai ujung jari (kaff ain), baik telapak tangan  maupun punggung  tangan.

Contoh Berpakaian Ihram Perempuan

3. Larangan Ihram

Selama dalam keadaan ihram, seorang jemaah haji wajib menjaga dirinya agar tidak melanggar satu pun larangan ihram yang terdiri atas: a. Laki-laki dilarang:

1)      Memakai pakaian bertangkup (pakaian yang antar ujung kain disatukan secara permanen seperti celana atau baju)

2)      Memakai kaos kaki atau sepatu yang menutupi mata kaki dan tumit;

3)      Menutup kepala yang melekat seperti  topi atau peci dan sorban.

b.    Perempuan dilarang:

1)         Menutup kedua telapak tangan dengan kaos tangan;

2)         Menutup muka dengan cadar.

c.     Selama berihram baik laki-laki maupun perempuan  dilarang:

1)         Memakai wangi-wangian kecuali yang sudah dipakai di badan sebelum niat haji/umrah;

2)         Memotong kuku dan mencukur atau mencabut rambut dan bulu badan;

3)         Memburu dan menganiaya/ membunuh binatang dengan cara apa pun, kecuali binatang yang membahayakan mereka;

4)         Memakan hasil buruan;

5)         Memotong        kayu-kayuan      dan        mencabut rumput;

6)         Menikah, menikahkan atau meminang perempuan untuk dinikahi;

7)         Bersetubuh dan pendahuluannya seperti bercumbu, mencium, merayu yang

mendatangkan syahwat;

8)         Mencaci, bertengkar atau mengucapkan katakata kotor;

9)         Melakukan kejahatan dan maksiat;

10)      Memakai pakaian yang dicelup dengan bahan yang wangi.

4.    Hal-hal yang diperbolehkan ketika ihram

Dalam kondisi ihram, jemaah diperbolehkan :

a.     Membunuh binatang buas atau yang membayakan, misalnya kalajengking, tikus, ular, anjing buas, gagak, nyamuk, lalat;

b.    Mandi; [7]

c.     Menyikat gigi;

d.    Berbekam;

e.    Memakai minyak angin, balsem, yang dimaksudkan untuk pengobatan;

f.      Memakai kacamata, jam tangan, cincin, ikat pinggang;

g.     Bernaung di bawah payung, mobil, tenda dan pohon;

h.    Membuka tangan dan kaki bagi wanita ketika berwudhu di tempat wudhu perempuan;

i.      Mencuci dan mengganti kain ihram;

j.      Menggaruk kepala dan badan;

k.     Menyembelih binatang ternak yang jinak dan binatang buruan laut;

l.      Memakai perhiasan bagi wanita. 

5.    Ihram Isytirath

Ihram isytirath adalah ihram yang disertai dengan persyaratan. Hal ini dilakukan bila seseorang khawatir dia bakal terhalang oleh suatu masyaqqah (kesulitan) seperti sakit atau halangan lain saat melaksanakan ibadah haji atau umrah. Karena itu, seyogyanya seorang jemaah haji risti, lansia  dan sakit melakukan ihram isytirat. Terlebih bagi jamaah sakit yang akan dievakuasi masuk ke Mekkah dan jemaah haji peserta safari wukuf saat ia berniat ihram sebelum menuju Arafah. Niat isytirat dilakukan dengan menambah kalimat isytirath setelah ia melafalkan niat ihram, sebagai berikut: .فَ يِإنْ حَبسََ يِنْ حَابيِسٌ الَلّٰهُمَّ فَمَ يِحلِّيْ حَيثُْ حَبسََ يِنْ

Artinya:

Jika aku terhalang oleh sesuatu, ya Allah, maka aku akan bertah }allul di tempat aku terhalang itu.

6.    Tabdilun Niyat Atau Mengganti Niat

Tabdilun niyat adalah mengubah niat dari ihram haji menjadi niat ihram umrah atau sebaliknya. Hal ini dibolehkan jika:

a.     Jemaah terbentur halangan akibat perawatan kesehatan; misalnya sejak awal seorang jemaah berniat haji ifrad tapi karena kondisi kesehatannya menuntutnya segera mengakhiri ihram, dia dibolehkan mengubah niat ihram menjadi niat umrah dan jenis haji yang dia laksanakan berubah jadi haji tamattu’;

b.    Jemaah terbentur halangan syar’i seperti haidh. Misalnya seorang jemaah perempuan berniat ihram umrah dari miqat tapi sesampai di Mekkah dia tidak bisa menyelesaikan umrahnya karena belum suci, sementara waktu wukuf sudah tiba,  dalam kondisi ini dia bisa mengubah niat ihram umrahnya menjadi niat haji qiran.

Jemaah haji yang melakukan perubahan niat dikenakan dam dengan menyembelih seekor  kambing.

E. Talbiyah

1.      Pengertian Talbiyah

Talbiyah menurut bahasa artinya pemenuhan, jawaban, pengabulan terhadap sebuah panggilan dengan niat dan ikhlas. Menurut istilah, talbiyah berarti ungkapan kalimat yang diucapkan untuk memenuhi panggilan Allah SWT dalam keadaan ihrām } haji atau  umrah.

2.      Hukum Membaca Talbiyah

Menurut Imam Abu Hanifah, hukum membaca talbiyah adalah syarat sah ih}rām. Menurut Imam Maliki, hukum membaca talbiyah wajib. Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, hukum membaca talbiyah adalah sunat.

3.      Waktu Membaca Talbiyah

Talbiyah mulai dibaca setelah niat ih}rām dari miqat, baik ihram haji maupun ihram umrah. Waktu berakhirnya bacaan talbiyah adalah:

a.     Ketika orang yang berumrah hendak memulai tawaf bagi jemaah yang melakukan umrah;

b.    Ketika orang yang berhaji telah selesai melontar Jamrah Aqabah tanggal 10 Dzulhijjah bagi jemaah yang melaksanakan haji, lalu mengganti talbiyah dengan bacaan takbir.

4.      Bacaan Talbiyah

Jemaah laki-laki membaca talbiyah dengan suara keras, sedangkan perempuan membaca talbiyah dengan suara pelan. Bacaan talbiyah adalah sebagai  berikut : a. Talbiyah

لََّيكَْ الَلّٰهُمَّ لََّيكَْ،  لََّيكَْ لَ يِشَيكَْ لكََ لََّيكَْ،  يِإنَّ الْمَْدَ وَالنِّيعْمَةَ لكََ وَالمُْلكَْ، لَ يِشَيكَْ لكََ. [8]

Artinya:

Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya

Allah, aku datang memenuhi panggilanMu, aku datang memenuhi panggilan- Mu, tidak ada seku  tu bagi-Mu, aku datang meme nuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya se ga la puji, kemuliaan dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.

b.    Shalawat

الَلّٰهُمَّ صَلِّي وسََلمِّيْ عََ سَييِ دْناَ مُمََّدٍ وَعََ اٰ يِل سَيِّي يِدناَ مُمََّدٍ.

Artinya:

Ya Allah limpahkan rahmat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya.

c.     Doa setelah shalawat

الَلّٰهُمَّ يِإناَّ نسَْألَكَُ يِرضَاكَ وَالْنََّةَ وَنَعُوذُْ بيِكَ يِمنْ سَخَ يِطكَ وَالنَّ يِار، رَبَّنَا آتيِناَ يِف الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ يِف الْ يِخرَ يِة حَسَنَةً وَ يِقنَا عَذَابَ النَّ يِار.

Artinya:

Ya Allah, sesungguhnya kami me mohon keridhaan-Mu dan surga-Mu, kami berlindung kepada-Mu dari kemurkaanMu dan siksa neraka. Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan hindar kanlah kami dari siksa ne raka.

F. Tawaf

1.      Pengertian

T}awāf menurut bahasa berarti mengeli lingi. Sedangkan              menurut               istilah    berarti mengelilingi Baitullah sebanyak tujuh kali putaran dengan posisi Ka’bah berada di sebelah kiri, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad.

2.      Syarat sah thawaf

a.     Suci dari hadas dan najis;

b.    Menutup aurat;

c.     Berada di dalam Masjidil Haram termasuk di area perluasan pada lantai dua, tiga, atau empat, meskipun dengan posisi melebihi ketinggian Ka’bah dan terhalang antara dirinya dengan Ka’bah;

d.    Memulai dari Hajar Aswad;

e.    Ka’bah berada di sebelah kiri;

f.      Di luar Ka’bah (tidak di da lam Hijir Ismail);

g.     Mengelilingi        Ka’bah seba nyak           tujuh     kali putaran;

h.    Niat tersendiri, jika tha waf yang dia lakukan berdiri sendiri, tidak terkait dengan haji dan umrah.

3.      Sunah-Sunah Tawaf

a.     Memegang Hajar Aswad, menciumnya, serta meletakkan jidat di atasnya pada awal t}awāf. Namun semua sunah ini tidak dianjurkan bagi perempuan kecuali jika tempat t}awāf lengang. Jika tidak memungkinkan, cukup semua itu dilakukan dengan isyarah melalui tangan  kanan.

b.    Membaca doa ma’tsur pada saat memulai t }awāf setelah istilām sambil mengangkat  tangan:

c.     Melakukan ramal (berjalan cepat) bukan berlari bagi kaum lelaki dan tidak membuat lompatan pada putaran pertama sampai ketiga, dan berjalan biasa pada putaran selanjutnya;

d.    Melakukan idhthiba’ bagi laki-laki, yaitu meletakkan bagian tengah selendang di bawah bahu kanan, sedangkan kedua ujungnya diletakkan di atas bahu kiri, sehingga bahu kanan terbuka dan bahu kiri tertutup;

e.    Mendekat pada Ka’bah bagi kaum laki-laki jika sekeliling Ka’bah tidak dalam kondisi penuh sesak dan membuatnya menderita, sedangkan bagi kaum perempuan disunnahkan menjauh dari Ka’bah;

f.      Berjalan kaki bagi yang mampu; bagi yang tidak mampu dapat menggunakan kursi roda atau skuter matik;

g.     Mengusap rukun Yamani.

4.      Macam-Macam Tawaf

Tawaf ada lima macam yaitu tawaf rukun, tawaf qudum, tawaf sunat, dan tawaf wada’ dan tawaf  nadzar. a. Tawaf rukun

Tawaf rukun ada dua, yaitu tawaf rukun haji yang disebut tawaf ifadhah atau tawaf ziyarah, dan tawaf rukun umrah.

b. Tawaf Qudum

Tawaf qudum merupakan penghormatan kepada Baitullah. Bagi jemaah yang melakukan haji ifrad atau qiran, hukum tawaf qudum adalah sunat, dilaksanakan di hari pertama kedatangannya di Mekkah. Bagi jemaah haji yg melakukan haji tamattu tidak disunahkan melakukan tawaf qudum karena tawaf qudum yang ia lakukan sudah termasuk di dalam tawaf umrah. c. Tawaf sunat

Tawaf sunat adalah tawaf yang dikerjakan dalam setiap kesempatan masuk ke Masjidil Haram dan tidak diikuti dengan sa’i.

d. Tawaf wada’

Tawaf wada’ merupakan penghormatan akhir kepada baitullah. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan kebanyakan ulama, hukum tawaf wada’ adalah wajib bagi jamaah haji yang akan meninggalkan Makkah. Jemaah yang meninggalkan tawaf wada’ dikenakan dam satu ekor kambing berdasarkan hadis Riwayat Bukhari Muslim bahwa Nabi SAW memberikan rukhs}ah (keringanan) kepada perempuan yang haid untuk tidak t}awāf wada’.

Berdasar hadist ini disimpulkan bahwa hukum t}awāf wada’ adalah wajib sebab rukhs}ah hanya berlaku dalam hal yang wajib. [9]  Perempuan yang haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan tawaf wada’. Penghormatan kepada Baitullah cukup dilakukan dengan berdoa di depan pintu gerbang

Masjid  al-h arām.  }

Menurut pendapat Imam Malik, Dawud, dan Ibnu Mundzir, hukum tawaf wada’ adalah sunah. Seseorang yang tidak mengerjakan tawaf wada’  tidak diharuskan membayar dam. [10] Menurut Imam Malik, orang sakit atau użur dapat mengikuti pendapat ini. [11]e. T}awāf nazar t}awāf nazar hukumnya wajib dikerjakan dan

waktunya kapan saja.

5. Tawaf Bagi Jemaah Uzur

Jemaah uzur atau sakit dapat melakukan tawaf dengan kursi roda di lantai satu, lantai dua, atau lantai empat. Kursi roda bisa dibawa sendiri oleh jemaah atau menyewanya berikut biaya jasa pendorong. Jemaah uzur atau sakit juga dapat melakukan tawaf dan sa’i dengan menggunakan ‘arabah kahrubaaiyyah (skuter matik) roda empat bertenaga baterai. Penggunaan fasilitas ini dilakukan dengan cara menyewa dan disediakan. Fasilitas ini disediakan secara khusus di lantai tiga mezzanine.

Tidak ada perbedaan di kalangan para ahli fikih tentang diperbolehkannya jemaah udzur, lansia atau sakit, melakukan tawaf dengan menggunakan kursi roda atau skuter. Ibnu Qudamah mengatakan  ل نعلم بين ٱهل العلم خلافا ف صحة طواف الراكب

إذا كان له عذر

Artinya;

Aku tidak mengetahui adanya khilaf di antara para ahli ilmu mengenai sahnya thowaf dengan berkendara, di kala ada  udzur. [12]

Menurut Syafi’iyah, tawaf dengan berjalan kaki hukumnya sunnah. [13] Namun, bagi jemaah yang tidak dalam kondisi uzur, para ulama’ berbeda pendapat. Ada yang tidak membolehkan tawaf dengan kendaraan dengan alasan hukum yang berlaku dalam tawaf sama dengan yang berlaku dalam salat. Kalangan Malikiyah dan Hanifiyah membolehkannya namun harus membayar dam karena berjalan kaki saat tawaf adalah wajib. Ada pula ulama yang membolehkan tawaf menggunakan kendaraan, antara lain diungkapkan oleh Imam Ibn Mundzir, dengan alasan Nabi sendiri pernah melaksanakan tawaf dengan mengendarai unta. Tawaf berkendaraan ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw ketika haji wada’. sebagaimana hadist  berikut :

عن ابن عباس رضى الله عنه قال طاف النبى صلى الله عليه وسلم ف حجة الوداع ع بعير يستلم

الركن بمحجن

Artinya :

Dari Ibnu Abbas Ra berkata: Rasulullah Saw tawaf pada waktu haji wada’ dengan mengendarai         unta      sambil   menyalami rukun Yamani dengan tongkat. [14] (HR. AlBukhari dari Ibnu Abbas ra.)

G. Sa’i

1.    Pengertian

Sa’i menurut bahasa artinya ‘’berjalan’’ atau ‘’berusaha’’. Menurut istilah, sa’i berarti berjalan dari s} afa ke Marwah, bolak-balik sebanyak tujuh kali yang dimulai dari s}afa dan berakhir di Marwah, dengan syarat dan cara-cara tertentu.

2.    Hukum Sa’i

Menurut Imam Syafi’i, Maliki, dan Hanbali, sa’i adalah salah satu rukun haji dan umrah yang harus dikerjakan oleh jemaah haji; jika seseorang tidak mengerjakan sa’i maka ibadah haji dan umrahnya tidak sah. Sedangkan menurut Imam Hanafi, sa’i adalah salah satu wajib haji yang harus dikerjakan oleh jemaah haji; jika seseorang tidak mengerjakannya ia harus membayar dam. Menurut Ibn Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Ibn Abbas, Ibn Zuhair dan Ibn Sirrin, sa’i itu hukumnya sunnah, dan tidak ada dam bagi yang meninggalkan.[15]

3.    Syarat Sa’i

a.     Didahului dengan thawaf;

b.    Dimulai dari bukit s}afa dan berakhir di bukit

Marwah;

c.     Menyempurnakan tu juh kali perjalanan dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan sebaliknya dihitung satu kali perjalanan;

d.    Dilaksanakan di tempat Sa’i.

4.    Sunah Sa’i

a.     Setelah mendekati bukit s}afa membaca:

b.    Berjalan biasa di antara s}afa dan Marwah, kecuali di sepanjang lampu hijau, jemaah laki-laki disunatkan berjalan cepat (berlarilari kecil); jemaah haji perempuan tidak disunahkan lari-lari kecil;

c.     Saat naik ke bukit s}afa menghadap Kiblat dan membaca :

d.    Dalam perjalanan antara s}afa dan Marwah jemaah berzikir kepada Allah atau membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan berdoa untuk keselamatan dunia dan akhirat;

e.    Mengerjakan      sa’i        secara   berturut-turut (muwalat) tanpa berhenti kecuali ada uzur.

5.    Sai Bagi jemaah Udzur

Bagi orang yang sehat, kuat dan mampu berjalan, sebaiknya sa’i dilakukan dengan berjalan kaki, sedangkan bagi yang udzur disebabkan lemah atau sakit, boleh dilakukan dengan digendong, menggunakan kursi roda atau naik skuter matik.[16] Sa’i boleh naik kendaraan berdasarkan hadits sebagai  berikut.

عن جابر بن عبدالله يقول طَافَ النَّ يِبُّ صَلىَّ اللهُ عَليَ يِهْ وسََلَّمَ ف حجة الوداع  عََ رَ يِاحل يِتَ يِه، بيِالَْي يِتْ، وَباالصَّفَا   وَالمَْرْوَ يِة  ليِيَرَاهُ النَّاسُ، وَ يِلي يِشُْفَ ، يِليسَْألَوُهُ، فَ يِإنَّ النَّاسَ غَشُوهُ                                                   

Artinya;

Dari Jabir bin ‘Abdullah ra. berkata; Nabi Saw ketika tawaf pada haji wada’ dengan menaiki tunggangannya , dan juga ketika sa’i di Safa dan Marwah, orang ramai melihatnya dan beliau dapat menyelia untuk mereka bertanya kepada beliau, maka sesungguhnya orang ramai mengerumuni beliau.[17] (HR.Muslim dari

Jabir ra.).

Apabila seseorang tanpa udzur melakukan sa’i dengan naik kendaraan maka hukumnya diperbolehkan dan tidak makruh, hanya saja ini menyelisihi yang lebih utama dan tidak ada kewajiban membayar dam atasnya.[18]

6. Ketentuan Lain

Selain itu, ada beberapa ketentuan terkait dengan sa’i sebagai berikut :

a.     Menurut jumhur ulama’, dalam sa’i tidak dipersyaratkan seseorang harus suci dari hadas besar dan hadas kecil;

b.    Sa’i  dikerjakan setelah tawaf ifadhah dan tawaf umrah;

c.     Bagi jemaah yang melaksanakan haji ifrad dan qiran tidak perlu melakukan sa’i lagi ketika melakukan tawaf ifadhah jika  ia telah melaksanakan sa’i setelah tawaf qudum;

d.    Tidak ada sa’i sunat

H. Wukuf

1. Pengertian

Menurut bahasa wukuf berarti berhenti. Menurut istilah, wukuf artinya berhenti atau berdiam diri di Arafah dalam keadaan ih}rām walau sejenak dalam waktu antara tergelincir Matahari pada 9 Dzulhijjah (hari Arafah) sampai terbit fajar hari nahar 10 Dzulhijjah.  Wukuf di Arafah termasuk salah satu rukun haji. Jemaah yang tidak mengerjakan wukuf di Arafah berarti tidak mengerjakan haji sesuai sabda Nabi  SAW:  الج عرفة فمن جاء ليلة جمع قبل طلوع الفجر فقد

ادرك الج

Artinya :

Haji itu hadir di Arafah. Barangsiapa yang datang pada malam hari jam’in (10 Dzulhijjah sebelum terbit fajar) maka sesungguhnya ia masih mendapatkan haji[19] (HR. At-Tirmidzi dari Abdurrahman bin Ya’mar RA).

2. Ketentuan Pelaksaan Wukuf

Wukuf dilakukan setelah khutbah wukuf dan shalat jamak qashar taqdim Zuhur dan Ashar. Wukuf dilakukan dalam suasana tenang, khusyu’ dan tawadhu’ kepada Allah. Wukuf dapat dilaksanakan secara berjamaah atau sendiri-sendiri. Selama wukuf, jemaah memperbanyak dzikir, istighfar, shalawat dan doa sesuai sunnah Rasulullah SAW. Dalam melaksanakan wukuf seseorang tidak dipersyaratkan suci dari hadas besar maupun kecil. Karena itu, perempuan yang sedang haidh atau nifas boleh melaksanakan wukuf. Jemaah haji yang sakit dan berada dalam perawatan di rumah sakit atau KKHI dan memungkinkan dibawa ke Arafah bisa melaksanakan wukuf lewat proses safari  wukuf.

I.   Mabit

Menurut bahasa, mabit berarti bermalam. Menurut istilah, mabit berarti bermalam di Muzdalifah dan bermalam di Mina untuk memenuhi ketentuan manasik haji. 

1.    Mabit di Muzdalifah

Mabit di Muzdalifah adalah bermalam atau beristirahat di Muzdalifah pada 10 Dzulhijjah setelah wukuf di Arafah dan hukumnya wajib. Mabit di Muzdalifah dianggap sah bila jemaah berada di Muzdalifah melewati tengah malam, walau ia hanya mabit sesaat. Pada saat mabit hendaknya seseorang banyak membaca talbiyah, dzikir, istighfar, berdoa atau membaca al-Qur’an. Beberapa hal yang terkait hukum mabit di Muzdalifah :

a.     Menurut sebagian besar ulama’, hukum mabit di Muzdalifah adalah wajib.

b.    Sebagian ulama’ lain menyatakan sunat.

c.     Jemaah haji yang tidak mabit karena uzur syar’i seperti sakit, mengurus orang sakit, tersesat jalan dan lain sebagainya, tidak diwajibkan membayar dam.

2.    Mabit di Mina

Mabit di Mina adalah bermalam pada malam hari tanggal 11 sampai  12 Dzulhijjah bagi nafar awal dan bermalam pada malam hari tanggal 11 sampai 13 Dzulhijjah bagi nafar tsani. Hukum mabit di Mina adalah wajib. Beberapa hal terkait dengan ketentuan mabit di Mina:

a.     Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ibnu Hanbal, hukum mabit di Mina adalah wajib. Jemaah haji yang tidak mabit selama satu malam wajib membayar satu mud. Jemaah yang tidak mabit dua malam wajib membayar dua mud. Sedangkan jemaah yang tidak mabit di Mina selama tiga malam wajib membayar dam dengan menyembelih seekor kambing.

b.    Menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan pendapat baru (qaul jadid) Imam Syafi’i, hukum  mabit di Mina sunat. Bagi jemaah haji yang tidak mabit di Mina tidak diwajibkan membayar dam.

c.     Mabit di Mina dinyatakan sah bila jemaah haji berada di Mina lebih dari separuh malam. Namun, sebagian ulama’ berpendapat bahwa mabit di Mina sah bila jemaah sempat hadir di Mina sebelum terbit fajar yang kedua

(fajar  shadiq). [20]

d.    Tempat mabit bagi sebagian besar jamaah haji Indonesa adalah Harratul Lisan. Sejak 1984 pemerintah Arab Saudi terus memperluas kawasan Mina hingga sejak 2001 sebagian jemaah haji mendapatkan perkemahan perluasan mina atau disebut tausi’atu mina. Hal ini dilakukan mengingat wilayah Mina terbatas, sedangkan jumlah jemaah haji semakin bertambah.

e.    Mabit di perluasan Mina (tausi’atu Mina) adalah sah. Hal ini diputuskan dalam Mudzakarah ulama’ Indonesia tentang ‘’Mabit di Luar Kawasan Mina’’ pada 10 Januari 2001 di Jakarta yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Selain itu, mufti besar

Kerajaan Arab Saudi Syaikh Bin Baz dan Syaikh ‘Utsaimin juga memberikan fatwa bahwa mabit di perluasan Mina adalah sah. [21]

J.   Melontar Jamrah

Melontar jamrah adalah melontar batu kerikil ke arah jamrah Sughra, Wustha dan Kubra dengan niat mengenai objek jamrah (marma) dan kerikil masuk ke dalam lubang marma. Melontar jamrah dilakukan pada hari nahar dan hari tasyrik.

1.    Hukum Melontar

Hukum melontar jamrah adalah wajib; bila seseorang tidak melaksanakannya dikenakan dam/ fi dyah

2.    Tata Cara Melontar

a.     Kerikil mengenai marma dan masuk lubang;

b.    Melontar dengan kerikil satu per satu. Melontar dengan tujuh kerikil sekaligus dihitung satu lontaran;

c.     Melontar jamarat dengan urutan yang benar, mulai jamrah Sughra, Wustha dan Kubra.

3.    Waktu Melontar

a.     Melontar Jamrah Aqa bah dilakukan pada 10 Dzulhijjah dimulai sejak lewat tengah malam dan lebih afdhol dilakukan setelah Matahari terbit. Namun, mengingat pa datnya jemaah haji yang me lontar pada waktu itu, di anjurkan melontar dilakukan mulai siang hari.

b.    Waktu melontar pada hari Tasyriq tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah menurut jumhur ulama dimulai setelah tergelincir Ma tahari. Namun, Imam Rafi’i dan Imam Isnawi dalam mazhab

Syafi’i membolehkan melontar sebelum Matahari tergelincir (qabla zawāl), yang dimulai sejak terbit fajar. Pen dapat ter sebut dapat diamal kan meski pun sebagian ulama menilai d}a’īf/lemah (Keputusan Muktamar ke- 29 NU 4 De sem ber 1994).

c.     Untuk keamanan, keselamatan, kenyamanan dan ketertiban dalam melontar jamrah, pemerintah Arab Saudi telah mengatur jadwal waktu melontar bagi jamaah haji setiap negara. Jemaah haji harus mengikuti ketentuan jadwal tersebut dan menghindari waktu-waktu larangan.

d.    Jemaah haji yang mengalami udzur syar’i diperbolehkan mengakhirkan melontar jamrah dengan cara  melontar Jamrah Sughra, Wustha dan Kubra secara sempurna sebagai qadha lontaran untuk hari pertama. Setelah itu jemaah berbalik lagi menuju posisi Jamrah Ula kemudian memulai lagi melontar tiga jamrah yang sama secara berturut-turut sebagai qadha hari kedua. Setelah itu, jemaah menuntaskan lontaran hari terakhir bagi nafar tsani.

4.    Mewakilkan Melontar

Orang yang użur syar’i disebabkan sakit atau hal lain[22] boleh mewakilkan kewajibannya melontar jamrah kepada orang lain dengan salah satu cara sebagai berikut:

a.     Orang yang mewakilkan orang lain melontar jamrah terlebih dulu untuk dirinya sendiri sampai sempurna masing-masing tujuh kali lontaran, mulai dari Sughra, Wust}a, dan Kubra. Kemudian ia kembali melontar untuk yang diwakilinya mulai dari Sughra, Wust}a, dan  Kubra.

b.    Orang yang mewakilkan orang lain melontar Jamrah Ula terlebih dulu untuk dirinya sendiri sampai sempurna masing-masing tujuh kali lontaran, kemudian dia melontar lagi tujuh kali lontaran untuk yang diwakili tanpa harus terlebih dulu menyelesaikan jamrah Wust }a dan Kubra. Demikian seterusnya tindakan yang sama ia lakukan di Jamrah Wustha dan Jamrah  Kubra.

K. Bercukur Atau Memotong Rambut

Dalam rangkaian ibadah haji/umrah, bercukur merupakan salah satu rukun haji/umrah, khususnya menurut mazhab Syafi’i, dan tidak sempurna haji/ umrahnya jika tidak mencukur rambut. Sedangkan menurut tiga mazhab lainnya, hukum bercukur adalah wajib, jika ditinggalkan wajib membayar dam.[23]

Bercukur dalam ibadah umrah dilakukan setelah jemaah umrah melaksanakan tawaf dan sa’i. Dalam ibadah haji, praktek yang lazim dilakukan,  bercukur dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah jemaah melempar Jamrah Kubra. Inilah yang disebut tahallul awal. Namun, bercukur bisa dilaksanakan baik sebelum maupun setelah lempar Jamrah Aqabah.

Madzhab Syafi ’i membolehkan bercukur sebelum lontar jamrah. Ibn Umar meriwayatkan, pada saat hari nahar, ada seorang jemaah haji yang berdiri di dekat jumrah dan bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, saya telah bercukur sebelum saya melaksanakan lempar jamrah.” Rasul menjawab, “Lakukan lemparan jamrah dan tidak ada dosa” (irmi wala haraj)[24] (HR. AlBukhari dari Ibnu ‘Umar RA).

Menurut imam Malik mencukur sebelum lontar jamrah wajib membayar dam, sedangan menurut imam Ahmad bercukur sebelum lontar karena alpa atau tidak tahu tidak terkena dam, tetapi jika sengaja

wajib membayar dam.[25]

Adapun tata cara menggunting (memotong) rambut sebagai berikut:

1.      Jemaah laki-laki memotong rambut  kepala atau mencukur gundul. Rasulullah mendoakan rahmat dan ampunan tiga kali bagi yang mencukur gundul dan sekali bagi yang memendekkannya.[26] Jika mencukur gundul, jemaah bisa memulainya dari separuh kepala bagian kanan kemudian separuh bagian kiri;

2.      Jemaah perempuan hanya memotong rambut kepala dengan cara mengumpulkan


rambutnya kemudian memotongnya sebatas ujung jari;

3.      Jumlah rambut kepala yang dipotong minimal tiga helai rambut. Bagi Jemaah yang tidak memiliki rambut kepala, disunatkan untuk menempelkan dan menggerakkan alat cukur di kepala. Mencukur rambut kepala tidak boleh digantikan dengan mencukur rambut lain, misalnya kumis atau rambut yang lain.

L. Tahallul

Tahallul adalah keadaan seseorang yang telah dihalalkan melakukan perbuatan yang sebelumnya dilarang selama ihram. Tahallul dibagi menjadi dua  macam:

1.    Tah}allul Umrah

Tahallul umrah adalah keadaan seseorang setelah melaksanakan semua rukun umrah dan karena itu dihalalkan (dibolehkan) melakukan perbuatan yang sebelumnya dilarang selama berihram umrah.

2.    Tah}allul haji

Tahallul haji terdiri atas dua macam:

a.     Tahallul awal, yaitu keadaan seseorang yang telah melakukan dua di antara kegiatan berikut ini:

1)      Melontar Jamrah Aqabah kemudian memotong rambut kepala atau

bercukur;  atau

2)      Tawaf ifadhah dan sa’i kemudian memotong rambut atau bercukur.

Setelah tahallul awal, jemaah boleh berganti pakaian biasa, memakai wewangian dan melakukan semua larangan ihram, kecuali bercumbu dan bersetubuh dengan pasangan.

b.    Tahallul tsani adalah keadaan ketika seorang jemaah telah melakukan tiga kegiatan haji, yaitu melontar Jamrah Aqabah, memotong atau mencukur rambut, dan tawaf ifadhah serta sa’i. Setelah tahallul tsani, jemaah boleh bersetubuh dengan pasangannya.

M. Dam

Dam adalah bahasa Arab yang menurut bahasa berarti darah. Menurut istilah, dam berarti mengalirkan darah dengan menyembelih ternak unta, sapi atau kambing di tanah haram dalam rangka memenuhi ketentuan manasik haji. Setiap  pelanggaran dalam haji dikenakan denda sesuai dengan jenis pelanggaran. Denda berlaku setelah satu jenis pelanggaran terjadi.  Ada tiga jenis dam dalam manasik haji, masingmasing:

1.      Dam Nusuk; sesuai ketentuan manasik dam ini dikenakan pada jemaah haji yang mengerjakan haji tamattu’ atau qiran bukan karena melakukan kesalahan. Seseorang yang  melaksanakan haji tamattu’ atau qiran wajib membayar dam dengan menyembelih seekor kambing. Bila tidak sanggup melakukannya, dia wajib menggantinya dengan berpuasa 10 hari dengan ketentuan tiga hari dilakukan selama dia beribadah haji di Makkah dan tujuh hari sisanya dilakukan sesudah kembali ke Tanah Air. Bila tidak mampu berpuasa tiga hari semasa haji di Tanah Suci, dia harus melaksanakan puasa 10 hari di Tanah Air, dengan ketentuan tiga hari pertama dilakukan sebagai pengganti kewajiban berpuasa tiga hari pada waktu melaksanakan haji di Makkah, kemudian ia membuat jeda minimal empat hari, untuk kemudian berpuasa lagi tujuh hari sisanya sebagai kewajiban setelah tiba di Tanah Air.

2.      Dam Isa’ah adalah dam yang dikenakan pada orang yang melanggar aturan atau melakukan kesalahan karena meninggalkan salah satu wajib haji atau wajib umrah, masing-masing: a) Tidak berihram/niat dari mīqāt;

b)       Tidak melakukan mabit di Muzdalifah;

c)       Tidak melakukan mabit di Mina;

d)       Tidak melontar jamrah;

e)       Tidak melakukan thawaf wada’.

Apabila melanggar salah satu wajib haji di atas, seseorang dikenakan dam dengan menyembelih seekor kambing.

3. Dam kifarat adalah dam yang dikenakan pada seseorang karena ia mengerjakan sesuatu yang diharamkan selama ihram. Jenis dam kifarat sebagai berikut:

a.     Melanggar larangan ihram dengan sengaja, seperti mencukur rambut, memotong kuku, memakai wangi-wangian, memakai pakaian biasa bagi laki-laki, menutup muka, serta memakai sarung tangan bagi perempuan.  Sebagai sanksinya dari setiap jenis pelanggaran di atas  boleh memilih  antara:

1)      Membayar dam seekor kambing;

2)      Membayar fidyah, bersedekah kepada enam orang miskin masing-masing ½ s} ha’ (2 mud =1 ½ kg) berupa makanan pokok; atau

3)      Menjalankan puasa tiga hari.

b.    Melanggar larangan ihram berupa membu nuh hewan buruan. Sanksinya berupa denda menyembelih ternak yang sebanding dengan hewan yang dibunuh. Jika tidak sanggup membayar dam tersebut, dia wajib membayarnya dengan makanan pokok seharga binatang terse but.  Bila benar-benar tidak mampu, dia harus menggantinya dengan puasa, dengan perbandingan setiap hari = 1 mud makanan (¾ kg beras).

c.     Melanggar larangan ihram bersetubuh dengan istri/suami, baik sebelum tahallul awwal maupun sesudah tahallul awwal. Apabila bersetubuh dengan istri/suami dilakukan sebelum tahallul awal, maka hajinya batal, diwajibkan menyelesaikan hajinya dengan tetap berlaku larangan ih}rām, wajib mengulang haji tahun berikutnya secara terpisah serta harus membayar kifarat seekor unta. Apabila bersetubuh dengan istri/suami dilakukan setelah tahallul awal, hajinya tidak batal dan harus membayar kifarat seekor unta. Bila tidak sanggup, dia harus menggantinya dengan me nyem belih seekor sapi. Bila tidak mampu, dia menggantinya dengan menyembelih tujuh ekor kambing. Bila tidak mampu juga, dia harus menggantinya dengan memberi makan seharga unta kepada fakir miskin di tanah haram. Kalau tidak mampu juga, dia harus berpuasa dengan hitungan satu hari untuk setiap mud dari harga unta. Pendapat lain mengatakan, jika pelanggaran serupa ini dilakukan sesudah tah}allul awwal, dam yang harus dia tebus hanya seekor  kambing.

N.    Nafar

Nafar menurut bahasa artinya rombongan. Menurut istilah, nafar  adalah keberangkatan jemaah haji meninggalkan Mina pada hari tasyrik. Nafar terbagi menjadi dua:

1.      Nafar awal, yaitu keberangkatan jemaah haji meninggalkan Mina pada 12 Dzulhijjah, paling lambat sebelum Matahari terbenam, setelah melontar Jamrah Sughra, Wustha dan Kubra.

2.      Nafar tsani, yaitu keberangkatan jemaah haji meninggalkan Mina pada 13 Dzulhijjah setelah melontar jamrah Sughra, Wustha dan Kubra.

Meninggalkan Mina boleh dengan cara nafar awwal atau tsani. Keutamaan nafar, tidak dilihat dari berapa lama jemaah haji mabit di Mina, melainkan dari ketakwaannya (al-Baqarah [2]: 203).

O.   Kekhususan Haji Perempuan

Ketentuan ibadah haji bagi laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama, kecuali jemaah perempuan harus mengikuti ketentuan sebagai  berikut:

1.      Menutup            aurat     seluruh               tubuh    dengan busana Muslimah kecuali muka/wajah dan pergelangan tangan sampai ujung jari;

2.      Tidak mengeraskan suara ketika berdzikir, berdoa dan membaca talbiyah;

3.      Tidak berlari-lari kecil saat tawaf dan sa’i;

4.      Tidak disunatkan mengecup Hajar Aswad tapi cukup dengan memberi isyarat mengangkat/ menghadapkan telapak tangan ke arah batu hitam kemudian mengecup tangannya. Hukum mencium Hajar Aswad bagi perempuan adalah mubah; tidak mendapat pahala apabila melakukan, dan tidak berdosa apabila meninggalkan; 

5.      Tidak mencukur rambut (gundul) tapi cukup memotong ujung rambutnya minimal tiga  helai; 

6.      Semua rukun dan wajib haji boleh dilaksanakan perempuan dalam kondisi haidh atau nifas, kecuali tawaf. Apabila terjadi haidh setelah tawaf, ia boleh melanjutkannya dengan bersa’i dengan cara memampatkan (menyumpal) jalan darah haidh supaya tidak menetes;

7.      Perempuan yang hendak melakukan haji tamattu’ namun terhalang haidh sebelum selesai umrah, maka ia harus:

a.     Menunggu suci kemudian melaksanakan tawaf, sa’i dan cukur;

b.    Bila menjelang berangkat ke Arafah belum suci, dia mengubah niat menjadi haji qiran dengan dikenakan dam satu ekor  kambing.

8. Jika jemaah perempuan segera pulang padahal belum melaksanakan tawaf ifadhah, maka langkah-langkah yang harus ia lakukan secara berurutan adalah:

a.     Menunda tawaf dan menunggu sampai suci  jika dia memiliki cukup waktu dan tidak terdesak oleh waktu kepulangan;

b.    Meminum obat sekadar untuk memampatkan kucuran darah jika dia adalah jemaah haji gelombang I kloter awal yang harus segera balik ke tanah air;[27]

c.     Mengintai atau mengintip kondisi dirinya sendiri seandainya ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan kucuran darah haid mampat dalam durasi yang  cukup untuk sekadar melaksanakan tawaf tujuh putaran. Jika dia mendapati saat-saat kucuran darah haidnya mampat, jemaah perempuan itu harus segera mandi haid lalu menutup rapat lubang tempat darah berasal dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar apalagi menetesi masjid. Selanjutnya dia melakukan tawaf. Jika setelah dia tawaf darahnya keluar lagi, kondisi ini namanya النقاء artinya lebih tepat diartikan bersih, yang kemungkinan tidak keluar darah. Ini pendapat salah satu qoul Imam Syafi ’i

d.    Mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, yang membolehkan perempuan haidh melakukan thawaf tetapi wajib membayar dam seekor unta.

e.    Mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang tidak menjadikan suci sebagai syarat sahnya tawaf jika kondisi yang dihadapi jemaah perempuan ini darurat, misalnya dia harus segera pulang ke tanah air dan menuju ke Madinah berdasarkan jadwal penerbangan yang ada, lalu segera melaksanakan tawaf ifadhah dengan menutup rapat-rapat tempat darah keluar dengan pembalut agar tidak ada setetes pun darah jatuh ke lantai masjid selama dia melaksanakan tawaf ifadhah. Jemaah perempuan yang melakukan cara ini tidak dikenakan dam.

P. Kekhususan Haji Jemaah Haji Lansia, Sakit dan Berisiko

Tinggi (RISTI)

Jumlah jemaah haji dengan kondisi fisik lemah dan berisiko tinggi (risti) akibat usia lanjut menempati urutan teratas di antara ratusan ribu jumlah jemaah haji Indonesia. Sebagian besar Jemaah menderita sakit selama berada di tanah suci. Agar ibadah yang mereka lakukan tetap sempurna meski dengan sejumlah keterbatasan, jemaah haji perlu memahami ruhshah-ruhshah (keringanan hukum) dalam ibadah haji. Dengan demikian, kondisi lemah dan sakit tidak menghalangi mereka untuk tetap melaksanakan haji sesuai dengan syari’at dan hakikat sehingga ibadah haji mereka sah, sempurna, dan mabrur. Berikut rukhshah-rukhshah dalam ibadah haji. [28]

1.    Di Madinah

a.     Hukum berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, shalat arba’in dan berziarah ke tempat-tempat bersejarah lainnya adalah sunnah. Para jemaah haji yang tidak sempat berziarah di Madinah akibat uzur, tidak berdosa. Mereka tetap bisa menyampaikan salam kepada Nabi dan membaca shalawat atas Rasulullah di hotel tempat mereka tinggal, atau di rumah sakit bagi yang dirawat.

b.    Melaksanakan salat arba’in, yaitu salat wajib 40 waktu di Masjid Nabawi secara berjamaah, adalah anjuran. Jemaah haji lemah, lansia, risti dan sakit, sebaiknya tidak memaksakan diri untuk melakukan salat Arba’in di Masjid Nabawi dengan tetap salat berjamaah di hotel tempat mereka tinggal secara berjamaaah sebab salat di hotel-hotel di Madinah juga mendapatkan keutamaan salat di tanah haram Madinah. Sesekali tentu saja dianjurkan kepada para jemaah lansia dan risti ini untuk berusaha salat di Masjid Nabawi.

2.    Ihram dari Miqat

a.     Jemaah haji gelombang I disarankan melakukan sejumlah amalan sunnah ihram di miqat Abyar Ali. Namun untuk jemaah haji lemah, lansia dan risti, mereka dianjurkan untuk memakai pakaian ihram dan shalat sunah ihram di hotel tempat tinggal mereka di Madinah. Setiba di Abyar Ali jemaah tidak perlu turun dari bus, cukup melafalkan niat ihram haji atau ihram umrah dari dalam bus saat bus hendak berangkat.

b.    Bagi jamaah haji gelombang II yang hendak melaksanakan ihram haji atau ihram umrah di atas pesawat hendaknya melaksanakan sunnah-sunnah ihram sejak dari asrama embarkasi menjelang berangkat dan mengenakan pakaian ihram sejak di  embarkasi.

c.     Jemaah haji lemah, lansia, risti dan sakit, ketika mengucapkan niat ihram umrah/haji  sangat dianjurkan isytirat, yaitu niat ihram umrah atau ihram haji yang disertai dengan mengucapkan syarat “aku niat haji/umrah, apabila aku sakit atau terhalang maka aku tahallul di tempat di mana aku terhalang.

d.    Setelah mengucapkan niat haji/umrah dengan isytirat, jemaah haji lemah, lansia, risti dan sakit hendaknya melanjutkan aktivitas ibadah dengan berdzikir dengan membaca talbiyah diselingi doa, yang dibaca sepanjang perjalanan menuju Makkah dan berhenti membaca talbiyah saat tiba di Hajar Aswad hendak memulai tawaf bagi yang melaksanakan umrah.

3. Makkah

a.     Setelah tiba di Makkah dan menempati kamar hotel, jemaah haji lemah, lansia dan risti dianjurkan tidak terburu-buru menuju Masjidil Haram. Mereka disarankan beristirahat dan tidur yang cukup untuk memulihkan kebugaran tubuh. Rasulullah SAW ketika melaksanakan haji wada’ bermalam di Dzi Tua lebih dulu untuk beristirahat, lalu salat subuh dan mandi, kemudian ke Masjidil Haram untuk thawaf dan sa’i.

b.    Perjalanan tawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran harus dalam keadaan suci dari hadats dan najis.  Sedangkan sa’i tujuh kali perjalanan antara Shafa dan Marwa disunahkan dalam keadaan suci. Jika jemaah haji lemah dan sakit kebetulan menderita beser dan buang angin  terus-menerus, mereka boleh dan sah melaksanakan tawaf tidak dalam keadaan suci dari hadats kecil dan tidak dikenakan dam. Para ulama sepakat barang siapa terkena najis yang tidak mungkin dihilangkan, misalnya orang yang kencing terus-menerus atau istihadhah, dia dapat melaksanakan tawaf tanpa dikenakan sanksi apa pun. [29]

c.     Tawaf dan sa’i dapat menggunakan kursi roda, baik dengan membawa sendiri atau menyewa. Jemaah bisa menggunakan jasa sewa skuter matik yang disediakan khusus di lantai tiga mezzanine.  Pengelola Masjidil Haram menyediakan skuter matik dengan dua model,  single dan double. Skuter dapat digunakan untuk tawaf sekaligus sa’i dalam waktu sekitar satu  jam. Tawaf dan sa’i dengan cara digendong, menggunakan kursi roda atau sekuter matik, adalah sah secara hukum.

d.    Menurut Ibnu ‘Abbas RA seluruh tanah haram Makkah adalah Masjidil Haram.[30] Para jemaah haji lemah dan sakit tidak perlu memaksakan diri salat fardhu di Masjidil Haram jika bisa berakibat buruk pada kesehatan fisik mereka. Jemaah yang melaksanakan salat berjamaah di pondokan/hotel atau di masjid sekitar pondokan, tetap mendapat keutamaan yang sama dengan salat di Masjidil Haram. Apalagi, pada dasarnya, selalu salat di pondokan juga mendapat keutamaan mengikuti sunnah Rasulullah SAW karena selama menunggu haji beliau tidak pernah mendekati Ka’bah dan salat di Abthah, tempat beliau tinggal. [31]

e.    Akibat keterbatasan kondisi fisik, para jemaah haji lemah dan sakit hendaknya membatasi diri dalam melaksanakan ibadah sunnah yang dapat menguras tenaga semacam umrah, terlebih lagi umrah sunah yang berulangkali dilakukan. Jemaah sebaiknya menjaga kesehatan dan kebugaran dengan menyimpan tenaga demi menyelesaikan rukun dan wajib haji, terutama wukuf di Arafah.

f.      Hukum berziarah ke tempat bersejarah adalah mubah guna mengambil i’tibar. Jemaah haji yang lemah, lansia dan risti, sebaiknya tidak memaksakan diri berziarah.

4. Arafah, Muzdalifah, Mina

a.     Ketika diberangkatkan dari Makkah ke Arafah pada hari tarwiyah 8 Dzulhijjah, jemaah haji lemah, lansia dan risti sangat dianjurkan berniat ihram haji isytirat seperti ketika mereka berniat isytirat untuk umrah.

b.    Jika sebagian jemaah di kloter ada yang menuju Mina pada 7 Dzulhijjah, jemaah haji lemah dan sakit tidak perlu mengikuti kegiatan ke Mina tersebut, apalagi dengan berjalan kaki. Hukum melaksanakan perjalanan ke Mina sebelum Arafah adalah sunah.

c.     Pada saat di Arafah hendaknya semua jemaah haji hendaknya berlapang dada, tidak menggerutu atau mengeluh, ketika menerima fasilitas yang terbatas. Sebab tujuan di Arafah adalah untuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

d.    Karena fasilitas mandi-cuci-kakus (MCK) terbatas, jemaah yang  memiliki kebiasaan sering buang air kecil sebaiknya menerapkan sifat sabar ketika antre mendapatkan giliran.

e.    Bagi jemaah lansia, sakit dan risti, ada dua kemungkinan cara berhaji /wukuf. Apa pun jenis haji yang diambil, jemaah haji hendaknya menerima ketentuan itu dengan ikhlas karena Allah SWT. Kedua cara tersebut:

1)      Jemaah haji yang mampu secara fi sik, sehat dan kuat, atau dalam kondisi sakit ringan dihadirkan  di Arafah pada 9  Dzulhijjah untuk melakukan wukuf, bersama-sama dengan rombongan satu  kloter.

2)      Jemaah haji yang dirawat di rumah sakit melakukan wukuf dengan dua kemungkinan.

a)       Jemaah haji sakit yang tidak bergantung pada alat  dibawa ke Arafah dengan bus atau ambulans yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk menjalani proses safari wukuf. Wukuf dilakukan hanya sejenak di siang hari 9 Dzulhijjah di dalam bus atau ambulans. Selesai wukuf, jemaah haji diantar kembali ke rumah sakit untuk menjalani perawatan selanjutnya. 

b)       Jemaah haji yang dirawat di rumah sakit dan fisiknya benar-benar lemah, dengan kondisi yang tidak memungkinkan hadir di Arafah walaupun dengan cara safari wukuf, tidak perlu khawatir karena proses hajinya  dibadalkan.

f.      Jemaah yang wafat sebelum ke Arafah 9 Dzulhijjah, baik wafat saat di embarkasi, dalam perjalanan, di Madinah atau di Makkah, dibadalhajikan oleh petugas haji. Pelaksanaan badal haji dibuktikan dengan sertifikat badal haji yang dikeluarkan oleh ketua PPIH Arab  Saudi.

g.     Mabit di Muzdalifah, yaitu bermalam atau berhenti sejenak pada malam 10 Dzulhijjah, adalah salah satu wajib haji yang tidak boleh ditinggalkan kecuali oleh jemaah yang mendapat uzur syar’i. Mereka  tidak dikenai dam, sebagaimana Rasulullah SAW memberikan izin kepada Saudah RA untuk bertolak dari Muzdalifah ke Mina lebih awal sebelum jemaah haji lainnya bertolak ke Mina karena alasan lambat berjalan akibat badan yang gemuk.  

h.    Di Arafah, jemaah haji sakit yang menjadi peserta safari wukuf atau yang dirujuk dan dirawat di rumah sakit dikategorikan sebagai jemaah yang mengalami uzur syar’i. Mereka diberi keringanan untuk tidak melakukan mabit di Muzdalifah dan tidak dikenai dam. Demikian juga jemaah sakit yang sedang mabit di Mudzalifah kemudian dirujuk dan dirawat di rumah sakit.

i.      Di Mina, jemaah haji sakit yang menjadi peserta safari wukuf atau yang dirujuk dan dirawat di rumah sakit dikategorikan sebagai jemaah haji uzur syar’i yang diberi keringanan tidak melakukan mabit di Mina; mereka tidak dikenai  dam.

j.      Mewakilkan lontar jamrah hukumnya sah. Karena itu, kewajiban melontar Jamrah Kubra (Aqabah) pada 10 Dzulhijjah dan melontar Jamrah Sughra, Wustha dan Kubra pada 11 - 13 Dzulhijjah bagi jemaah lemah, lansia dan risti seyogyanya diwakilkan oleh keluarga, teman seregu atau petugas haji.

k.     Jemaah haji lemah, lansia dan risti yang kewajiban melontar jamaratnya telah diwakilkan kepada orang lain hendaknya segera mencukur rambut untuk tahallul awal setelah menerima laporan dari orang yang mewakilinya bahwa kewajibannya melontar Jamrah Kubra (Aqabah) pada 10 Dzulhijjah telah ditunaikan.  Sesuai tuntunan Rasulullah SAW, bagi laki-laki diutamakan mencukur gundul, bagi wanita cukup memotong rambutnya sepanjang ruas jari.

l.      Jemaah haji peserta safari wukuf yang dirawat di rumah sakit pada 10 Dzulhijjah boleh mencukur rambut tanpa menunggu laporan dari petugas yang mewakilinya. Setelah mendapat laporan dari yang mewakili bahwa jamrah sudah dilontar berarti sudah tahallul.

5. Makkah Pasca Armuzna

a.     Setibanya di Makkah pasca mabit di Mina, jemaah haji dianjurkan untuk beristirihat yang cukup agar kembali bugar dan selanjutnya bersiap-siap melaksanakan tawaf ifadhah. Jemaah haji lemah, lansia dan risti dianjurkan melakukan tawaf ifadhah menggunakan kursi roda atau skuter matic. Bagi jemaah yang disafari wukufkan, yang terhalang tidak bisa melaksanakan thawaf ifadhah, tawaf ifadhahnya dibadalkan dan dilaksanakan oleh petugas haji.

b.    Jemaah haji lemah, lansia dan risti sebaiknya tidak memburu ibadah-ibadah sunnah yang membutuhkan tenaga ekstra pasca mabit di Mina,  misalnya dengan selalu datang untuk salat berjama’ah di Masjidil Haram, melakukan umrah sunnah, atau melakukan tawaf sunnah berulang- ulang.

c.     Sebelum meninggalkan Makkah, jamaah haji lemah, lansia dan risti dianjurkan melakukan tawaf wada’ dengan menggunakan kursi roda atau skuter matik jika kondisi di sekitar Ka’bah penuh sesak.

d.    Jemaah haji lemah dan sakit yang benarbenar tidak mampu melakukan tawaf wada’ dapat mengambil pendapat Imam Malik yang mengatakan hukum tawaf wada’ adalah sunnah dan bagi orang sakit atau uzur yang  meninggalkan tawaf wada’ tidak dikenakan  dam.

Q. Badal Haji

Badal secara bahasa berarti mengganti, mengubah, atau menukar. Badal haji adalah diwakilkannya pelaksanaan ibadah haji seseorang oleh orang lain. Badal haji diberlakukan bagi :

1.     Orang yang sudah berkewajiban melaksanakan haji (haji pertama/haji Islam bukan haji sunat) atau haji nazar namun kemudian wafat, baik dia berwasiat atau tidak; 

2.     Orang yang sudah mencapai derajat isthitha’ah kemudian dia sakit berat sehingga timbul masyaqqah sebelum pelaksanaan haji (ma’dhub).

3.     Jemaah haji Indonesia yang sudah berangkat/ berada ke Arab Saudi, kemudian sakit berat atau wafat sebelum wukuf, maka hajinya dibadalkan. Jemaah yang berhak dibadalkan pelaksanaan hajinya adalah:

a)      Jemaah yang meninggal dunia di asrama haji embarkasi, di perjalanan,  atau  di Arab Saudi sebelum melaksanakan wukuf;

b)      Jemaah yang sakit dan tidak dapat disafariwukufkan karena pertimbangan keselamatan atau sangat bergantung pada peralatan medis;

c)       Jemaah yang mengalami gangguan jiwa.

Badal haji dilaksanakan oleh petugas haji yang ditunjuk dan dibiayai oleh pemerintah. Pihak keluarga atau jemaah tidak dikenakan biaya atas pelaksanaan badal haji. Sebagai bukti atas pelaksanaan badal haji, pemerintah melalui Ketua Daker Makkah akan memberikan sertifi kat badal haji kepada keluarganya.

[1] Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam wa Adillatuhu, Juz III hal. 9

[2] Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz 5 hlm. 14-17  Ibnu taimiyah, Al-Majmu’ al-Fatawa, juz 26 hlm. 142-143. Wahbah az-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, juz 3 hlm. 16.  Al-Jazairi, Fiqh alal Mazahib al-arba’ah, juz 1, 618

[3] 1). Melaksanakan umrah di luar bulan-bulan haji, menyusul melaksanakan haji pada bulan haji;  2). Melaksanakan umrah pada bulan-bulan haji kemudian pulang ke tanah air, menyusul pergi haji pada bulan-bulan haji di tahun yang sama.

[4] Muslim nomor hadits 1181.

[5] Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, jilid 7, hlm. 61

[6] Sa’id Basyanfar, al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah, hlm. 67

[7] Ulama Syafi’iyah membolehkan mandi menggunakan sabun, madzhab Hanafi tidak membolehkan mandi menggunakan sabun, madzhab Maliki membolehkan mandi hanya untuk mendinginkan badan, bukan untuk membersihkan badan.

Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam wa Adillatuhu, juz III hlm. 239.

[8] Al-Bukhari, nomor hadits 1549, lafal Talbiyah dari Nabi SAW.

[9] Muh}ammad Ahmad, Fiqh al-Haj wa al-‘Umrah wa alZiyarah, hlm. 112

[10] Muh}ammad Ahmad, Fiqh al-Haj wa al-‘Umrah wa al-

Ziyarah, hlm. 113

[11] Nūruddin Etar, al-Haj wa al-Umrah, hlm. 123-126

[12] Ibnu  Qudamah, Al-Mughni, juz 5 hal. 249

[13] Thawaf berjalan kaki lebih utama dibanding dengan thawaf berkendara. An Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 8, hlm. 36. Sa’id Basyanfar, al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah, hlm. 211

[14] Al-Bukhari, nomor hadits 1607; Muslim, nomor hadits 1272.

[15] An-Nawawi, al-Majmu’ Syarḥ al-Muhadzdzab, Juz.VII, hlm. 104

[16] Sa’i dengan berjalan kaki adalah sunnah menurut golongan madzhab Syafi ’i, madzhab Maliki dan dalam satu riwayat madzhab Hambali. Sementara itu menurut madzhab Hanafi, sa’i dengan berjalan kaki hukumnya wajib dan apabila  ditinggalkan wajib membayar dam. Berjalan kaki murupakan syarat sa’i menurut satu riwayat dalam madzhab Hambali dan Maliki. Sa’id Basyanfar, al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah, hlm. 234.

[17] Muslim, nomor hadits, 1273. Al-Bukhari nomor hadist, 1633

[18] An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab li as-Syirazi juz, VII hal. 103.

[19] At-Tirmidzi nomor hadits 889, hadits ini diriwayatkan oleh Ashhab as-Sunan dan Ahmad.

[20] An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarkh al-Muhadzab li Syairazi, juz 8, hlm. 223;  lihat juga al-Izz bin Abdl Salam, al-Ghayah fi Ikhtishar an-Nihayah, jilid 3, hlm. 108

[21] Menurut Syaikh Bin Baz “Jemaah haji yang tidak mendapatkan tenda di kemah Mina, hendaknya dia keluar ke Muzdalifah dan Aziziyah atau selain keduanya untuk melaksanakan mabit,”.Bin Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 17 hal 359-364. Sedangkan menurut Syaikh ‘Utsaimin, “Tidak ada masalah melakukan mabit di wilayah Muzdalifah karena alasan kepadatan jamaah di Mina, selama kemah di Muzdalifah tersambung dengan Mina.” Al-‘Utsaimin, Majmu’ Fatawa, juz 23 hal.241.

[22] Kategori udzur syar’i yang boleh mewakilkan lontar jamrah adalah jemaah haji usia lanjut yang mengalami kesulitan, jemaah sakit yang menyebabkan kesulitan dan keadaan lain yang menghalangi. Majlis Ulama Indonesia, Keputusan Ijtima’ Ulama

Komisi Fatwa Se-Indonesia VI 2018, hal. 43

[23] Sa’id Basyanfar, al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah, hlm. 304.

[24] Al-Bukhari nomor hadits 1722, Muslim nomor hadits 1306.

[25] An-Nawawi, al-Majmu’ Syarkh al-Muhadzab li as-Syairazi, juz 8, hlm. 194.

[26] Al-Bukhari nomor hadits 1727-1728

[27] Penggunaan pil anti haidh untuk kepentingan ibadah haji hukumnya mubah, namun demikian penggunaan pil anti haidh tersebut hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum agama, hukumnya haram. Namun jika niatnya untuk kepentingan ibadah haji hukumnya mubah. Ahmad Kartono, et all, Ibadah Haji perempuan Menurut para Ulama Fikih, (Jakarta: Siraja Prenada Media Grup 2013), hlm. 132.

[28] Sub bab ini diringkas dari buku, Ahmad Baidhowi, Kiat Meraih Mabrur Bagi Jemaah  Haji Lemah dan Sakit, (Jakarta :

Kementerian Agama RI, 2019).

[29] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid I haji hal. 588. 

[30] Al-Fâkihî, Akhbâr Makkah, juz 2 hal.106,  nomor hadits 1223.

[31] Ketika melaksanakan haji wada’ dan tiba di Makkah, Rasulullah SAW tinggal di Abtah setelah selesai tawaf dan sa’i menunggu haji. Selama di Abthah, beliau tidak pernah ke Ka’bah hingga selesai wukuf di Arafah.  Perbuatan Nabi ini dijadikan dasar oleh para ulama bahwa seluruh tanah haram Makkah memiliki keutamaan sebanding dengan keutamaan Masjidil Haram. AtTharîrî, Ka’annaka Ma’ahu Shifatu Hijjati an-Nabî SAW  hal. 69. Lihat juga, Al-Kurdî, Maqâm Ibrâhîm ‘Alaihi as-Salâm hal. 160.


BAB IV - PELAKSANAAN HAJI & UMROH

Ada tiga cara dalam melaksanakan ibadah haji, yaitu haji tamattu’, haji ifrad dan haji qiran. Rincian cara melaksanakannya sebagai berikut:

A. Haji Tamattu’

Saat mengerjakan ibadah haji tamattu’, jemaah haji me nger jakan umrah pada bulan haji terlebih dulu, baru kemudian menger  jakan haji. Dengan cara ini jemaah wajib membayar dam.

1. Pelaksanaan Umrah

a. niat ihram umrah

Bagi jemaah haji gelombang I, ihram umrah dilakukan dengan mengambil  mīqāt di Abyar Ali (Dzulhulaifah­Madinah) dengan urutan sebagai berikut:

1.      Disunnahkan mandi, berwudlu, memakai wangi­wangian, memotong kuku  dan

berpakaian ihram di hotel;

2.      Di Masjid Abyar Ali melaksanakan shalat sunah ihram, dua rakaat, kemudian menuju bus;

-121-

3.      Menaiki bus dan mengambil tempat duduk, kemudian melaksanakan niat ihram umrah dengan mengucapkan: .لََّيكَْ الَلّٰهُمَّ عُمْرَةً

Artinya:

Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah.

Atauنوََيتُْ العُْمْرَةَ وَأحَْرَمْتُ بهَِا للِّٰ تَعَالَ.

Artinya:

Aku niat umrah dengan ber-ihram karena Allah Ta’ala

4.      Berniat ihram umrah dengan isytirat

Jemaah haji yang lemah atau sakit dianjurkan untuk melakukan niat ihram umrah disertai isytirat (ihram bersyarat) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi halangan yang menyulitkan terlaksananya ibadah umrah. Saat berniat isytirat ia mengucapkan:

لََّيكَْ الَلّٰهُمَّ عُمْرَةً فَإِنْ حَبسََنِْ حَابسٌِ الَلّٰهُمَّ فَمَحِلِّيْ حَيثُْ حَبسََنِْ.

Artinya:

Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji. Tetapi jika aku terhalang oleh sesuatu, ya Allah, maka aku akan ber-tah }allul di tempat aku terhalang;

5.      Jemaah haji yang mengalami udzur melaksanakan shalat sunat ihram di hotel dan di Abyar Ali diperbolehkan tetap berada di dalam bus, dan melaksanakan niat ihram umrah disertai isytirat di atas bus di Abyar Ali/ Dzulhulaifah;

6.      Setelah berniat umrah, seluruh jemaah sangat dianjurkan membaca talbiyah, sha lawat, doa dan dzikir.

7.      Menuju Makkah dan seluruh Jemaah haji yakin telah melaksanakan niat ihram umrah.

Jemaah haji gelombang II bisa melakukan ihram sebelum miqat baik di asrama haji embarkasi/ embarkasi antara, atau di dalam pesawat sebelum melintas di atas Yalam lam/Qarn al­Manazil, atau di Bandar Udara King Abdul Aziz Internasional (KAIA) Jeddah, dengan urutan sebagai berikut:

1.      Disunnahkan mandi, berwudlu, memakai wangi­wangian, memotong kuku, berpakaian ihram dan shalat sunat ihram di asrama

haji  embarkasi.;

2.      Merapikan pakaian ihram, memastikan dan menjaga tertutupnya aurat  .

3.      Melaksanakan niat ihram umrah setelah ada informasi dari kru pesawat bahwa pesawat akan melintas di Yalamlam/Qarn al­Manazil dengan mengucapkan:


لََّيكَْ الَلّٰهُمَّ عُمْرَةً.

Artinya:

Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah.

Atauنوََيتُْ العُْمْرَةَ وَأحَْرَمْتُ بهَِا للِ تَعَالَ.

Artinya:

Aku niat umrah dengan ber-ihram karena Allah Ta’ala

4.      Berniat ihram umrah dengan isytirat

Jemaah haji yang lemah atau sakit dianjurkan untuk melakukan niat ihram umrah disertai isytirat (ihram bersyarat) dengan mengucapkan:

لََّيكَْ الَلّٰهُمَّ عُمْرَةً فَإِنْ حَبسََنِْ حَابسٌِ الَلّٰهُمَّ فَمَحِلِّيْ حَيثُْ حَبسََنِْ.

Artinya:

Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji. Tetapi jika aku terhalang oleh sesuatu, ya Allah, maka aku akan ber-tah }allul di tempat aku terhalang;

5.      Jemaah menaiki bus yang telah disediakan naqobah dengan tertib sesuai dengan rombongan masing­masing.

6.      Jemaah yang belum mengucap niat ihram umrah di dalam pesawat, dapat mengucapkan niat ihram umrah di atas bus di bandar udara  Jeddah.

7.      Setelah berniat ihram umrah, seluruh jemaah sangat dianjurkan membaca talbiyah, shalawat, doa dan dzikir.

8.      Menuju Makkah dan seluruh Jemaah haji yakin telah melaksanakan niat ihram umrah.

b.    Perjalanan menuju makkah

Jemaah haji gelombang I dan gelombang II setelah niat ihram umrah, melakukan perjalanan menuju Makkah. Selanjutnya hal­hal yang dilakukan jemaah sebagai berikut;

1.          Selama perjalanan, jemaah sangat  dianjurkan membaca talbiyah, sha lawat, doa dan dzikir;

2.          Menghindari perbuatan yang berakibat terjadinya pelanggaran larangan ihram;

3.          Masuk Makkah dan berdo’a ketika tiba di gerbang kota Makkah

4.          Memasuki kota Makkah dengan hati yang khusyu’, anggota tubuh tenang, tetap membaca talbiyah dan berdoa sepenuh hati;

c.     Tiba di makkah dan Persiapan Tawaf

1.          Beristirahat setelah tiba di hotel, sebagaimana sunnah Nabi SAW dan melakukan orientasi lingkungan tempat tinggal; setelah cukup istirahat berangkat ke Masjidil Haram untuk melakukan thawaf dan sa’i;

2.          Mandi sunnah sebelum berangkat ke Masjidil Haram, kemudian berwudhu;

3.          Memasuki Masjidil Haram disunahkan melalui pintu Bani Syaibah, tetapi jika kondisi tidak memungkinkan, maka boleh masuk melalui pin tu yang mana saja dan berdoa;

4.          Mendahulukan kaki kanan ketika memasuki Masjidil Haram;

5.          Melihat Ka’bah disunahkan berdoa dan mengangkat tangan;[1]

a)        Menuju tempat thawaf dengan bersikap santun, tidak terburu­buru. Jika kondisi penuh dan berdesakan agar bersabar. Jika terdorong orang lain agar memaafkan seraya terus menyadari bahwa dirinya sedang berada di tempat yang suci dan sedang menjadi tamu Allah;

b)        Memastikan dirinya dalam keadaan suci dari hadats, pakaiannnya suci dari najis dan auratnya tertutup.

d.    Thawaf

1.          Jemaah             disarankan         thawaf beregu atau berombongan;

2.          Tawaf dimulai dari Hajar Aswad. Setiba di          rukun    Aswad,             jemaah disunahkan menyentuhnya, beristilam dan menciumnya jika memungkinkan, dengan tanpa menyakiti dan melukai orang lain saat berdesakan di dekat Hajar aswad. Jika tidak memungkinkan menyentuh          Hajar     Aswad, jemaah             bisa beristilam dengan melambaikan tangan ke arah Hajar Aswad lalu mencium tangannya. Jika hal itu juga tidak memungkinkan, cukup menghadapkan badan ke Ka’bah memberi isyarat dengan tangan dan mengecupnya dengan  mengucapkan[2]: بِسْمِ اللِ اللُ أكَْبَُ

Artinya:

Dengan nama Allah, Allah Maha Besar

3.          Pada thawaf putar an kedua dan seterusnya jemaah cu kup meng hadapkan muka ke arah Hajar Aswad de ngan meng angkat tangan dan me nge cup nya sambil membaca:  بِسْمِ اللِ اللُ أكَْبَُ

Artinya:

Dengan nama Allah, Allah Maha Besar

4.          Thawaf dilakukan tujuh kali putaran mengelilingi Ka’bah dengan memo sisikan Ka’bah di sebelah kiri ba dan.

5.          Selama thawaf disunat kan berdzikir dan berdoa atau membaca Al­Qur’an, dibaca dengan suara lirih agar lebih khusyu’ dan tidak mengganggu jemaah lain;

6.          Setiap sampai di Rukun Yamani, jemaah disunahkan mengusap Rukun Yamani (istilam); jika tidak memungkinkan, cukup dengan mengangkat tangan tanpa mengecup dan me ngu capkan: بِسْمِ اللِ اللُ أكَْبَُ

Artinya:

Dengan nama Allah, Allah Maha Besar

7.          Setiap perjalanan antara rukun Yamani dan rukun Aswad jemaah disunahkan membaca doa;

رَبَّنَا اٰتنِاَ فِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِ الْأخَِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ  النَّارِ[3].

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari azab neraka.” Al-Baqarah[2]:201.

8.          Jemaah laki­laki disunahkan melakukan larilari kecil pada tiga putaran pertama;

9.          Jemaah laki­laki disunahkan juga melakukan idhthiba’ pada seluruh putaran thawaf;[4]

10.      Selama thawaf jemaah agar berhati­hati dengan berusaha agar tidak bersentuhan kulit dengan lain jenis yang bukan mahramnya (ajnabi) sebab bisa membatalkan wudhu; 

11.      Saat kondisi tempat tawaf padat, semua jemaah agar bersabar dan mengendalikan diri agar untuk tidak berusaha menghalanghalangi dan mendahului orang lain;

12.      Tawaf dapat dilakukan di lantai satu, dua, tiga, dan lantai empat

13.      Jemaah memulai tawaf searah dengan Hajar Aswad yang ditandai dengan lampu hijau. Jemaah memulai thawaf dengan menghadapkan tubuhnya ke arah Hajar Aswad. Setelah tujuh putaran, jemaah mengakhiri thawaf searah dengan Hajar Aswad yang ditandai dengan lampu hijau, tempat ia memulai thawaf.

14.      Jemaah udzur atau sakit dapat melaksanakan tawaf dengan kursi roda di lantai satu, lantai dua, atau lantai empat. Kursi roda bisa dibawa sendiri oleh jamaah atau menyewanya beserta biaya jasa pendorongnya. Jemaah udzur atau sakit juga dapat melakukan tawaf dan sa’i dengan menyewa ‘arabah kahrubaiyyah (skuter matik) roda empat bertenaga baterai. Fasilitas ini disediakan di lantai tiga mezzanine.

15.      Selama thawaf jemaah dilarang me nyentuh dinding Ka’bah, Hijir Ismail, dan Syadzarwan (pondasi Ka’bah). Menyentuh bagian­bagian itu membatalkan putaran t}awāf yang sedang dilaksanakan. Sedangkan putaran sebelum dan sesudahnya tetap sah. Dalam kasus seperti ini, jemaah harus menambah putaran sebanyak putaran yang batal tadi.

16.      Disunahkan mencium hajar aswad, tapi  jika situasi dan kondisi di sekitar Hajar Aswad sangat padat disarankan untuk tidak memaksakan diri mencium Hajar Aswad dalam kondisi berdesak an. Berdesakan antara lelaki dan perem puan dengan mengabaikan keselamatan diri sendiri dan orang lain hukumnya haram, terlebih lagi dengan membayar orang untuk membantu melapangkan jalan dan menghalangi jalan orang lain;

17.      Apabila jemaah merasa ragu dengan jumlah putaran tawaf yang sudah dilakukan, harus mengambil hitungan yang paling sedikit,

lalu menambah putaran tawaf hingga genap menjadi tujuh putaran[5].

18.      Sesudah thawaf disunahkan melaksanakan shalat dua rakaat di belakang Maqam

Ibrahim[6] atau tempat manapun di Masjidil Haram kemudian berdoa;

19.      Berdoa di Multazam, yaitu suatu tempat di antara Ha jar Aswad dan pintu Ka’bah. Jika kondisinya tidak memungkinkan karena padat, jemaah bisa mengambil tempat yang searah dengan Multazam;

20.      Setelah jemaah selesai melaksanakan salat sunah thawaf, dan berdoa di Multazam, jemaah disunahkan minum air Zamzam yang diambil dari tempat yang telah disediakan di galon atau kran air Zamzam kemudian berdoa.

21.      Sha lat sunat di Hijir Ismail adalah shalat sunat mutlak yang tidak ada kaitannya dengan  thawaf. Ia tidak harus dilaksanakan setelah tawaf, namun dapat dilak  sanakan kapan saja bila keadaan memungkinkan;

Suasana thawaf

e.    sa’i

Setelah jemaah haji melaksanakan thawaf dan rangkaiannya, jemaah selanjutnya:

1.          Menuju ke tempat sa’i (mas’a)  untuk melaksanakan sa’i dimulai dari bukit t}afa;  

2.          Mendaki bukit tafa} sambil berdzikir dan berdoa ketika hendaki mendaki bukit;[7]

3.          Meng hadap kiblat dengan berdzikir dan berdoa setiba di atas bukit t}afa;

4.          Melakukan sa’i, disunahkan dengan berjalan kaki bagi yang mampu, dan boleh menggunakan kursi roda atau skuter matik bagi yang udzur;

5.          Memulai perjalanan sa’i dari bukit s}afa menuju bukit Mar wah dengan berdzikir dan berdoa;

6.          Melakukan sa’i disunahkan suci dari hadats dan berturut­turut tujuh putaran, tetapi dibolehkan diselingi lama atau sebentar untuk melakukan shalat fardhu atau lainnya;.

7.          melakukan perjalanan dari bukit s}afa dan mengakhirinya di bukit Marwah sebanyak tujuh kali perjalanan;

Tempat sa’i (mas’a)

8.          Menghitung perjalanan dari Safa ke Marwah dihitung satu kali perjalanan. Sebaliknya, perjalanan dari Marwah ke Safa dihitung satu kali perja lan an. Dengan demikian, hitungan ketujuh berakhir di Marwah; 

9.          Melakukan ar-raml (ber lari­lari kecil), disunahkan bagi jemaah laki­laki setiap melintas di sepanjang lampu hijau, sedangkan jemaah perempuan cukup berjalan biasa;

10.      Membaca doa dan dzikir di sepanjang perjalanan sa’i dari Shafa ke Marwah, dan dari Marwa ke Shafa;

11.      Membaca doa dan dzikir setiap kali mendaki bukit s}afa dan bukit Marwah dari ketujuh perjalanan sa’i;

12.      Membaca doa di Marwah setelah selesai melaksanakan sa’i, dan tidak perlu shalat sunah setelah sa’i.

f.      Bercukur

Setelah selesai melaksanakan sa’I, bagi Jemaah yang melaksanakan haji tamattu’ bercukur/memotong ram but kepala. Dengan demikian, selesailah pelak sanaan umrah. Ketentuan cara memotong rambut  adalah:

1.          Laki­laki mencukur gundul atau memo tong sebagian rambut kepala sambil membaca doa mencukur rambut; [8]

2.          Perempuan memo tong sebagian rambut kepala minimal tiga helai;

3.          Jemaah yang kepalanya botak cukup  menempelkan pi sau cukur atau gunting di kepala sebagai isya rat mencukur rambut.

Setelah jemaah bercukur/memotong rambut kepala, ibadah umrah yang dia lakukan sudah selesai dan ia terbebas dari larangan­larangan ihram (tahallul).

2. Pelaksanaan Haji

Pada hari tarwiyah 8 Dzulhijjah, jemaah haji yang melaksanakan haji tamattu’ mem per si apkan diri untuk melaksanakan ibadah haji de ngan melaksanakan niat ihram haji dan mengambil mīqāt di tempat tinggalnya yaitu di hotel­hotel Makkah, dengan melakukan berbagai aktivitas sebagai berikut: a. di hotel makkah:

1.      Bersuci, disunahkan membersihkan badan dengan mandi dan ber wu dhu, memotong kuku, memakai wangi­wangian;

2.      Berpakaian ihram, dilanjutkan dengan me laksa nakan shalat sunat ihram; 3. Berniat haji dengan mengucapkan: لََّيكَْ الَلَّهُمَّ حَجًّا

Artinya:

Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji.

Atau mengucapkan:نوََيتُْ الْجََّ وَأحَْرَمْتُ بهِِ للِ تَعَالَ.

Artinya:

Aku berniat haji dengan berihram karena Allah Ta’ala.

4.      Setelah mengucapkan niat ihram haji, jemaah dianjurkan membaca talbiyah;

5.      Berniat haji dengan isytirat; jemaah haji yang lemah atau sakit dianjurkan untuk isytirat (ihram bersyarat), untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi halangan yang menyulitkan ibadah haji. Niat isytirath dengan mengucapkan:

لََّيكَْ الَلّٰهُمَّ حَجًّا فَإِنْ حَبسََنِْ حَابسٌِ الَلّٰهُمَّ فَمَحِلِّيْ حَيثُْ حَبسََنِْ.

6.      Berangkat menuju Ara fah mulai pukul 07.00 WAS sampai selesai, pada 8 Dzulhijjah yang disebut hari tarwiyah,[9] dengan naik ke bus antre dengan sabar sesuai rombongan;

7.      Berdzikir, dengan membaca talbiyah selama perjalanan dari Makkah ke Arafah, serta bershalawat, dan berdoa dengan lafazh yang sama seperti lafadz yang dibaca waktu jemaah melaksanakan umrah;

8.      Berdoa ketika masuk wilayah Arafah.

b. di Arafah

1.      Jemaah haji tiba di Arafah pada tanggal 8 Dzulhijjah, sementara wukuf sebagai rukun haji, dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah. Selama menunggu wukuf, jemaah hendaknya berdzikir, membaca Al­Qur’an, tal biyah, dan berdoa.

2.      Pada tanggal 9 Dzulhijjah ba’da zawāl (setelah Matahari tergelincir) dimulai wukuf,[10] jemaah haji melaksanakan wukuf hingga maghrib.[11][12] Selama wukuf, jamaah melakukan kegiatan sebagai berikut : 

a)          Mende ngarkan khutbah wukuf;

b)          Masuk waktu wukuf yang ditandai dengan adzan waktu dzuhur;

c)           Melaksanakan salat Żuhur dan As}ar ja ma’qas}ar taqdim

d)          Melaksanakan wukuf, dilanjutkan dengan dzikir dan berdoa boleh secara berjamaah atau sendiri­ sendiri;

e)          Memperbanyak dzikir, bacaan talbiyah, zikir, membaca Al­Qur’an  diselingi dengan doa dan berusaha terus mendekatkan diri  kepada Allah, dengan khusyu’ dan  tawadhu’;

f)            Memanfaatkan kesempatan wukuf sebaik­baiknya untuk berbuat kebaikan, bertaubat, membersihkan hati, selalu mengingat Allah SWT (berdzikir), dan tidak membicarakan hal­hal yang menimbulkan sum’ah dan  riya’;

g)           Menghindari perbuatan yang berakibat terjadinya pelanggaran larangan ihram

h)          Melaksanakan wukuf disunahkan menghadap kiblat, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW, sejak mulai wukuf sampai matahari terbenam dengan berdzikir dan berdoa;

i)            Mengakhiri wukuf ketika waktu maghrib tiba yang ditandai dengan adzan magrib.

j)            Jemaah haji bersiap­siap menuju Muzdalifah didahului dengan shalat maghrib;

k)           Melaksanakan sha lat Maghrib dan Isya’ dengan cara jama’ takhir dan qas} ar di Muzdalifah bagi jemaah yang diberangkatkan trip awal. Sementara jemaah yang diberangkatkan dengan trip akhir melaksanakan sa lat Maghrib dan Isya’ dengan cara jama’ taqdim qas}ar di tenda  Arafah;

l)            Meyakini bahwa wukuf yang dilakukan sah dan sempurna.

m)        Menaiki bus menuju Muzdalifah dengan antre dan bersabar, menunggu giliran, sepanjang perjalanan menuju Muzdalifah disunahkan berdzikir, bertalbiyah dan  berdoa.  

Suasana khutbah wukuf di Arafah

c.     di muzdalifah

Pada 10 Dzulhijjah malam, semua jemaah haji:

1.          Mening galkan Arafah menuju Muz dalifah untuk melaksanakan mabit

2.          Membaca talbiyah dan berdzikir selama dalam perjalanan dari Ara fah menuju Muzdalifah;

3.          Bersikap tenang, tidak terburu­buru, selama perjalanan menuju Muzdalifah;

4.          Menghadap kiblat, setelah tiba di tempat mabit. Hukum menghadap kiblat adalah  sunah.

5.          Membaca talbiyah dan zikir, diselingi dengan doa dan berusaha terus mendekat kepada Allah karena Muzdalifah termasuk tempat mustajab untuk berdoa;

6.          Menempati tempat mabit. Sebagian besar Jemaah menempati area terbuka yang dibatasi oleh pagar besi. Sebagian Jemaah ditempatkan di kemah perluasan Mina (Mina jadid) yang terletak di luar pagar; 

7.          Melaksanakan mabit di Muzdalifah.  Hukum mabit ini adalah wajib. Lamanya mabit diutamakan sejak awal malam hingga sebelum fajar ta nggal 10 Dzulhijjah; namun boleh mabit di Muzdalifah cukup se je nak, hingga lewat tengah malam. [13] Bagi Jemaah haji yang tiba di Muzdalifah setelah lewat tengah malam cukup berhenti sejenak.

8.          Mencari dan mengambil batu kerikil;  muassasah sudah menyediakan batu kerikil yang dibungkus kantong kain dengan jumlah yang cukup untuk melontar seluruh jamrah untuk jemaah haji reguler. Namun mencari dan mengambil batu kerikil di Muzdalifah hukumnya sunnah. Jika tidak mendapatkan jatah pembagian kantong kerikil, jemaah bisa mencari kerikil tujuh butir, atau 49 butir (jika jemaah berniat mengambil nafar awal) atau 70 butir (jika jemaah berniat mengambil nafar  tsani);

9.          Memanfaatkan waktu mabit dengan sebaikbaiknya untuk muhasabah, tadabbur dan tafakkur, mengagungkan Allah SWT, berserah diri kepada­Nya, dan kontemplasi untuk menemukan jati diri, sehingga merasakan kehadiran­Nya dalam jiwa dan raga,  serta merasakan datangnya kasih sayang dari Allah;

10.      Jemaah yang masuk kategori udzur syar’i boleh tidak melakukan mabit di Muzdalifah dan tidak dikenakan dam, di antaranya jemaah yang khawatir hartanya hilang, sakit berat dan

sebelum tengah malam, jemaah wajib membayar dam. Imam Abu Hanifah berpendapat, mabit harus sampai terbit fajar. Bila keluar dari Muzdalifah sebelum terbit fajar, jemaah harus membayar dam. Abdurraḥman al-Jaziri,Al-Fiqh ‘ala Mazahib al-Arba’ah, Juz. I, hlm. 665-667

karena itu sulit baginya untuk mabit, atau petugas yang mengurus jemaah atau karena ada kendala lainnya.

11.      Menuju Mina setelah lewat tengah malam dengan diangkut secara bergiliran dari tempat  mabit

Jamaah haji sedang melakukan mabit di Muzdalifah dan mengambil batu kerikil

d.    di mina

Setelah tiba di Mina, seluruh jemaah haji melakukan aktivitas berikut ini:

1.          Memasuki tenda yang telah disiapkan lalu beristirahat, me nunggu proses melontar jamrah sesuai jadwal dan wak tu yang

telah  ditetapkan;

2.          Melon tar Jamrah Kubra (Aqabah) pada 10 Dzulhijjah sebanyak tujuh kali lontaran. Jemaah haji Indonesia melontar jamarat di lantai tiga, kecuali jemaah haji yang melaksanakan mabit di maktab I sampai IX melontar jamrah di lantai  dasar.[14]

3.          Membaca takbir dan berhenti membaca talbiyah setelah melontar jamrah Aqabah;

4.          Membaca takbir setiap kali melont jumrah. Setelah melontar jemaah disunnahkan berdoa dengan mengangkat kedua tangan agar ibadah haji yang dilakukannya mabrur;

5.          Memotong rambut/bercukur. Laki­laki disunahkan gundul dan perempuan cukup memotong rambutnya, minimal 3 helai. Jemaah haji yang langsung melaksanakan tawaf ifadhah, bisa bercukur di Makkah;

6.          Tah}allul awal. Dengan telah dilaksanakannya lempar jumrah aqabah dan bercukur, jemaah sudah tahallul awwal. Jemaah sudah terbebas dari semua larangan ihram kecuali melakukan hubungan badan dan  pendahuluannya;

7.          Mabit di Mina. Hukum mabit di Mina wajib. Sebagian besar Jemaah mabit di perkemahan Haratullisan Mina. Sebagian lagi mabit di perluasan Mina atau Mina Jadid. Perkemahan Mina Jadid merupakan perluasan dari perkemahan Mina. Mabit di perluasan Mina termasuk mina Jadid dibolehkan dan hukum mabitnya sah.  

8.          Mabit selama dua malam yaitu 11 sampai  12 Dzulhijjah bagi nafar awal atau tiga malam, 11 sampai  13 Dzulhijjah bagi nafar tsani.;

9.          Memanfaatkan waktu mabit di Mina sebaikbaiknya, dengan terus bermujahadah, memelihara jiwanya yang telah bersih, agar tidak menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah, tidak melanggar perintah Allah, menjauhkan diri dari godaan syetan, tidak mengumbar hawa nafsu, dan pada puncaknya dapat menyandarkan hidupnya hanya kepada Allah.

10.      Melontar ketiga Jama rat (Sughra, Wust}ha, dan Kubra) masing­masing tujuh kali lontaran pada 11 Dzulhijjah; 

11.      Melontar tiga  Jama rat (Sughra, Wust}ha, dan Kubra) pada 12 Dzulhijjah; jemaah haji yang meng ambil na far awwal diharuskan me­

ning galkan Mina menuju Makkah sebelum Matahari terbenam; 

12.      Melontar tiga  Jama rat (Sughra, Wust}ha, dan Kubra) pada 13 Dzulhijjah;  jemaah yang mengambil nafar tsani meninggalkan Mina menuju Makkah;

Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan jemaah selama mabit di Mina:

1.      Melontar jamrah adalah untuk mengagungkan Asma Allah. Karenanya jemaah pada saat melontar harus penuh dengan rasa santun, tidak dengan emosi, tidak saling menyakiti secara fisik, baik dengan cara berdesakdesakan, saling berebut tempat. Jemaah hendaknya melempar dengan menggunakan batu kerikil,[15] dan tidak menggunakan batu besar karena bisa membahayakan orang lain;

2.      Melontar jamrah dilakukan dengan cara melontar batu kerikil ke dinding marma, memastikan batu kerikil mengenai dinding marma dan kemudian masuk ke lubang  marma.

3.      Waktu mabit di Mina adalah sepanjang malam hari, dimulai dari waktu Maghrib sampai dengan terbit fajar. Batas waktu mabit di Mina, paling sedikit jemaah mendapatkan sebagian besar waktu malam (mu’dzha mul lail). Menurut sebagian ulama’, mabit di Mina sah selama jemaah hadir di Mina sebelum fajar kedua  terbit;[16]

4.      Waktu melontar Jamrah Aqa bah pada 10 Dzulhijjah dimulai sejak lewat tengah malam dan lebih utama setelah Matahari terbit. Namun, mengingat pa datnya jemaah haji dari seluruh dunia yang me lontar pada waktu itu, di anjurkan kepada jemaah haji Indonesia untuk melontar mulai siang hari;

5.      Waktu melontar pada hari Tasyriq 11, 12, 13 Dzulhijjah menurut jumhur ulama dimulai setelah Matahari tergelincir. Namun, Imam Rafi’i dan Imam Isnawi dalam mazhab Syafi’i membolehkan melontar jamarat sebelum

Matahari tergelincir (qabla zawāl), dimulai sejak fajar terbit. Pen dapat ter sebut dapat diamal kan meski pun sebagian ulama menilai da’īf/lemah } (Keputusan Muktamar ke ­29 NU 4 De sem ber 1994);

6.      Jemaah haji yang memba dalkan lontar orang lain meniatkan lon taran untuk dirinya sendiri terlebih dulu baru kemudian meniatkan lontaran untuk jemaah yang dibadalkan;

7.      Jemaah haji yang mengambil nafar awal  meninggal kan Mina pada 12 Dzulhij jah sebelum Matahari terbenam, sedangkan jemaah yang meng am bil nafar tsani meninggal kan Mina pada 13 Dzulhijjah;

8.      Memperbanyak takbir, berzikir, diselingi dengan doa dan berusaha terus mendekatkan diri  kepada Allah karena Mina termasuk tempat mustajab untuk berdoa; berdzikir dan berdoa untuk melatih rohani agar bisa lebih berserah diri di hadapan Allah, kemudian bergantung pada Kekuasaan dan Keagungan­ Nya

Lokasi dan suasana Mina

Lokasi dan suasana jamarat di Mina

e.    Tawaf Ifadhah

Tawaf ifadhah dilaksanakan setelah jemaah haji pulang dari Mina 12 Dzulhijjah (bagi yang melaksanakan nafar awal) atau setelah 13 Dzulhijjah (bagi yang melaksanakan nafar tsani). Setelah tiba di hotel Makkah, aktifitas jamaah:

1.          Beristirahat secukupnya dan tidak memaksakan diri segera melaksanakan tawaf ifadhah. Menurut jumhur ulama’, tidak ada batas waktu akhir pelaksanaan tawaf ifadhah.

Ia bisa dilakukan kapan saja selama masih hidup.[17] Terlebih bagi jemaah yang berada di Mina, disarankan tidak melaksanakan tawaf ifadhah 10 Dzulhijjah dengan berjalan kaki menuju Makkah dan kembali lagi ke tenda Mina karena berisiko terhadap keselamatan dan kesehatan jemaah.

2.          Bagi jemaah haji yang tinggal di hotel jauh dari Masjidil Haram, tawaf ifadhah sebaiknya dilakukan setelah bus shalawat beroperasi, kecuali jemaah haji gelombang I kloter 1–5 yang harus segera meninggalkan tanah suci menuju tanah air;

3.          Melaksanakan thawaf ifad}lah dan sa’i (tahallul} tsani), tanpa diakhiri dengan mencukur rambut. Dengan demikian, jemaah telah tahallul tsani, terbebas sepenuhnya dari semua larangan ihram. Dengan selesainya tawaf ifadhah, berarti telah selesai rangkaian pelaksanaan haji tamattu’.

4.          Meyakini hajinya sah dan sempurna dengan terus berdoa agar hajinya diterima Allah SWT.

f.      Tawaf Wada’

Baik jemaah haji gelombang I yang segera pulang ke ta nah air maupun gelombang II yang hendak bertolak ke ke Madinah diwajibkan melakukan tha waf wada’. Thawaf wada’ dikerjakan saat je maah haji akan meninggalkan Mak kah. g. Mengubah Niat:

Haji tamattu’ bisa diubah menjadi haji qirān dengan mengubah niat ihram umrah menjadi niat ihram haji dan umrah sekaligus, atau menjadi ifrad dengan mengubah niat ihram umrah menjadi ihram haji saja. Tetapi orang yang melakukan perubahan niat haji di ke na kan dam satu ekor kambing. Diantara kondisi yang menyebabkan terjadinya perubahan niat ihram tersebut adalah:

1.          Perempuan yang datang di Makkah dalam keadaan haid/nifas dan sampai da tang waktu wukuf masih belum suci sehingga tidak bisa melaksanakan umrah;

2.          Jemaah yang datang di Makkah dalam keadaan sakit dan sampai da tang waktu wukuf tidak bisa melaksanakan umrah.

B. Haji Ifrād

Haji ifrād adalah mengerjakan haji saja tanpa umrah. Dengan cara ini seorang jemaah haji tidak wajib membayar dam. Pelaksanaan haji dengan cara ifrād ini dapat dipilih oleh jemaah haji yang datang mendekati waktu wukuf, sekitar lima hari sebelum  wukuf.

1. niat ihram

a.     Bersuci dengan mandi dan ber wudlu;

b.    Berpakaian ihram;

c.     Melaksanakan salat sunat ihram dua rakaat;

d.    Berniat ihram haji dari miqat di Abyar Ali  bagi jemaah haji gelombang I dan di asrama haji embarkasi, atau di dalam pesawat sebelum melintasi di Yalamlam/Qarnul al­Manazil, atau di Bandara KAIA Jeddah, bagi jemaah haji gelombang II, dengan melaksanakan niat di  hati:  .لََّيكَْ الَلَّهُمَّ حَجًّا

Artinya:

Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji. Atau mengucapkan: نوََيتُْ الْجََّ وَأحَْرَمْتُ بهِِ للِ تَعَال

Artinya:

Aku berniat haji dengan berihram kare na Allah Ta’ala.

e.    Bagi jemaah haji yang lemah dan sakit dianjurkan niat ihram dengan isytirat, lihat cara isytirat pada bab haji tamattu’

2. Aktifi tas di makkah

a.     Jemaah haji Indonesia yang melaksanakan haji ifrād, ketika tiba di Makkah disunatkan mengerjakan thawaf qudum;

b.    Thawaf qudum bukanlah thawaf umrah, bukan pula thawaf haji, dan hukumnya sunat. Setelah thawaf qudum, boleh diikuti dengan sa’i atau tidak. Jika diikuti dengan sa’i, maka sa’i yang dikerjakan ini sudah termasuk sa’i haji. Pada saat melaksanakan thawaf ifad}ah, tidak perlu melakukan sa’i lagi.

c.     Jika setelah melakukan thawaf qudum seorang jemaah sudah melaksanakan sa’i, maka jemaah ini tidak mengakhiri sa’i­nya dengan bercukur/ memotong rambut. Cukur dilaksanakan sesudah wukuf dan tiba di Mina setelah atau sebelum melontar Jamrah Aqabah tanggal

10  Dzulhijjah;

d.    Urutan kegiatan, bacaan dzikir dan doa pada pelaksanaan haji ifrād sejak dari wukuf sampai selesai, sama dengan yang dilakukan jemaah saat melaksanakan haji tamattu’;

e.    Apabila setelah selesai melaksanakan ibadah haji, jemaah ingin melaksana kan ibadah umrah, jemaah dapat mengambil mīqāt dari 

Tan’im, Ji’ranah atau mīqāt lainnya;

f.      Jemaah haji yang melakukan haji ifrad diwajibkan melakukan tha waf wada’ men jelang berangkat ke ta nah air bagi gelombang I dan menjelang bertolak ke Madinah bagi gelombang II.

3. Mengubah Niat:

Mengubah niat dari haji ifrad menjadi haji tamattu’ atau haji qiran atau sebaliknya, hukumnya boleh, tetapi pelakunya dikenakan dam tamattu/qiran serta dam mengubah niat. Dia tidak perlu kembali ke  miqat.

C. Haji qirān

Haji qirān adalah proses mengerjakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. Orang yang melakukan cara ini wajib membayar Dam Nusuk satu ekor kambing. Haji qirān dapat dipilih apabila karena sesuatu hal, seorang jemaah tidak dapat melaksanakan umrah, baik sebelum maupun sesudah haji, termasuk jemaah haji yang masa tinggalnya di Makkah sangat terbatas. Pelaksanaannya sebagai berikut:

1.     niat Ihram

a.     Bersuci dengan mandi dan berwudu;

b.    Berpakaian ihram;

c.     Melaksanakan salat sunat ihram dua rakaat;

d.    Berniat ihram haji dan ihram umrah dari miqat Abyar Ali bagi gelombang I dan dari asrama haji embarkasi bagi gelombang II, atau di dalam pesawat sebelum melintas Yalamlam/ Qarnul al­Manazil, atau di Bandara KAIA Jeddah, dengan melaksanakan niat di hati;

لََّيكَْ الَلَّهُمَّ حَجًّا وَعُمْرَةً

Artinya:

Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji dan berumrah.

Atau mengucapkan:نوََيتُْ الْجََّ وَالعُْمْرَةَ وَأحَْرَمْتُ بهِِمَا للِ تَعَالَ.

Artinya:

Aku niat haji dan umrah dengan berihram karena

Allah Ta’ala.

e.    Jemaah haji yang lemah dan sakit dianjurkan berniat ihram dengan isytirat, lihat cara isytirat pada haji tamattu’

2.     Aktifi tas di makkah

a.     Jemaah haji Indonesua yang melaksanakan haji qiran, ketika tiba di Makkah disu nat kan mengerjakan thawaf qudum;

b.    Thawaf qudum bukanlah thawaf umrah, bukan pula thawaf haji, dan hukumnya sunat. Setelah thawaf qudum, boleh diikuti dengan sa’i atau tidak. Jika diikuti dengan sa’i, maka sa’i yang dikerjakan ini sudah termasuk sa’i haji. Maka pada saat melaksanakan thawaf ifad}ah, tidak perlu melakukan sa’i lagi.

c.     Jika setelah melakukan thawaf qudum seorang jemaah sudah melaksanakan sa’i, maka jemaah ini tidak mengakhiri sa’i­nya dengan bercukur/ memotong rambut. Cukur dilaksanakan sesudah wukuf dan tiba di Mina setelah atau sebelum melontar Jamrah Aqabah tanggal

10  Dzulhijjah;

d.    Pelaksanaan ibadah, dzikir dan doa Haji Qiran sejak dari wukuf sampai dengan selesai sama dengan pe lak sanaan haji tamattu’;

e.    Ketika jemaah melaksanakan thawaf ifad}lah, ia harus melakukan sa’i jika pada waktu thawaf qudum belum melaksanakan sa’i;

f.      Jemaah pada saat akan meninggalkan Makkah, wajib melaksanakan tha waf wada’.

3.     Mengubah Niat:

Mengubah niat dari haji qiran menjadi tamattu’ hukumnya boleh, tetapi ia dikenakan dam nusuk dan dam mengubah niat. Sedangkan mengubah niat dari qiran ke ifrad  hukumnya boleh tetapi cara ini dikenakan dam karena mengubah niat tanpa perlu kembali ke miqat.

4.     Catatan;

Adakalanya Jemaah dari Arafah atau dari Muzdalifah, disebabkan oleh sesuatu hal, langsung ke Makkah. Untuk memastikan keabsahan ibadahnya dianjurkan melakukan langkah­langkah sebagai  berikut;

1. Jemaah setelah wukuf di Arafah langsung ke Makkah

Jemaah yang langsung berangkat ke Makkah setelah wukuf di Arafah 9 Dzulhijjah, baik akibat tersesat maupun sengaja ke Makkah, hendaknya menunggu di Makkah hingga lewat tengah malam, kemudian melaksanakan  tha waf ifad}ah, dilanjutkan mencukur atau memotong rambut (tahallul awal). Setelah itu, ia berangkat menuju Mina untuk me lontar Jamrah Aqabah (tah}allul tsani); dilanjutkan dengan mabit di Mina.  Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, tawaf ifadhah sah dilakukan paling cepat setelah lewat tengah malam

10  Dzulhijjah.[18]

2. Jemaah dari Muzdalifah langsung ke Makkah

Jemaah yang langsung berangkat ke Makkah setelah mabit di Muzdalifah, baik akibat tersesat maupun sengaja ke Makkah, hendaknya  menunggu di Makkah hingga lewat tengah malam kemudian mela ksanakan tha waf ifad}hah, dilanjutkan mencukur atau memotong  rambut (tahallul awal). Setelah itu, ia berangkat menuju Mina untuk me lontar Jamrah Aqabah (tah}allul tsani); dilanjutkan dengan mabit di Mina.


[1] Dari Ibnu ‘Abbas RA dari Nabi SAW bersabda; “Mengangkat tangan ketika mengawali shalat, ketika melihat Ka’bah, ketika di Shafa dan Marwa, ketika wukuf di Arafah, ketika di Muzdalifah, ketika di jamrah dan ketika shalat mayit”. (HR. As­syafi’i dari Ibnu ‘Abbas RA). Asy­Syafi ’i, Al-Umm, juz l hlm.169.

[2] Ibnu Taimiyah, Majmu’ah  al-Fatawa juz, 6 hal. 67 Ketika hendak memulai thawaf disunat kan menghadap Ka’bah de ngan sepenuh badan. Bila tidak mungkin, cukup dengan menghadapkan sedikit badan ke Ka’bah.

[3] Abu Daud, nomor hadis: 1892. hasan.

[4] Idhthiba’ yaitu memasukkan bagian tengah selendang, dibawah ketiak kanan dan meletakkan kedua ujungnya diatas pundak kiri dengan membiarkan bahu kanan terbuka dan bahu kiri tertutup. Wahbah az­Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz 3 hal. 168.

[5] Ibnu Mundzir, Al-Ijma’, hal. 70 nomor ijma’ 199.

[6] Jika memungkinkan, salat di belakang maqam Ibrahim. Jika kondisi penuh, jemaah bisa salat di area Masjidil Haram mana pun. Ibnu Mundzir an­Naisaburi, Al-Ijma’, hal. 71, ijma’ no 206. Pada rekaat pertama setelah membaca surah al­Fatihah disunatkan membaca surat al­Kafirun lalu membaca surat al­Ikhlas pada rekaat kedua. Muslim, No. 1218.

[7] Saat ini kondisi Shafa tidak lagi berbentuk bukit batu terjal. Tempat sa’i di lantai satu, tiga dan empat, berbentuk datar. Pada ujung tempat sa’i lantai dua, bentuknya menanjak. Terdapat bebatuan yang dikelilingi dengan pagar besi, sehingga jemaah tidak bisa mendaki ke atas batu. Sa’i dimulai dari tempat nyaman di tengah­tengah bukit. Sepanjang jalur sa’i dilengkapi dengan AC.

Tempat sa’i di lantai tiga dan empat terletak di atas bukit Shafa.

[8] Berdasar hadits yang menerangkan bahwa nabi mendoakan ampunan dan rahmat tiga kali bagi yang bercukur gundul dan satu kali bagi yang memendekkan rambut. Al­Bukhari nomor hadits 1727­ 1728.

[9] Tarwiyah berasal dari kata rawwa-yurawwi-tarwiyatan, yang bermakna menyiapkan air. Disebut tarwiyah karena pada zaman dulu, para jemaah haji menyiapkan perbekalan air minum untuk dibawa ke Arafah, karena pada masa itu belum ditemukan sumber mata air di Arafah. Ibn Hajar al­Asqalani, Fathul Bari, juz 3, hlm. 507.

[10] Waktu wukuf dimulai ba’da zawal (setelah tergelincir matahari) pada 9 Dzulhijjah dan berakhir saat terbit fajar 10 Dzulhijjah.

[11] Kadar waktu wukuf menurut mazhab Syafi’i cukup sesaat pada siang hari. Bila waktu wukuf diperpanjang sampai malam, hukumnya sunnah. Menurut Mazhab Maliki, wukuf harus menemui waktu siang (hukumnya wajib) dan waktu malam (hukumnya sebagai rukun). Menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Hanbali, wukuf harus mendapati siang dan malam dan keduanya merupakan wajib haji.  Sa’id Bin Abdul Qadir Basyanfar, al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah, hlm.

[12] .

[13] Menurut Mazhab Maliki, kadar lama mabit di Muzdalifah adalah selama melaksanakan ṣalat Maghrib dan Isya, kemudian makan malam sejenak sekadar cukup waktu untuk menurunkan pelana kuda. Mabit sudah sah sekalipun jemaah keluar dari Muzdalifah sebelum tengah malam. Menurut Imam Syafi’i dan imam Ahmad, mabit di Muzdalifah harus lewat tengah malam. Apabila keluar dari Muzdalifah

[14] Pada awalnya tempat lontar jamrah merupakan tempat terbuka dan tidak bebentuk bangunan, kemudian dibangun dua lantai, selanjutnya Pemerintah Arab Saudi membangun tempat lempar jamrah menjadi lima lantai, yang digunakan pertama kali pada tahun 2012.

[15] Abî Dâud, Sunan Abî Dâwud, nomor hadits 1966.Al­Fâkihî, Akhbâr Makkah, juz 4, hal. 250 nomor hadits 2557.

[16] Abu Zakariya an­Nawawi, al-Majmu’ Syarkh al-Muhadzab li Syairazi, juz 8, hlm. 223; lihat juga al­Izz bin Abdl Salam, al-Ghayah fi Ikhtishar an-Nihayah, jilid 3, hlm. 108

[17] Sa’id Bin Abdul Qadir Basyanfar, al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah, hlm. 179

[18] Al-Baihaqi, , Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, jilid 7, hlm. 291


BAB V - HIKMAH HAJI & UMROH

Secara sederhana, apa yang dimaksud dengan hikmah dan filosofi haji dalam buku ini adalah makna, nilai, rahasia, faedah atau manfaat yang terkandung di balik amalan-amalan haji, baik amalan fisik maupun amalan ruhani. Setelah membaca bab ini diharapkan jemaah haji dapat mendalami aspek terdalam dari rukun Islam kelima ini sehingga mendapatkan predikat  mabrur.

A. Hikmah Umrah

Umrah secara bahasa berarti ziyârah, artinya berkunjung atau bertamu. Orang yang sedang umrah atau haji dikatakan sebagai tamu Allah. Dari makna itu bisa dipahami bahwa ibadah umrah memberikan pesan kepada umat manusia tentang pentingnya berkunjung dan bersilaturahim kepada sanak keluarga dan sesama manusia, terlebih berkunjung dan menyambung tali hubungan kepada Allah SWT.

Hubungan sesama manusia semakin kuat jika ia sering saling sapa dan saling berkunjung. Demikian pula hubungan manusia dengan Allah SWT akan semakin kuat jika ziyârah itu sering dilakukan. Jika hubungan manusia dengan-Nya kuat, Allah akan mencurahkan rahmat dan anugerah kepadanya. Inilah yang disabdakan baginda Rasulullah Muhammad  SAW:

عَنْ أبَِ هُرَيرَْةَ رضََِ اللهُ عَنهُْ، قَالَ: قَالَ رسَُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ:  الَعُْمْرَةُ إِلَ العُْمْرَةِ كَفَّارَةٌ مَا بيَنَْهُمَا،  وَالْجَُّ المَْبُْوْرُ ليَسَْ لَُ جَزَاءٌ إِلَّ الْنََّةِ

)متفق  عليه [1].(

Artinya:

Dari Abu Hurairah RA., Rasulullah SAW bersabda: ‘’Antara satu ibadah umrah dengan ibadah umrah lain merupakan peng hapus dosa dan kesalahan yang diperbuat di antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.’’

(HR.  Muttafaqun  ’Alaih).

B. Hikmah Haji

Haji secara bahasa berarti al-qashd, artinya sengaja atau sadar. Ada juga yang mengatakan haji adalah al-‘aud; artinya kembali dan at-tikrâr atau berulang kali. Dari sini bisa dipahami, pelajaran penting dari ibadah haji adalah mengajak manusia

1349

untuk selalu sadar bahwa ia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Kesadaran ini harus terus ada dalam sanubari seorang manusia agar ia berhasil menggapai kebahagiaan hakiki.

Haji juga mengajarkan manusia tentang kesadaran terus-menerus untuk kembali kepada Allah. Mengapa kesadaran kembali ini perlu terus digelorakan? Kehidupan dunia itu melenakan dan menggiurkan. Manusia bisa lupa bahwa ia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Haji mengajak semua umat manusia agar ingat tentang kesadaran innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn. sesungguhnya kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Al-

Baqarah[2]:156 

Kesadaran tentang hal di atas akan mengantarkan manusia kepada kesucian hakiki. Karena itu, orang yang berhaji secara serius dan total akan kembali layaknya bayi yang baru lahir dari rahim ibunya sebab ia sadar betul akan status kehambaannya di hadapan Allah. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW:

عَنْ أبَِ هُرَيرَْةَ رضََِ اللهُ عَنهُْ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبَِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:  مَنْ حَجَّ للهِ فَلمَْ يرَْفُثْ وَلمَْ يَفْسُقْ رجََعَ كَيَوْمِ وَلََتهُْ أمُُّهُ )رواه البخارى ومسلم 2.(

 

2 Al-Bukhari, nomor hadits: 1521 dan Muslim, nomor hadis:

1350.

Abi Huraerah RA berkata: Saya men dengar Nabi SAW bersabda: Barang siapa yang melaksanakan haji karena Allah dengan tidak berbuat rafas (kata-kata kotor) dan tidak berbuat fusuq (durhaka), dia kembali suci seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya (tanpa dosa) (HR. Bukhari dan Muslim).

Kesucian fitrah sebagaimana dise but kan dalam hadis di atas akan mengan  tarkan seseorang kepada kenikmat an surga, sesuai sabda Rasulullah  SAW:

عَنْ أبَِ هُرَيرَْةَ رضََِ اللهُ عَنهُْ، أنََّ رسَُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ قال:  وَالْجَُّ المَْبُْوْرُ ليَسَْ لَُ جَزَاءٌ إِلَّ الْنََّةِ )متفق عليه.( [2]

Dari Abi Huraerah ra., Rasulullah SAW bersabda: Haji  yang mabrur tiada imbalan yang setara kecuali surga. (HR. Muttafaq ’Alaih).

C. Hikmah Mīqāt Zamānī dan Mīqāt Makānī

Mīqāt zamānī adalah ketentuan waktu untuk melaksanakan ibadah haji, sedangkan  mīqāt makānī adalah ketentuan tempat di mana seseorang harus memulai niat haji atau umrah. Kedua mīqāt tersebut mengisyaratkan tentang pentingnya tempat (ruang) dan waktu dalam menjalani semua aktivitas, baik ibadah maupun aktivitas lainnya. Kebutuhan manusia terhadap ruang dan waktu juga menunjukkan bahwa

1349

ia tidak sempurna, makhluk lemah dan tak berdaya. Di sisi lain, seseorang yang mampu mengatur ruang dan waktu dengan baik dan disiplin sesuai aturan hukum yang berlaku akan berhasil menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah selama hidup di muka bumi.

Secara lahiriah miqat adalah tempat atau waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW sebagai pintu masuk untuk memulai haji. Sementara secara spiritual, miqat adalah batas antara alam fisik (lahiriah) dan alam metafi sik (batin/ghaib). Mulai dari miqat inilah, seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji harus menancapkan tekad dan niatnya untuk masuk ke dalam alam malakut. Dari titik miqat inilah, ia akan bersiap-siap berangkat menuju Baitullah (rumah  Allah).

Karena hendak bertamu kepada Allah yang

Maha Suci, tak ada pilihan lain bagi calon tamu kecuali menyucikan jiwa dan batinnya, mengosongkan segenap orientasi duniawi dan mengisinya dengan orientasi ukhrawi. Karena Allah adalah Dzat yang Maha Suci, maka hanya mereka dengan raga dan jiwa yang suci sajalah yang akan ditemui saat ia bertamu kepada-Nya. Jika kalam-Nya saja tidak dapat dipahami kecuali oleh mereka yang suci,[3] bagaimana mungkin Dzat-Nya yang Agung dapat digapai tanpa  kesucian?

Karena itu, memasuki miqat, orang yang berhaji harus benar-benar mempersiapkan diri, baik secara lahir terlebih batin, agar pada saat sampai di rumahNya ia benar-benar siap dan layak menjadi tamu-Nya. Ia benar-benar pantas mendapatkan sambutan-Nya, layak untuk dipersilakan masuk ke rumah-Nya. Pendek kata, ia benar-benar pantas mendapatkan kucuran kasih sayang-Nya.

D.    Hikmah Mandi Sebelum Berihram

Mandi sebelum berihram mengisya rat kan bahwa seseorang yang di panggil Allah SWT untuk datang ke Baitullah seyogyanya dalam kea daan yang sempurna -- badan, hati, dan lisan nya bersih dari kotoran yang melekat, baik lahi r maupun batin. Dzat yang Suci hanya dapat ditemui oleh mereka yang suci. Karena itu Allah mencintai orang-orang yang senang bersuci -- menyucikan badan, pikiran dan batinnya. Hal ini sejalan dengan firman-Nya:  .إِنَّ اللهَ يُِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُِبُّ المُْتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci.” Al-Baqarah [2]: 222.

E.     Hikmah Memakai Pakaian Ihram

Melepas pakaian sehari-hari dan menggantinya dengan dua helai kain ihram menggambarkan keadaan orang yang meni nggal dunia. Dia harus melepaskan semua atribut dan urusan dunia dan berganti dengan kain ka fan. Pakaian dunia inilah yang kerap membuat manusia lupa diri sehingga mudah berbuat salah dan dosa. Karena itu, pakaian dunia sebagai simbol dari kesombongan dan kecongkakan harus dilepas agar ia diterima oleh Allah SWT. Ketika Nabi Musa AS bermu na jat, misalnya, dia diperin tahkan untuk melepas sandal sebagai lambang pakai an du nia. Allah SWT berfirman: . إنِّ أنَاَ رَبُّكَ فَاخْلعَْ نَعْليَكَْ إنِكََّ باِلوَْادِ المُْقَدَّسِ طُوًى

Sungguh Aku adalah Tuhanmu, maka lepaskan kedua terom pahmu karena sesungguhnya engkau ber ada di lem bah yang suci, T}uwā. T}āhā [20]: 12.

Demikian pula orang yang me laksanakan ibadah haji, saat hendak memasuki tanah suci, baitullah, dia harus melepas pakaian duniawi itu, harus menanggalkan kebiasaan buruk yang melekat dalam dirinya agar diterima oleh Allah SWT.

Pakaian ihram memiliki arti pembebasan diri dari keinginan hawa nafsu dan daya tarik luar selain Allah. Ihram melambangkan penyerahan jiwa raga sepenuhnya kepada kebesaran dan keindahan Dzat dan sifat Allah, membebaskan dari ikatan kedudukan, pangkat, darah, keturunan, harta, dan status sosial lainnya yang sering merusak tali persaudaraan. Ihram mengajari umat manusia tentang kesamaan dan kesetaraan di hadapan Allah. Dia tidak melihat pangkat dan jabatan. Apa yang Dia lihat adalah ketakwaan dan amal kebaikan.

عنْ أبَِ هُرَيرَْةَ قَالَ، قَالَ رسَُولُ اللهِ -صل الله عليه وسلم:   إِنَّ اللهَ لَ يَنظُْرُ إِلَ صُوَرِكُمْ وَأمَْوَالِكُمْ وَلكَِنْ يَنظُْرُ إِلَ قُلوُبكُِمْ وَأعَْمَالِكُمْ.

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Tapi, Allah hanyalah melihat hati dan amalan kalian.”[4] (HR. Muslim, dari Abi Hurairah RA)

Ketika sudah mengenakan pakian ihram, seseorang dilarang atau diharamkan melakukan dosa dan kemaksiatan, baik kepada sesama manusia, binatang, tetumbuhan, terlebih kepada Allah. Rafats, fusuq, jidal dan berburu binatang di tanah haram dilarang karena aktivitas tersebut dapat memalingkan hati manusia dari perasaan sama dan setara sesama makhluk di hadapan Tuhan.

Status kehambaan hanya dapat terwujud secara total ketika manusia mampu menundukkan ego dan kesombongannya. Indikator kesombongan manusia antara lain dapat dilihat dari pakaiannya; orang kaya berpakaian mahal, si miskin berpakaian murah. Pakaian ihram mengajari semua manusia tentang status kehambaan yang sejati. Manusia diajak untuk menghilangkan sekat-sekat sosial, diajari untuk mengingat hakekat kehidupan bahwa ia berasal dariNya dan akan kembali kepada-Nya.

Saat berada di tanah air, seseorang dapat menyombongkan diri dengan pakaian yang dikenakannya. Tapi saat ia bertamu di rumahNya, kesombongan itu tak patut disemai. Ia harus ditanggalkan dan ditinggalkan. Ganti pakaian kesombongan itu dengan pakaian berwarna putih bersih, layaknya kain kafan, penanda kesucian dan penyerahan diri. Lewat ibadah haji, setiap jemaah haji hendaknya menampakkan semangat kesederhanaan, kesetaraan, dan kebersamaan di hadapan Allah. 

F. Hikmah Membaca Talbiyah

Talbiyah adalah jawaban atas panggilan Allah SWT untuk me lak sanakan haji, yang di ucap kan seseorang ketika memasuki ihram haji atau umrah. Sese orang yang me ngu capkan tal biyah harus didahului dengan sikap yang tulus/ikhlas, ongkos atau biaya haji/ um rahnya diperoleh dari harta yang halal, hatinya bersih dari sifat riya, sombong, dan ingin dipuji. Dia menunjukkan perasaan  khusyu’ (merendahkan diri) kepada Allah SWT untuk me nyak sikan keagungan dan  ke be saran-Nya. Rasulullah SAW bersabda:

َ

عَنْ أبِ هُرَيرَْةَ قَالَ: قَالَ رسَُولُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّم:  إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ حَاجًّا بنَِفَقَةٍ طَيِّبَةٍ،  وَوَضَعَ رجِْلهَُ فِ الغَْرْزِ،  فَنَادَى: لَبَّيكَْ اللَّهُمَّ لَبَّيكَْ،  ناَدَاهُ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ:  لَبَّيكَْ وسََعْدَيكَْ،  زَادُكَ حَلالٌ، وَرَاحِلتَُكَ حَلالٌ،  وحََجُّكُ مَبُْورٌ غَيُْ مَأزُْوْرٍ، وَإذَا خَرَجَ باِلنَّفَقَةِ الْبَِيثَةِ، فَوَضَعَ رجِْلهَُ فِ الغَْرْزِ، فَنَِادَى: لَبَّيكَْ، ناَدَاهُ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: للَبَّيكَْ وَل سَعْدَيكَْ، زَادُكَ حَرَامٌ وَنَفَقَتُكَ حَرَامٌ، وحََجُّكَ غَيُْ

مَبُْورٍ )رواه الطبانى.( [5]

Artinya:

Dari Abi Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Ketika seseorang yang akan berhaji keluar dari rumah dengan nafakah (ong kos haji) yang baik (halal), kemudian dia meletakkan kaki  nya di atas kendaraan lalu mengucap kan “Aku sambut panggilan-Mu Ya Allah, aku sambut panggi lan-Mu”, akan ada suara yang memanggil dari langit, “Aku sambut panggilanmu dan kebahagiaan yang tiada tara untukmu, bekalmu dari yang halal dan kendaraanmu halal, hajimu mabrur tidak tercampur dengan dosa.” Apabila seseorang yang akan berhaji keluar dari rumah dengan bekal yang haram, maka ketika dia naik kendaraan lalu mengu capkan “Aku memenuhi panggilan-Mu Ya Allah” tiba-tiba terdengar suara dari langit “tidak, aku tidak menyambut panggilan mu dan engkau tidak mendapatkan kebahagiaan, bekalmu dari har ta yang haram dan nafkah mu haram, hajimu, tidak mabrur”

(HR. at}-t}ab rani).

Talbiyah adalah lantunan suara ketakberdayaan hamba di depan Tuhannya. Talbiyah juga wujud kesyukuran hamba atas nikmat panggilan menunaikan ibadah haji. Dengan membaca talbiyah, hakekatnya manusia sedang diajak untuk masuk ke dalam alam kehambaan sejati, mengakui keagungan dan kemahakuasaan Allah SWT.

Saat melantunkan lafadz talbiyah, hati akan bergetar tak terperi, menunduk dan merintih menangis di hadapan Ilahi. “Aku memenuhi panggilanmu ya Rabb. Tak ada sekutu bagi-Mu ya Rabb. Segala macam pujian dan semua jenis kekuasaan hanya milik-Mu ya Rabb.” Kalimat ini mengisyaratkan ketundukan dan keberserahan diri, sebuah pengakuan seorang hamba yang tak punya apa-apa, yang lemah, dan tak kuasa bahkan terhadap dirinya sendiri.

G. Hikmah Thawaf

Thawaf artinya mengitari atau me ngelilingi. Secara istilah thawaf berarti mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran, dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad.

Thawaf dimulai dengan mengucapkan Bismillahi Allahu Akbar. Kalimat takbir menandakan bahwa dalam memulai aktivitas apa pun, setiap manusia harus punya kesadaran dalam dirinya bahwa hanya Tuhan yang Maha Besar. Manusia tak ada apaapanya di hadapan Tuhan. Kesadaran mendalam ini harus tertanam dalam sanubari sehingga tak ada kesombongan dan kezaliman dalam menjalani proses kehidupan.

Allah SWT ber firman:

...وَلْطَّوَّفُوْا باِلبَْيتِْ العَْتِيقِْ.

...dan lakukanlah thawaf di sekeliling rumah tua

(Baitullah). Al-Hajj [22]: 29.

Thawaf membawa pesan mak nawi berputar pada poros bu mi yang paling awal dan paling dasar. Tujuh putaran melambangkan tujuh langit yang mengelilingi Arsy. Tujuh putaran juga mengingatkan kita semua bahwa langit dan bumi diciptakan oleh Allah sebanyak tujuh lapis. Tujuh putaran juga mengingatkan bahwa ada tujuh hari dalam seminggu. Bahkan surat Al-Fatihah yang dilantunkan umat Islam saat salat juga terdiri atas tujuh ayat (assab’ al-matsani). Pada hari ketujuh pula, umat Islam disunahkan memotong rambut bayi yang baru lahir dan menyembelih kambing dalam ritual akikah. Ini tentu bukan kebetulan, pasti ada hikmah dan rahasia mengapa angka tujuh menjadi pilihan Tuhan di dalam hukum alam-Nya. Ada sebagian ulama berpendapat, angka tujuh  adalah simbol dari pentingnya konsistensi dalam menjalani aktivitas. Manusia tak boleh menyerah hanya karena gagal dalam aktivitas pertama dan kedua. Ia harus terus mencoba dan mencoba, bangkit tak kenal lelah, untuk menggapai tujuan hidupnya.

Se dang kan lingkaran pela tar an Ka’bah merupakan gambaran arena per temuan manusia dengan Allah. Selama pertemuan itu berlangsung, hanya kalimat thayyibah yang layak untuk dilantunkan; mulai dari dzikir, ayat-ayat Al-Qur’an, shalawat dan do’a. Kalimat thayyibah ini dibaca dengan penuh penghayatan, agar kita menyadari hakikat ma nusia se bagai makhluk-Nya, hubung an manusia de ngan Sang Maha Pencipta dan ketergan  tungan manusia terhadap Tuhannya.

Thawaf mengajak untuk mengikuti perputaran waktu dan peredaran peristi wa, namun  tetap berdekatan dengan Allah SWT dengan menem patkan Tuhan Maha Rahman itu pada tem pat yang semestinya dan menja  dikan diri sebagai hamba-Nya yang taat dan tunduk pada-Nya.

Di sisi lain, Ka’bah merupakan simbol ber kumpul (matsabatan). Ketika orang-orang berkumpul di  sekeliling Ka’bah untuk melakukan tha  waf, mereka bu kan hanya hadir secara fisik, tapi juga bersama ruh dan jiwa, semuanya menghadap dan menuju Allah  SWT. Jadi, setiap orang yang sedang thawaf diharapkan tidak hanya menge  lilingi Ka’bah secara fisik, tapi  hatinya juga selalu ingat pada Allah dan mengha  yati apa yang dia baca. Nabi Muhammad SAW bersab da:

عَنْ عَلِِّ بنِْ أبَِ طَالِبٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبَِّ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ يَقُولُ: لأَبِ هُرَيرَْةَ: لعََلَّكَ سَتُدْركُِ أقَوَْامًا سَاهِيْنَ لَ هِيْنَ فِ طًوَافِهِمْ، فَذلكَِ طَوَافٌ غَيُْ مَقْبُوْلٍ وَعَمَلٌ غَيُْ مَرْفُوْعٍ، ياَ أبَاَ هُرَيرَْةَ، إِذَا رَأيَْتَهُمْ صُفُوْفًا ،فَشُقَّ صُفُوْفَهُمْ،  وَقُلْ لهَُمْ:  هَذَا طَوَافٌ غَيُْ مَقْبُوْلٍ، وَعَمَلٌ غَيُْ مرْفُوْعٍ )رواه الفاكهي والرجان(.

Artinya:

Dari Ali Ibn Abu talib berkata, } aku mendengar Nabi SAW ber kata kepada Abu Hurairah: “Engkau akan menemukan orang yang lupa dan lalai keti ka melaksanakan thawaf, thawaf mereka tidak dite rima Allah dan amal mereka tidak sampai kepada Allah. Hai Abu Hurairah:  Jika kamu meli hat mereka berbaris-baris (tha waf), maka bu barkanlah bari sannya dan katakanlah kepada mereka: thawaf ini tidak dite rima oleh Allah dan amal mereka

tidak sampai kepada Allah[6]”. (HR.Al-Fakihi dari  Ali  RA)

Saat seseorang menjalankan thawaf, kadang tempat berputar terlihat sepi dan lengang, kadang berdesak-desakan. Kendati demikian, orang yang menjalankan thawaf tidak boleh marah, tidak boleh mengeluh, ia harus terus fokus mengitari Ka’bah hingga selesai tujuh kali putaran. Saat selesai berputar tujuh  kali, ia bergembira dan wujud dari kegembiraan itu ia ekspresikan dengan lantunan doa dan salat sunnah di belakang maqam Ibrahim.

Kondisi perputaran thawaf ini menggambarkan proses seseorang menjalani kehidupan dunia. Dalam menjalani hidup, manusia pasti mengalami rintangan dan ujian, senang atau susah. Maka, jika manusia ingin sukses menjalani kehidupan ini, kuncinya adalah tetap fokus dan tulus menjalaninya dengan terus berusaha dan mematuhi aturan yang ada. Dia harus fokus menjalankan perintah Tuhan. Fokus mengarungi kehidupan dengan penuh kesabaran dan kesyukuran adalah kunci keberhasilan menjalani kehidupan.

Secara spiritual, thawaf mengajari manusia tentang siklus kehidupan. Mereka lahir di dunia atas kehendak Allah, hidup selalu bersa ma Allah (ahya wa amūt), dan pada akhirnya kem bali kepada Allah. Berputar atau mengelilingi berarti bergerak sebagai tanda adanya kehidupan. Kondisi kehidupan terus berputar di antara manusia, jatuh bangun, kaya miskin, terkenal dan terlupakan, semuanya silih berganti menghiasai kehi dup an manusia.

 Secara historis, thawaf juga mengingatkan manusia kepada orang yang membangun Ka’bah,  yaitu Nabi Ibrahim AS bersama putranya Isma’il AS, yang me nguatkan keyakinan bahwa Islam yang kita anut ini merupakan kelanjutan dari risalah yang  pernah diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Shalat sunat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim (tempat berdiri Nabi Ibrahim AS ketika membangun Ka’bah)  setelah thawaf, yang dilakukan sebelum berdoa di Multazam, juga me ng ingatkan umat Islam akan adanya hubungan agama yang disam paikan Nabi Muhammad SAW dengan aga ma yang disam paikan Nabi Ibrahim AS. Semua prosesi yang dilakukan dalam thawaf sema kin mengukuhkan se orang Mus lim akan keimanan, ketauhidan, serta keis lamannya.

H. Hikmah Mencium Hajar Aswad

Mencium Hajar Aswad sunat bagi laki-laki dan mubah bagi perempuan. Karenanya perempuan tidak dianjurkan mencium Hajar Aswad kecuali dalam keadaan sepi. Mencium Hajar Aswad adalah ama liah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan juga dilakukan oleh Nabi Muham mad SAW. Nilai yang menonjol dalam mencium Hajar Aswad adalah kepa tuhan mengi kuti sunah Rasulullah SAW. Dalam konteks ini riwayat, sahabat Umar RA keti ka mencium Hajar Aswad me nga takan:

عَنِ ابنِْ عَبَّاسٍَ أنََّ عَُمَرَ بْنَ الطََّاب أكََّبََ عََ الرُّكْنِ وَقَالَ: إِنِّ لَأعْلمَُ أنكََّ حََجَرٌ، وَلوَْ لمَْ أرَ حَبِيبِْْ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ قَبَّلكََ أوِاسْتَلمََكَ، مَا اسْتَلمَْتُكَ وَلَ قَبَّلتُْكَ(  لقََدْ كَنَ لكَُمْ فِْ رسَُوْلِ اللهِ أسُْوَةٌ حَسَنَةٌ

))رواه أحمد(

Artinya:

Ibnu ‘Abbas RA bercerita  bahwa Umar RA bersandar di rukun Hajar Aswad lalu berkata: “Sungguh aku mengetahui engkau hanyalah batu, sekiranya aku tidak meli hat kekasihku Rasulullah SAW telah menciummu dan mengu sapmu, niscaya aku tidak akan mengusapmu dan mencium mu. Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan. [7] (HR. Ahmad dari Ibnu ‘Abbas RA)

Dalam riwayat lain, Umar menghampiri Hajar Aswad ke mu dian menciumnya seraya mengatakan:

عَنْ عَبسَِ بْنَُ رَبيِعَْةَ عن عُمَرَ رضَََِ الله عََنهُْ أَنهَُّ جَاءَ اِلَ الجََرِ الْأسْودَِ فَقَبَّلَهَُ فَقََالَ: إِنِّْ لَأعْلمَُ أنكََّ حَجَرُ لَ تضَُُّ، وَلَ تَنفَْعُ، وَلوَْلَ أنِّ رَأيتُْ النَّبَِّ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ يُقَبِّلكَُ، مَا قَبَّلتُْكَ )رواه البخارى  ومسلم(

Artinya:

Dari ‘Abis bin Rabi’ah dari Umar RA: bahwasanya Umar RA datang mendekati  Hajar Aswad lalu berkata: ‘’Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah batu, kamu tidak memberi mudarat maupun manfaat, sekiranya aku tidak melihat Rasulullah SAW men ciummu niscaya aku tidak akan menciummu.’’ [8] (HR.  Bukhari dari ‘Umar RA)

Rasulullah SAW telah mem be rikan tuntunan dalam bersi kap terhadap Hajar Aswad dengan sangat bijaksana. Jika memung kinkan, orang yang melakukan thawaf dianjurkan mencium Hajar Aswad. Jika tidak mungkin, dia cukup menyen tuhnya dengan tangan, kemudian mencium tangannya yang telah menyen         tuh Hajar Aswad itu. Jika tidak mungkin juga, dia cukup berisyarat dari jauh, dengan tangan atau tongkat  yang diba wanya, kemudi an menci umnya. Dengan de mi kian, men cium Ha jar Aswad mencerminkan sikap kepa tuhan seorang Mus lim mengi kuti tuntunan Rasulullah SAW.

Saat mencium Hajar Aswad, manusia diharapkan mengingat kembali janji yang pernah ia ikrarkan di hadapan Allah SWT,[9] ikrar tentang status kahambaan manusia di hadapan Tuhannya, ikrar yang menegaskan bahwa Allahlah satu-satunya Dzat yang patut disembah dan ditaati.

Mencium hajar aswad juga memberikan pelajaran tentang sikap tawadlu’ atau ketundukan menjalankan perintah Tuhan. Manusia adalah makhluk mulia dan dimuliakan oleh Allah, sementara batu adalah makhluk mati yang tak berakal. Kemuliaan yang diberikan kepada manusia kerap membuatnya lalai dan lupa akan hakekat statusnya sebagai hamba. Untuk mengingatkannya, manusia diperintahkan mencium makhluk dengan derajat yang lebih rendah dibanding dirinya, agar ia tak sombong dan jumawa di depan makhluk-makhluk-Nya, apalagi di hadapan Sang Pencipta.

Abdullah bin Abbas pernah berkata bahwa Hajar Aswad adalah yaminullah fi l-ardh (tangan kanan Allah di muka bumi).  عن  ابن عباس قال:  الجر الأسود يمين الله ف الأرض ،  فمن صافحه وقبَّله فكأنما صافح الله .وقبَّل يمينه

“Hajar Aswad adalah tangan kanan Allah di muka bumi, barangsiapa menyalami dan menciumnya, seakan-akan ia menyalami dan mencium ‘tangan kanan’ Allah.” [10](HR. Al-Azraqi, Abdurrazzaq dan Ibn Asakir dari Ibnu ‘Abbas RA)

Karena itu, saat mencium Hajar Aswad, manusia diminta untuk betul-betul berserah diri dan tunduk kepada Allah SWT karena hakekatnya ia sedang berhadapan dengan Tuhan penguasa semesta alam. Tunduknya hati dan pikiran akan mengantarkan seseorang mendapatkan siraman rahmat dan pencerahan dari-Nya.

Dalam riwayat lain, dari Ibnu Abbas, di ceritakan bahwa Hajar Aswad dulu berwarna putih, tapi karena sering dijamah tangan manusia yang penuh dosa, ia berubah menjadi hitam. Karena berubah menjadi hitam, disebutlah makhluk itu sebagai  Hajar Aswad.

عَنِ ابنِْ عَبّاَسٍ أنََّ رسَُولَ اللهِ -صل الله عليه وسلم- قَالَ: نزل الْجََرُ الأسَْوَدُ مِنَ الْنََّةِ وَهو أشََد بَيَاضاً مِنَ اللَّبَّ فسَودََّتهُْ خَطَاياَ بنَِ آدَمَ.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasul SAW bersabda: “Hajar Aswad adalah batu dari surga dan awalnya lebih putih dari salju. Dosa manusialah yang membuatnya menjadi hitam.”[11](HR. At-Tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas RA)

Ibnu Hajar al-Asqallani menjelaskan, warna hitam Hajar Aswad memberikan petunjuk bahwa jika warna batu saja dapat berubah menjadi hitam legam karena disentuh manusia yang kerap berbuat salah dan dosa, bagaimana dengan hati manusia? Tentu hati akan lebih mudah berubah menjadi hitam jika pemiliknya sering berbuat dosa dan kesalahan. Mencium Hajar Aswad mengajarkan manusia agar senantiasa mengingat bahwa daya rusak dosa dan maksiat sangatlah besar.

I. Hikmah Minum Air Zamzam

Saat air keluar dari bawah kaki Ismail, Siti Hajar berusaha untuk mengumpulkan air tersebut seraya berkata: “Zamzami…. zamzami..” (berkumpullah…

berkumpulah wahai air). Sejak saat itulah air ini dikenal dengan sebutan Zamzam.

Meminum air Zamzam memberikan pesan bahwa dalam menjalani aktivitas, manusia membutuhkan bekal. Di antara bekal terbaik adalah minuman air. Dengan minum air, seseorang akan kembali segar dan dapat menjalankan tugasnya kembali. Air adalah sumber kehidupan, tanpa air makhluk hidup di dunia ini akan mati. Air juga mengisyaratkan kedamaian dan kesentosaan. Dengan air, apa yang panas akan menjadi dingin. Seseorang yang sedang emosional dan capek akan hilang emosi dan rasa capeknya jika ia meminum air.

Meminum air Zamzam mengajarkan manusia tentang pentingnya merawat alam dan menjaga kedamaiannya. Bumi perlu dilestarikan, perlu dijaga, dan dikonservasi. Air adalah sumber kehidupan yang dengannya bumi dan segenap makhluk di dalamnya akan tetap hidup. Bukankah Allah berfirman:  .وجعلنا من الماء كل شيء حي

“Dan kami jadikan dari air segala sesuatu menjadi hidup.” Al-Anbiya’[21]: 30)

J.   Hikmah Sa’i

Pada dasarnya perjalanan sa’i adalah dzikrullah karenanya selama menjalankan sa’i seseorang harus dipenuhi dengan dzikir. Arti kata sa’i adalah usaha. Bisa pu la dikembangkan artinya men jadi: berusaha dalam hi dup, baik pribadi, keluarga, atau masyarakat. Pelaksanaan sa’i antara bukit Safa dan Marwa melestarikan penga laman Siti Hajar (ibu Nabi Ismail AS) ketika ia mondar-mandir antara dua bukit itu untuk mencari air minum bagi dirinya dan putranya. Saat itu  ia kehabisan air di tempat yang sangat tandus padahal  tiada se orang pun yang dapat dimintai per to longan. Nabi Ibrahim AS, suami Siti Hajar dan ayahanda Nabi Ismail AS, tidak berada di sana. Ia berada di tempat yang sangat jauh, di Negeri Syam.

Hanya kasih sayang seorang ibu pada anaknyalah yang mendorong Siti Hajar mondar-mandir antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Jarak antara bukit Safa dan Marwah ± 400 meter. Dengan begitu, jarak yang ditempuh Siti Hajar hampir tiga  kilometer. Akhirnya, Allah memberi nikmat berupa me ngalirnya air Zamzam dari mata air abadi. Peristiwa itu menggam bar kan bagaimana kasih sayang seorang ibu kepada anaknya dan ini harus menjadi teladan bagi kaum Muslimin.

Sa’i mem berikan makna sikap optimistis dan usaha yang keras serta penuh kesabaran dan tawakkal kepa da Allah SWT. Kesung guhan yang dilakukan oleh Siti Hajar dengan tujuh kali mondar-mandir berja  lan antara Safa dan Marwa membe rikan makna bahwa hari-hari yang dilewati manusia ber jumlah tujuh hari setiap mi nggu haruslah diisi dengan usaha dan kerja keras. Pe kerjaan yang dilakukan dengan sungguhsungguh itu sangat disenangi Allah SWT, sebagaimana  sabda Rasulullah SAW:

عَنْ عَئشَِةَ  أنََّ رسَُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وجََلَّ يُِبُّ إِذَا عَمِلَ أحََدُكُمْ عَمَلًا أنَْ يُتقِْنَهُ

)رواه الطبانى.(

Aisyah RA berkata, Rasu lullah SAW bersabda: Sungguh Allah SWT sangat senang jika salah satu di antara kalian melaku kan suatu pekerjaan dengan sung guhsungguh.’’[12] (HR. At}-t}abrani dari ‘Aisyah RA)

Ketika seseorang menghayati dan meresapi  syariat sa’i, akan muncul dalam dirinya sikap-sikap positif mengha da pi berbagai tantangan hi dup, an tara lain: kerja keras, opti misme, kesungguhan, keikh lasan, ke sa baran, dan tawakkal.

Karunia Allah kadang-kadang diperoleh tanpa disangka sebelumnya. Dia akan memberikan anugerah kepada hamba-Nya yang rajin dan konsisten menjalankan tugas fungsinya. Setelah berusaha, hendaklah ia bertawakkal dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.

Sa’i dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwa. Ini artinya dalam menjalani bisnis, menjalani pekerjaan, seseorang harus memastikan diri bahwa dia memulainya dengan hal yang suci, baik, dan bersih. Pekerjaan yang diawali dengan hal yang baik, bersih, dan suci akan mengantarkannya kepada keberhasilan dan kesejahteraan. Itulah makna Marwa, sebuah kondisi tercukupi dan terpenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, sa’i mengajarkan manusia tentang pentingnya berusaha dengan sekuat tenaga. Tanpa berusaha, kebahagiaan tak akan pernah  ada.

K. Hikmah Berjalan Cepat (Ramal)

Ramal adalah jalan cepat. Salah satu hikmah disyariat kannya ber jalan cepat saat thawaf adalah untuk me nunjukkan pentingnya keperca yaan di ri, kerja keras, dan kekuatan umat Islam ser ta keluhuran agama mereka.

Pada waktu Rasu lullah SAW dan sahabat memasuki kota Makkah sesu dah hijrah, kaum Quraisy berkumpul di Dār an-Nadwah melihat kaum Muslimin  sambil mengejek dan menganggap rendah seraya berujar “Wabah demam yang melanda Yatsrib  telah melemahkan mereka.” Lalu Rasu lullah bersabda ke pa da sahabat:

…اِرْمَلوُا باِلبَْيتِْ ثلَاثاً ليََِى المُْشِْكُونَ قُوَّتكَُمْ، فَلمََّا رَمَلوُْا، قَالتَْ  قُرَيشٌْ: مَا وهَنَتهُْمْ. )رواه احمد(

Artinya:

....“Berlari-lari kecillah mengeli lingi Ka’bah tiga kali supaya kaum musyrik menyaksikan keku  atan kalian”, maka ketika mereka tengah berlari-lari, kaum Quraisy berkata “Apa yang membuat mereka lemah?”[13] (HR.  Ahmad).

L. Hikmah Bercukur

Mencukur rambut adalah pene gasan dan realisasi selesai nya masa ihram. Setelah seseorang bercukur, maka jemaah haji telah  bertahallul, semua yang semula dilarang menjadi boleh. Ini mengajarkan kepada umat Islam bahwa Muslim yang baik hanya melakukan hal-hal yang dihalalkan Allah SWT.

Ketika seseorang mencukur rambut, kotoran yang melekat pada rambut menjadi hilang karena rambut kepala ber fungsi menjaga otak dari berbagai penyakit. Otak yang sehat akan membuahkan pemikiran yang positif. Memotong atau mencukur rambut hingga gundul hanya diperintahkan kepa da kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan hanya diperintahkan memotong sebagian rambut kepala saja. Hal ini sesuai hadis Nabi Muhammad SAW:

أنََّ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ:  قَالَ رسَُولُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمْ:  ليَسَْ عََ النسَِّاءِ حَلقٌْ،  إِنَّمَا عََ النسَِّاءِ التَّقْصِيُ )رواه ابو داود.(

Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada keharusan bagi perempuan untuk bercukur (dalam tah }allul), tapi hanya diharuskan memotong (ram but kepala) [14] (HR. Abu Daud dari Ibnu ‘Abbas RA).

Mengapa rambut kepala yang dicukur? Kepala adalah mahkota dan rambut adalah hiasannya. Dipotongnya rambut memberikan isyarat bahwa pangkat, kedudukan, dan status sosial yang dimiliki seseorang pasti akan berakhir. Mencukur rambut juga memberikan pelajaran tentang pentingnya sikap tawadlu/rendah hati. Betapapun tinggi pangkat seseorang, di hadapan Allah pangkat itu tak akan berarti apa-apa jika pangkat tersebut membuatnya lalai dan jauh dari-Nya. Potonglah simbol kesombongan itu, lalu letakkan dan buanglah ke tanah. Hiduplah bersama tanah yang memiliki sifat ketundukan dan kasih sayang.

M. Hikmah Wukuf

Wukuf artinya berhenti, diam tanpa bergerak. Wukuf adalah berkumpulnya seluruh jemaah haji di Arafah pada 9 Dzulhijjah sebagai puncak ibadah haji.

Jika dikaitkan dengan tha waf, yang diwarnai dengan ge rakan, wukuf mengisyaratkan bahwa suatu saat ge rakan itu akan berhenti. Jantung ma nusia suatu saat akan berhenti ber detak, matanya akan  berhenti berkedip, kaki dan tangannya akan berhenti  melangkah dan bergeliat. Ketika semua yang berge rak itu berhenti, terjadilah kematian dan ma nu  sia se bagai mikro kosmos pada saatnya nanti akan dikum     pulkan di  Padang Mahsyar. Sampai di sini,  Arafah menjadi lambang dari Padang Mahsyar, sebagaimana yang digam bar kan dalam hadis Nabi SAW: “Pada hari di mana tidak  ada lagi pengayoman selain pe ngayoman- Nya.”[15]

Arafah merupakan lokasi tempat berkum pulnya jemaah haji. Arafah ada lah lambang dari maqam ma’rifah billah, yang memberikan rasa dan citra bahagia bagi ahli ma’rifah, yang tidak dapat dirasakan oleh jemaah haji pada umumnya. Di Arafah inilah seluruh jemaah haji dari berbagai pen ju ru dunia berkum pul dengan bahasa, suku, bangsa, adatistiadat, dan warna kulit yang berbeda-beda, tapi mereka punya satu tujuan yang dilandasi persamaan,  tanpa perbe daan antara yang kaya dan miskin, antara yang besar dan kecil, antara pejabat dan rakyat biasa.

Di situlah tampak nyata persamaan yang ha kiki. Itulah Arafah yang namanya diambil dari kata ta’aruf atau saling me ngenal me nuju saling tolong-menolong, saling memban tu di antara mereka momen terpenting  dalam berhaji dan menjadi syiar membanggakan tentang kuatnya ajaran egalitarianisme dalam Islam. Mu’tamar akbar ini masih akan berlanjut jika para jemaah haji berkum pul di Mina. Alangkah he batnya peristiwa ini, apalagi setiap tahun peristiwa itu akan ber ulang dan berulang sampai hari kiamat tiba.

Pendeknya waktu yang diberikan kepada jemaah haji untuk wukuf di Padang Arafah sejak matahari terge lincir hingga terbenam pada 9 Dzulhijjah mempunyai arti yang sangat penting karena di waktu yang singkat itulah seluruh jemaah haji dari berbagai penjuru dunia berkum pul di satu tempat untuk melak sanakan rukun haji yang menentukan sah atau  tidaknya ibadah haji. Setelah wukuf dilakukan, jemaah  haji merasakan bebas dari beban dosa kepada Allah, yakin doa-doa dikabul kan, dorongan untuk melakukan kebaikan yang lebih banyak terasa sangat kuat, dan rahmat Allah SWT pun dirasakan me nentramkan jiwa mereka. Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ أنسٍَ بنِْ مَالكٍِ رضََِ اللهُ عَنهُْ قَالَ: وَقَفَ رسَُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ بعَِرَفَاتِ، وَقَدْ كَدَتْ الشَّمْسُ أنَْ تَئُوبَْ )اي أن تغيب( فَقَالَ: ياَ بلَِالُ، أنَصِْتْ لَِ النَّاسَ، فَقَامَ بلَِالُ فَقَالَ: أنَصِْتُوْا لرَِسُوْلِ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وَسَلَّمَ فَأنَصَْتَ النَّاسَ،  فَقَالَ:  مَعَاشَِ النَّاسَ، أتَاَنِْ جِبِْيلُْ عَليَهِْ السَّلَامُ فَأقَرَْأنَِْ مِنْ رَبِّْ السَّلَامُ، وَقَالَ:  إِنَّ اللهَ عَزَّوجََلَّ غَفَرَ لِأهَْلِ عَرَفَاتٍ وَأهَْلِ المَْشْعَرِ الْرََامِ وضََمِنَ عَنهُْمُ التَّبِعَاتِ، فَقَامَ عُمَرُ بْنُ الْطََّابِ رضََِ اللهُ عَنهُْ فَقَالَ: ياَ رَسُوْلَ اللهِ، هَذَا لَنَا خَاصَّ؟ فَقَالَ: هَذَا لكَُمْ، وَلمَِنْ أتََ بَعْدَكُمْ إلََ يوَْمِ القِْيَامَةِ، فَقَالَ عُمَرُ: كَثرخََيُْ اللهِ وَطَابَ )وروى ابن المبارك عن أنس( .

Dari Anas ibn Malik RA. berkata: Nabi Muhammad SAW wukuf di Arafah, di saat Matahari hampir terbenam, ia berkata: “Wahai Bilal suruhlah umat ma    nusia  mendengarkan saya. “Maka Bilal pun berdiri seraya berkata: “Dengarkanlah Rasu lullah SAW,” maka mereka mende ngarkan, lalu Nabi ber sabda: “Wahai umat manusia, baru saja Jibril AS datang kepadaku memba cakan salam dari Tuhanku, dan dia mengatakan: “Sungguh  Allah SWT mengam puni dosa-dosa orang-orang yang berwukuf di Arafah dan orang-orang yang bermalam di Masy’aril Haram (Muz dalifah), dan menjamin membe baskan mereka dari tuntutan balasan dan dosadosa mereka. Maka Umar ibn Khath} ab pun ber} diri dan bertanya, Ya Rasu lullah, apakah ini khusus untuk kita saja? Rasulullah menjawab, ini untuk kalian dan untuk orang-orang yang datang sesudah kalian hingga hari kiamat kelak. Umar RA pun lalu berkata: kebaikan Allah sungguh banyak dan Dia Maha Pemurah.’’ [16] (HR. Ibnu Mubarak dari Anas RA)

Dalam hadits lain, Nabi SAW bersabda:

قَالتَْ عَئشَِةُ أنََّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ قَالَ: مَا مِنْ يوَْمٍ أكَْثَرَ مِنْ أنَْ يُعْتِقَ اللهُ فِيهِْ عَبدًْا مِنَ

النَّارِ مِنْ يوَْمِ عَرَفةَ ... )رواه مسلم.(

Artinya: 

Aisyah RA berkata, sesungguh nya Rasulullah SAW bersabda: Tiada hari yang lebih banyak Allah membebaskan seorang ham ba dari neraka selain dari Hari Arafah… .[17] (HR. Muslim dar ‘Aisyah RA).

Wukuf bermakna pengenalan. Saat inilah seorang Muslim diharapkan bisa lebih mengenali dirinya dan Allah SWT sebagai Tuhannya. Di Arafah inilah umat Islam diminta untuk berdiam, merenung, berintrospeksi dan bertaubat kepada-Nya. Haji baru dapat mencapai hakekatnya bila seseorang dapat mengetahui hakekat dirinya di hadapan Tuhannya. Karena itulah Rasul SAW bersabda :

الَْجَُّ عَرَفَةُ )رواه إبن ماجة والترميذى والنسائى وأبو داود وأحمد.(

Haji adalah (wukuf) pada hari Arafah.[18] (HR. Ashabussunan dan Ahmad)

Dari sudut pandang fikih, haji mereka yang tidak berwukuf di Arafah tidak sah. Sementara dari sudut pandang spiritual, wukuf di Arafah harus mampu mengantarkan seseorang mencapai makrifat; pengetahuan tentang status dirinya sebagai hamba Allah SWT. Tanpa seseorang mencapai level spiritual ini, secara hakekat, hajinya dianggap tidak berarti apa- apa.

Karena itu, di padang Arafah inilah, dulu para nabi berwuquf, berhenti dan berkontemplasi, bermunajat kepada Allah SWT. Di padang inilah dulu Nabi Adam dan Siti Hawa alaihimassalaam mengetahui dan mengakui dosa-dosa yang pernah mereka lakukan. Di tempat inilah, dulu Nabi Ibrahim AS mengetahui dan meyakini sepenuh hati bahwa perintah menyembelih anaknya, Isma’il AS, adalah wahyu dari Allah. Karena itulah mengapa pencapaian terbesar seorang hamba Allah diukur saat menunaikan ibadah haji di padang Arafah. Saat mampu menemukan hakekat kehambaan, mereka tertunduk bersimpuh di hadapan keagungan  Dzat-Nya.

Ritual wukuf juga mengisyaratkan pentingnya berhenti sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan duniawi. Manusia butuh waktu-waktu khusus untuk berhenti dari kerutinan dan aktivitas, berhenti sejenak agar dapat berpikir, menimbang, dan merencanakan agenda kehidupan jangka panjang.

Padang Arafah juga menggambarkan bagaimana umat manusia nanti di padang Mahsyar; diam, cemas dan penuh harap saat menunggu keputusan Allah SWT, surga atau neraka. Di padang Arafah inilah semua manusia berkumpul dalam status yang sama sebagai hamba Allah. Tak ada lagi kesombongan, tak ada lagi status sosial. Semua berpakaian putih-putih, menunjukkan kesucian jiwa dan kejernihan pikiran untuk menggapai ridha Ilahi.

N. Hikmah Mabit di Muzdalifah

Setelah Matahari terbenam pada 9 Dzulhijjah, jemaah haji meninggalkan Arafah me nuju Muzdalifah untuk ber henti, beristirahat, dan bermalam di sana. Ini disebut mabit. Di keheningan malam tempat mabit ini sangat ideal untuk melakukan kontemplasi, tafakkur, tadabbur, merenung mendekatkan diri kepada Allah. Jemaah haji berada di Muzdalifah minimal hingga lewat tengah malam, setelah itu dibolehkan ber gerak menuju Mina. Selama mabit di Muzdalifah, jemaah disunahkan mengambil sedikitnya tujuh butir kerikil untuk melontar Jamrah Aqa bah esok paginya sesampai mereka di Mina. Orang mabit di Muzdalifah dengan mengambil kerikil itu bagaikan pasukan tentara yang sedang me nyi apkan tenaga dan senjata untuk berperang mela wan musuh laten manusia, yaitu setan yang ter kutuk.

Muzdalifah berasal dari kata izdilâf yang berarti al-iqtirâb (mendekat) atau al-ijtimâ’ (berkumpul). Disebut demikian karena tempat ini jaraknya sudah dekat dengan Mina. Atau karena di tempat inilah para jemaah haji berkumpul untuk menginap dan beristirahat pada malam 10 Dzulhijjah untuk mempersiapkan diri melempar jamrah Aqabah esok  paginya.

Tempat ini juga disebut sebagai al-masy’ar alharam. Di sinilah dulu Nabi Muhammad SAW pernah bermalam dan terus berdzikir kepada Allah SWT. Secara simbolik, mabit di Muzdalifah memberi pesan tentang pentingnya mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan waktu malam adalah salah satu waktu terbaik untuk mengetuk pintu langit memohon  ampunan.

 چ چ ڇ ڇ ڇ ڇ ڍ ڍ ڌڌ ڎ ڎ ڈ ڈ

ژ ژ ڑ ڑ ک                      

“Maka apabila kamu bertolak dari ‘Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. dan berdzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepadamu, sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tau. Al-Baqarah [2]: 198

O. Hikmah Mabit di Mina

Jemaah haji melaksanakan Mabit di Mina sebagai kelanjutan dari pelaksanaan ibadah sebelumnya, dilaksanakan pada 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Selama mabit di Mina, jemaah haji harus mampu menghayati makna dan hikmahnya, dengan banyak bertakbir, berdzikir, berdoa dengan lisan dan hati, dan menghayati perjalanan Rasulullah SAW dan para nabi  se belumnya. Allah SWT berfir man:

 ٻ ٻ ٻ ٻ پ .

Artinya:

Dan berzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang telah ditentukan jumlahnya. Al-Baqarah [2]:203).

Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ عَبدِْ الرَّحمْنِٰ بنِْ أب يَعْمَرَ الِّيلِِّ قَالَ،...  فَقَالَ رسَُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ...  أياَّمُ مِنىٰ ثلَاَثةٌَ...

)رواه أحمد وأبو داود.(

Artinya:

Dari Abdurrahman bin Ya’mar ad-Daliyyi berkata… maka Rasulullah SAW bersabda: “...Hari-hari (tinggal) di Mina adalah tiga hari…”.[19] (HR.Abu Daud dan   Ahmad).

Selama di Mina ada dua aktivitas  yang perlu dilakukan oleh jemaah haji:  Pertama, mereka melontar jamrah Aqabah pada hari Nahar dan melontar Jamrah Ūlā, Jamrah Wusta, dan Jamrah Aqabah pada harihari Tasyriq. Kedua,  mereka melakukan mabit, yakni tinggal dan menginap di Mina, selama malam hari Ayyāmut Tasyriq.

Aisyah RA, Istri Rasulullah SAW, mengemukakan:

عَنْ عَئشَِةَ قَالتَْ: أفََاضَ رسَُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ حِيْنَ صَلَّ الظُّهْرَ، ثُمَّ رَجَعَ إلَ مِنىٰ، فَأقَامَ بهَِا

أياَّمَ التشَِّْيقِْ الثلَّاَثَ ... )رواه ابن حبان.(

Artinya:

Rasulullah SAW melakukan ifadah (tha waf ke Makkah) pada waktu shalat zhuhur, kemudian kem bali ke Mina, lalu tinggal di Mina selama tiga  hari Tasyriq. [20] (HR. Ibnu Hibban dari ‘Aisyah RA)

Pada hari biasa Mina tampak lengang dan luas, sedangkan pada hari nahr dan hari-hari tasyriq penuh sesak dengan Jemaah haji. Meskipun demikian, Mina dapat menam pung se luruh jemaah haji. Inilah keistimewaan Mina. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Se sung guhnya Mina ini seperti rahim, ketika terjadi kehamilan, daerah ini diluas kan oleh Allah SWT”. Karena itu, sudah semes tinya umat Islam tidak perlu kha watir kehabisan tempat  atau tidak dapat tempat di Mina.  

Mina kadang juga disebut Muna yang berarti angan-angan atau harapan. Di tempat inilah dulu para nabi bermunajat, meminta, dan berharap kepada Allah SWT. Sesuai dengan namanya, Muna/Mina, lokasi ini adalah tempat dicurahkannya semua harapan dan doa. Nabi SAW pernah mengabarkan bahwa di Mina – tepatnya di masjid Khaif - sebanyak 70 nabi pernah salat dan bermunajat. Nabi Muhammad pun mengikuti jejak pendahulunya, selama tiga hari ia bermalam dan bermunajat di masjid tersebut. Tempat ini mustajab, maka selama mabit di Mina jemaah haji disunnahkan untuk memperbanyak doa.

Mina juga tempat menyembelih hewan qurban. Ia disebut dengan Mina karena di sinilah darahdarah hewan kurban/hewan dam ditumpahkan (tumna ad-dimâ’). Nabi Ibrahim AS menyembelih putranya, Ismail, juga di Mina. Nabi Muhammad SAW menyembelih hewan kurbannya juga di Mina. Karena itu, disunnahkan bagi jemaah haji untuk menyembelih hewan kurban atau dam di tempat ini, sebagai pertanda ketundukan dan totalitas ibadah.

P.    Hikmah Melepas Pakaian Ihram

Melepas kain ihram setelah tahallul adalah gambaran akhir dari semua urusan dunia dan akan dibalas dengan surga, yakni diperbolehkannya kembali melakukan kesenangan (syahwat) yang terlarang selama ihram. Kelak, gambaran kenikmatan itu tersedia di dalam surga.

Q.   Hikmah Melontar Jamrah

Mina adalah tempat  Nabi Ibrahim AS melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih  pu tranya, Nabi Ismail AS. Sebelum mereka sampai di  tempat yang dituju, tiba-tiba Iblis datang menggoda Nabi Ibra him AS agar menghen tikan niatnya. Namun, dengan penuh keyakinan dan ketak  waan  kepada Allah SWT, Ibrahim tetap melaksa nakan perintah itu. Ia tahu tujuan iblis pada hakikatnya adalah untuk menga jak melanggar perintah Allah. Karena itu, Ibrahim ke mudian mengambil tujuh batu kerikil dan melemparnya ke Iblis. Inilah yang disebut Jum rah Ūlā.

Tak berhasil mem enga ruhi Ibrahim AS, Iblis lalu da tang membujuk Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim. Iblis mem e nga ruhi Hajar dengan perhitungan, seorang ibu pasti tak akan sampai hati membiarkan buah hatinya disembelih. Tapi Hajar menolak dan melempari Iblis  dengan batu kerikil. Lokasi pelemparan Hajar itu kemu dian dijadikan tempat melem par Jamrah Wusta.

Langkah Iblis tidak berhen ti di situ. Dia beralih kepada Ismail AS, putra Ibrahim-Hajar, yang dianggapnya masih memi  liki keimanan dan ketakwaan yang rapuh. Tapi Ismail ternyata juga menun jukkan perlawan an. Ia kukuh me megang keimanan nya dan yakin dengan sepenuh hati akan perintah Allah SWT. Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail lalu bersama-sama melempari Iblis dengan batu kerikil, yang ke mudian diabadikan menjadi lemparan Jam   rah Aqabah. Allah  SWT pun me muji upaya Nabi Ibrahim dan keluar ganya karena di anggap berhasil meng hadapi ujian.

Demikianlah Iblis selalu me nggo da manusia untuk ti dak menaati perintah Allah SWT. Betapapun kecilnya kadar ke bajikan yang akan dila  kukan oleh manusia, godaan iblis pas ti senantiasa menghadang.

Al-Qur’an menceritakan ikrar Iblis yang dinilai sesat dan dilak nat oleh Allah SWT setelah menolak  perintah untuk bersujud kepada Adam AS dan minta  diberi kesem patan hi dup hingga manusia dibangkitkan pada hari kiamat.  Allah SWT ber fi r man:

ڌ ڌ ڎ ڎ ڈ ڈ ژ ژ ڑ ڑ ک ک ک ک گ گ

Artinya:

Ia (Iblis) berkata, “Ya Tuhanku”, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan menjadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya, [39] kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di an tara mereka [40]’’. Al-Hijr [15]:39-40.

Melontar jamrah mengingat kan jemaah haji bahwa Iblis senantiasa berusaha mengha langi menusia melakukan ke baikan. Nabi Muhammad SAW mengingatkan:

عَنْ أنسَْ بنِْ مَالكِْ قَالَ قَالَ رسَُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَليَهِْ وسََلَّمَ إِنَّ الشَّيطَْانَ يَرِْيْ مِنْ اِبنِْ آدَمَ مَرَْى الَّمِ )رواه

البخاري،مسلم و أب داود.( 22

Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda: ‘’Sesungguhnya setan mengalir pada manusia di tempat darah mengalir dalam dirinya.’’ (HR. Bukhari, Muslim dan Abi Daud)

Inilah simbol perlawanan sepanjang umur manusia terhadap setan. Melontar jamrah adalah simbol kutukan kepada unsur kejahatan yang sering membinasakan manusia. Melontar juga mengisyaratkan tekad kuat untuk tidak lagi melakukan

2174. Abi Daud, Sunan Abi Daud22 ,Al-Bukhārī, nomor hadis: , nomor hadits6219, Muslim, nomor hadits  4719

aktivitas yang mendatangkan bahaya kepada diri sendiri dan masyarakat.

Lemparan jamrah harus dilakukan dengan benda padat berupa kerikil, tidak boleh dengan benda cair atau benda lembek. Lemparan tidak cukup sekali, tapi tujuh kali dan harus mengenai sasaran. Ini artinya perlawanan terhadap setan dan sifat-sifatnya harus dilakukan secara ulet dan sekuat tenaga. Sifatsifat syaitaniyah yang cenderung destruktif harus dikeluarkan, dilemparkan, dan dibuang sekuat tenaga dari dalam diri manusia. Proses mengeluarkan dan melemparnya harus dipastikan tepat agar tidak salah sasaran dan dilakukan dengan niat yang kokoh, berulang kali, terus-menerus hingga kejahatan benarbenar sirna dari dalam diri manusia.

Setan tidak akan pernah ber henti menggoda manusia dan godaannya tidak mu dah dirasakan. Karena itu, hanya orang-orang yang hidup ikhlas sajalah yang akan mampu menanggulangi godaan  setan itu. Nabi Ibrahim AS selamat dari godaan Iblis karena keikhlasan nya menjalani hidup untuk menaati perintah-perintah Allah SWT meskipun mengha dapi ujian sangat berat untuk menyembelih putranya, Ismail AS. Melontar jamarat pada intinya memiliki hikmah yang sangat besar, sebagai lambang melempar Iblis yang dilaknat oleh Allah SWT, yang kemu dian dikenal dengan: Jamrah Ūlā (Sughra), Jamrah Wusta (Tsaniyah), dan Jamrah Aqabah (Kubra).

R. Hikmah Nafar

Istilah “nafar” dapat diartikan rombongan atau gelombang keberangkatan jemaah haji meninggalkan  Mina. Nafar terbagi dua, yaitu: nafar awwal dan nafar tsani. Disebut nafar awwal karena jemaah haji menyelesaikan semua ke wajiban haji mereka di Mina sam pai hari kedua Tasyriq (12 Dzulhijjah). Disebut nafar tsani karena jemaah haji bermalam lagi di Mina dan melontar jamrah esok harinya (13 Dzulhijjah) kemudian meninggalkan Mina.

Penetapan nafar se per ti itu didasarkan atas fi rman Allah SWT dan amalan Rasu lullah SAW, yang memberikan alternatif pilihan buat jemaah haji berdasarkan ke pentingan masing-masing. Dalam pengaturan  tersebut, tecermin toleransi dan  keha nifan ajaran Islam dalam batas-batas tertentu karena kecenderung an untuk melaku kan nafar awwal tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memper timbangkan kepenting an priba di atau maslahah umum, misalnya pertimbangan pengaturan  pu lang ke kampung hala man. Karena itu, Umar bin Khatab melarang penduduk kota Makkah untuk mengambil nafar awwal karena mereka tidak didesak oleh kepentingan pu lang ke daerah asal, seperti yang dije laskan dalam kitab Mausu’ah Fiqhi Umar bin Khatab. Se dang kan para imam lain nya mem bo lehkan siapa saja mengambil nafar awwal tanpa  dosa te tapi kehilangan keutamaan (fadilah), seba gaimana Firman Allah SWT:

پ  پ  ڀ   ڀ  ڀ  ڀ     .  ٺ  ٺ   ٺ ٿ ٿٿ  ٿ  ٹٹ ٹ  ٹ ڤ ڤ ڤ ڤ ڦ

… Barang siapa mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, maka tidak ada dosa baginya. Dan barang siapa mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan-Nya. Al-Baqarah [2]: 203.

S.    Hikmah Dam

Dam menurut bahasa berarti darah. Membayar dam adalah amalan ibadah yang wajib dilakukan oleh orang yang melakukan ibadah haji atau umrah akibat sebab-sebab tertentu, baik sebagai konsekuensi dari suatu ketentuan tata cara beribadah haji yang dipilih oleh jemaah (tamattu’ dan qirān) atau akibat  suatu pelanggaran yang dilakukannya karena meninggalkan sesuatu yang diperintahkan atau justru me nger jakan sesuatu  yang diharamkan dalam ibadah  haji dan  umrah.

Hikmah yang harus dipaha mi dari syariat membayar dam ini adalah bahwa ibadah haji tak ubahnya jihad menegak kan agama Allah SWT, yang di dalamnya sangat wajar jika darah syahid mengalir sebagai akibat dari jihad itu. Menegakkan agama dengan jihad berarti membela iman kepada Allah SWT, dan pada gilirannya mengangkat keyakinan bahwa  “hidup dan mati adalah karena Allah, termasuk mati dengan menge luarkan darah”.

T.    Hikmah Menyembelih Hewan Qur ban

Menyembelih hewan qurban adalah mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS. Allah SWT meme rintahkan Ibrahim lewat mimpinya agar menyembelih puteranya, Ismail AS, sebagai bukti keimanan dan ketakwa annya kepada-Nya. Kemudian Allah SWT menggantikannya dengan binatang sembelihan yang besar. Ada dua hik mah terdapat dalam kejadian ini:

1.      Ibrahim AS memperli hat kan ketaatan yang sempur na kepada Allah SWT Yang Maha Agung, pada ia diperintah untuk me nyem belih putera ke sa ya ngan nya sendiri.

2.      Menunaikan kewajiban ber syukur kepada Allah berupa nikmat tebusan. Allah SWT men jadi kan orang yang me nyem be lih hewan terma suk orang yang ber se dekah dari nikmat yang Allah berikan kepadanya. Dia bukan termasuk orang fakir yang berhak menerima shadaqah. Je ma ah haji dan orang-orang yang berqur ban pada hakikatnya ber  ada pada tingkatan terti nggi di sisi Allah se bab tidak ada kedu dukan yang paling tinggi melebihi ke ta atan kepada-Nya dalam setiap perintahNya, seka lipun dalam bentuk me nyem belih putera nya sendiri. Karenanya  jemaah haji dianjurkan menyembelih hewan qurban sesuai kemampuan, setidaknya dengan menyembelih seekor kambing, sebagaimana Nabi Muhammad SAW memberi contoh menyembelih 100 ekor unta untuk qurban ketika ia berhaji wada’.

Penyembelihan hewan mengartikan kesucian karena darah yang ditumpahkan itu seolah-olah adalah darah kotor. Penyembelihan hewan juga mengisyaratkan pengorbanan untuk menggapai ridha Allah SWT.

Secara fisik, menyembelih hewan kurban atau hewan dam adalah dengan memotong lehernya. Tapi secara subtantif-filosofis, penyembelihan hewan ini menunjukkan pesan penting kepada umat Islam untuk memotong sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia. Iri, dengki, serakah, rakus, sombong, mau menang sendiri, tak kenal sanak saudara adalah sebagian dari sifat-sifat kebinatangan yang harus dipotong dan disembelih dari diri setiap manusia.

Allah tidak menginginkan daging-daging sembelihan karena Dzat Maha Suci itu memang tidak membutuhkan daging, tapi Ia menginginkan ketakwaan para pelaksana korban atau sembelihan. Ketakwaan sejati hanya dapat diimplementasikan oleh mereka yang terbebas dari sifa-sifat kebinatangan.

ې  ې ې  ى  ى  ئا    ئا  ئە  ئە ئوئو ئۇ ئۇ ئۆ ئۆ    ئۈ ئۈ ئې ئېئې

ئى ئى ئى

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai pada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkan untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. Al-Hajj [22]: 37

U.   Hikmah Thawaf Wada’

Kata wada’ berarti perpi sahan. Jadi, thawaf wada’ adalah thawaf perpisahan dengan Ka’bah alMusyarrafah, Masjidil Haram, dan sekaligus dengan Tanah Ha ram Makkah. Dalam thawaf wada’ atau thawaf perpisahan ini ada beberapa hal yang dapat  diung kapkan dan diharapkan kepada Allah SWT, antara lain:

1.      Bersyukur kepada Allah SWT atas rahmatNya karena atas kehendak-Nyalah seluruh rangkaian ibadah haji atau um rah dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal. Berbagai nikmat dan rahmat telah diperoleh selama jemaah menjalankan ibadah haji dan umrah. Inilah nik mat terbesar yang diberikan Allah SWT kepada mereka yang berhaji atau berumrah karena tidak semua umat Islam bisa melaksanakan ibadah ini kendati mereka ingin sekali melaksa nakannya. Sebagai dampak dari melaksanakan ibadah haji atau umrah, tak terbayangkan berbagai kenik matan yang akan diberikan Allah SWT kelak kepada orangorang yang melaksanakannya, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti, Insya Allah.

2.      Mengharap kepada Allah SWT agar semua amal ibadah yang dikerjakan, baik berupa pengorbanan tenaga, waktu, uang, serta materi  lainnya yang dikeluar kan, dapat diterima oleh Allah SWT dan iba dah haji dan umrah yang mereka kerjakan benar-benar mabrur dan memperoleh balasan yang dijanjikan Allah, surga penuh kenikmatan. Ini karena dalam pelak  sanaan ibadah ini tidak ada yang diinginkan kecuali rida, pengampunan, dan balasan pahala dari Allah SWT. Rasu lullah SAW bersabda:

سَمِعْتُ أبَاَ هُرَيرَْةَ رضََِ اللهَُّ عَنهُْ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبَِّ صَلَّ اللهَُّ عَليَهِْ وسََلَّمَ يَقُولُ: مَنْ حَجَّ لِلهَِّ فَلمَْ يرَْفُثْ وَلمَْ يَفْسُقْ رجََعَ كَيَوْمِ وَلََتهُْ أمُُّهُ )رواه البخارى

ومسلم.(

Aku mendengar Abu Hurairah RA berkata: Aku Mendengar Nabi SAW bersabda: Barang siapa yang melaksa nakan haji karena Allah dengan tidak melakukan rafas\ (kata-kata kotor) dan tidak berbuat fusuq (durhaka), maka dia kem bali suci seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibu nya (tanpa dosa).[21] (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

3.      Perjalanan dari Indonesia ke Tanah Suci Makkah dan kembali ke Tanah Air tentulah  per jalanan yang cukup panjang, melelahkan, dan berisiko tinggi serta penuh dengan tantangan yang berat. Dalam thawaf wada’ ini, doa mereka panjatkan kepada Allah SWT agar selama dalam perjalanan senantiasa dilindungi Allah de ngan keselamatan dan kese hatan. Perjalanan yang demikian panjang,  bahkan semua perjalanan hidup, perlu mendapat lindungan Allah SWT. Dialah yang Maha Bijaksana dan Maha Kuasa mengatur segala perjalanan dan melin dungi semuanya.

4.      Mengerjakan haji merupakan kewajiban sekali seumur hi dup, tapi tidak salah pula bila seseorang ingin menger ja kannya lebih dari  satu kali selama hidup. Pertemuan atau berada di Ka’bah memiliki makna tersendiri bagi setiap  orang yang mengerjakan haji atau umrah. Baitullah bukan se ka dar “ru mah” yang ditatap se pin tas dan kemudian ditinggal kan. Ter nyata  Baitullah adalah sum ber kerinduan bagi setiap jemaah haji karena setiap jema  ah yang akan mening gal kan Ka’bah ternyata rindu untuk kembali ke sana, bahkan tidak sedikit orang yang mene teskan air mata ka renanya. Ber beda ketika orang meli hat sesuatu tanpa kesan dan tidak tertarik lagi untuk kali kedua dan seterus nya. Berbeda dengan Ka’bah, setelah meli       hat nya atau ber ada di sana, muncul keimanan  dalam hati. Sebab itu, ke tika thawaf wada’, setiap jemaah ber doa agar dapat ber kun jung kembali ke Baitullah.

V.    Hikmah Ziarah

Ziarah sesuai dengan hukum dasarnya adalah jaiz (boleh) dan dapat menjadi sunnah atau dapat pula menjadi makruh atau menjadi haram, tergantung dari niat yang melaksanakan ziarah. Apabila dia berziarah semata-mata karena Allah SWT, ziarah yang ia lakukan menjadi ibadah baginya. Bila ziarahnya untuk mengambil i’tibar atau nilai pelajaran atas yang didapatnya, apa yang ia lakukan menjadi sunnah. Sebaliknya, bila ziarahnya hanya semata-mata karena didorong oleh nafsu atau pertimbangan lain yang tidak dibenarkan agama, yang dapat merusak akidah, apa yang ia lakukan menjadi ziarah yang makruh, bahkan haram dan diazab di sisi Allah SWT. Karena itu, hikmah yang dapat dipetik dari ziarah adalah:

1.      Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan menambah rasa cinta terhadap ajaran-ajaran agama. Hal ini termasuk dalam pemahaman fi rman Allah SWT:

ٹ ڤ ڤ ڤ ڤ ڦ ڦ ڦ ڦ ڄ ڄ

Artinya:

Katakanlah (Muhammad), “Jelajahilah bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu”. Al-An’am  [6]: 11.

2.      Mengambil pelajaran dari apa yang ditemukannya dalam ziarah untuk kepentingan hidupnya selagi tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sikap seperti ini termasuk yang difi rman kan Allah SWT:

          ۅ ۉ ۉ

Artinya:

Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang- orang yang mempunyai pandangan! AlHasyr [59]: 2.

Ziarah mengajarkan umat Islam tentang pentinganya menghargai sejarah dan konservasi peninggalan para pendahulu. Ziarah juga memberi pelajaran bahwa hidup ini berproses dan bersiklus, mulai dari lahir, tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, hingga usia tua dan mati kembali ke haribaan Tuhan. Ziarah mengingatkan setiap manusia tentang hakekat hidup tak lebih dari sebuah proses silih berganti dari satu kondisi ke kondisi lain.

Allah  berfirman:

ڭ ۇ ۇ ۆ ۆ ۈ ۈ ٷۋ ۋ ۅ  ۅ  ۉ  ۉ  ې  ې  ې ې

ى ى ئائا ئە ئە ئو ئو ئۇ

“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka merekapun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’.  Dan Allah tidak menyukai orangorang yang zalim.” Ali Imran : 140.


[1] Al-Bukhari, nomor hadits: 1773 dan Muslim, nomor hadits:

[2] Al-Bukhari, nomor hadits: 1773 dan Muslim, nomor hadis:

[3] Lihat QS. Al-Waqi’ah[56]: 79

[4] Muslim, nomor hadits 2564

[5] At}-t}abrānī, Mu’jam al-Ausat}h, nomor hadits:6/ 5224..

[6] Al-Fakihi, Akhbar Makkah, nomor hadits. 338

[7] Ah}mad, Al-Musnad, nomor hadits: 131

[8] Al-Bukhārī,  nomor hadits: 1597. Muslim, nomor hadits: 1270.

[9] Ikrar tersebut termaktub dalam QS. Al-A’raf: 172. “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman),”Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”

[10] Al-Azraqî, Akhbâr Makkah, nomor hadits 420.

[11] At-Tirmidzi, nomor hadits 877.

[12] At}-t}abrānī, Mu’jam al-Ausat}h, nomor hadits: 1/901.

[13] Ah}mad, Al- Musnad, nomor hadis: 2794.

[14] Abī Dāud, Sunan Abī Dāud, nomor hadis: 1984.

[15] Al-Bukhari, nomor hadits 1423.

[16] Ash-Shuyuthi, Ad-Durr al-Mantsur, 2/553.

[17] Muslim, nomor hadits: 1348

[18] Ibn Mājah, Sunan Ibn Mājah, nomor hadits: 3015; At-Tirmiżi, nomor hadits: 8889; An-Nasa’i nomor hadits 3016 Abī Dāud, nomor hadits: 1949,  dan Ahmad, A-Musnad, nomor hadits:18856

[19] Abi Daud, Sunan Abi Daud, nomor hadits: 1949 dan

Ahmad,, Al-Musnad,  nomor hadits: 18856

[20] Ibnu Hibban, S}ah}ih} Ibn h}ibbān, nomor hadits: 3956.

[21] Al-Bukharī, sah} ih} Bukharī} , nomor  hadits: 1521 dan Muslim, nomor hadits: 1350


BAB VI -  TEMPAT-TEMPAT ZIARAH DI TANAH SUCI

Saat menetap di tanah suci Madinah dan Makkah, jemaah haji mendapat kesempatan untuk melakukan ziarah ke sejumlah situs bersejarah. Jemaah hendaknya memilih tempat ziarah sesuai tuntunan yang benar. Di antara banyak tempat yang disarankan untuk dikunjungi adalah situs-situs bersejarah atau masjid-masjid yang dulu Nabi SAW pernah singgah dan salat di sana. Ziarah dilakukan bukan hanya untuk menyaksikan bangunan atau mengambil fotofoto bangunan sebagai kenangan, tapi juga untuk beribadah pada Allah dengan melaksanakan salat tahiyatul masjid sebagaimana yang dilakukan Nabi atau melakukan ibadah-ibadah lain sesuai tuntunan Islam, misalnya bertasbih ketika mengagumi bangunan atau pemandangan alam. 

A. Kota Madinah

1. Keutamaan Madinatul Rasul

Madinah terletak di tengah padang pasir yang  subur. Di sebelah barat laut kota ini dikelilingi oleh bukit Silaa’, di sebelah selatan dipagari oleh bukit E’ir dan Wadi al-Aqiq, di sebelah utara dibatasi oleh Jabal Uhud, Jabal s}ur, dan Wadi Qanat, di sebelah timur dihadang kawasan Tanah Hitam (Harrah) Waqim asySya riyyah, dan di sebelah barat dibatasi oleh Harrah Wabrah al-Gharbiyyah. Rasulullah SAW menja dikan Madi nah sebagai tanah haram atau Tanah Suci setelah Makkah al-Mukarra mah. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ عَب يِدْ يِاللَّى ب يِنْ زَيدٍْ ر ِيضََ اللَُّى عَنهُْ، عَ يِن النَّى يِبِّ صَلَّى اللُ عَليَ يِهْ وسََلَّىمَ:  أنَّىَ إيِبرَْ يِاهيمَ حَرَّىمَ مَكَّىةَ ودََعَ لهََا ،وحََرَّىمْتُ المَ يِدينَةَ كَمَا حَرَّىمَ يِإبرَْ يِاهيمُ مَكَّىةَ،  ودََعَوتُْ لهََا يِف مُدِّهَا وصََ يِاعهَا يِمثلَْ مَا دَعَ يِإبرَْ يِاهيمُ عَليَ يِهْ السَّىلاَمُ ليِمَكَّىةَ )رواه البخارى ومسلم( .1وفى رواية: عَنْ أنَسٍَ ر ِيضََ اللَُّى عَنهُْ، عَ يِن النَّى يِبِّ صَلَّى اللَُّى عَليَ يِهْ وسََلَّىم قَالَ: اللهَّىُمَّى اجْعَلْ بيِالمَْ يِدينَ يِة يِضعْفَْ مَا جَعَلتَْ

بيِمَكَّىةَ يِمنَ البََْكَ يِة )متفق عليه.( 2

1  Al-Bukhari, nomor hadits: 2129 dan Muslim, nomor hadits: 1360.

1369. 2  Al-Bukhari, nomor hadis: 1885 dan Muslim, nomor hadis:

Artinya:

           Dari     Abdullah     bin     Zaid,     Nabi     SAW      bersabda:

Sesungguhnya Nabi Ibrahim telah mengharamkan  Makkah dan berdoa untuknya dan aku mengharamkan

Madinah sebagai mana Nabi Ibrahim mengharamkan Mak kah dan aku berdoa untuk keberkatan Madinah, baik dalam mud maupun s}a’-nya, sebagaimana  Nabi Ibrahim AS berdoa untuk Makkah (HR. Bukhari dan Muslim). Menurut sebuah riwayat: Dari Anas RA: Sesungguhnya Nabi SAW berdoa: Ya Allah jadikanlah keber kahan kota Madinah dua kali lipat daripada keberkahan yang Engkau berikan kepada kota

Makkah” (HR. Mutta faq ‘Alaih).

Adapun keistimewaan atau kelebihan Madi nah antara lain:

1.      Kota ini sangat permai karena jumhur ulama, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad menyatakan bahwa hukum  menangkap bina tang buruan dan menebang pohon yang tumbuh di Madinah haram berdasarkan hadis Nabi SAW:

عَنْ جَابيِرٍ قَالَ،  قَالَ النَّى يِبُّ صَلَّى اللُ عَليَ يِهْ وسََلَّىمَ: يِإنَّى يِإبرَْ يِاهيمَْ حَرَمُ مَكَّىةَ،  وَإيِنِّْ حَرَّىمْتُ المَْ يِديْنَةَ مَا بَيَْ لَبتَيَهَْا، لَ يُقْطَعُ يِعضَاهُهَا، وَلَ يصَُادُ صَيدُْهَا

)رواه  مسلم([1].

Artinya:

Dari Jabir RA. berkata: Bersabda Nabi SAW: Sesungguhnya Nabi Ibrahim me mu liakan Makkah, dan aku memu lia kan Madinah di antara dua tanah hitam nya, jangan ditebang pohon-pohonnya dan jangan ditang kap bina tang bu ruannya. (HR. Muslim)

2.      Kota ini sangat aman karena Allah, malaikat, dan semua manusia akan melaknat orangorang yang melakukan kezaliman atau kemaksiatan di Madinah sebagaima na sebuah  hadis Nabi Muhammad SAW:

عَنْ عَ يِلٍّ ر ِيضََ اللَُّى عَنهُْ، عَ يِن النَّى يِبِّ صَلَّى اللُ عَليَ يِهْ وسََلمَّىَ قال: المَْ يِدينَةُ حَرَمٌ مَا بَيَْ عَيٍْ يِإلَ ثوَْرٍ، فَمَنْ أحَْدَثَ يِفيهَا حَدَثاً، أوَْ آوَى مُ يِدْثاً، فَعَليَ يِهْ لعَْنَةُ ا يِلل وَالمَْلَائيِكَ يِة وَالنَّى يِاس أجََْ يِعيَ، لَ يَقْبَلُ اللُ يِمنهُْ يوَْمَ ال يِقْيَامَ يِة صَْفًا ،

وَلَ عَدْلً )رواه البخارى ومسلم.( 4

Artinya:

Ali bin Abi Thalib berkata bah wa Nabi SAW bersabda: ‘’Madinah adalah tanah haram, letak nya di antara bukit E’ir dan bukit Tsur. Barang siapa yang melakukan kedza liman (kemak siatan) di dalamnya, maka baginya lak nat Allah, Malaikat dan manusia selu ruhnya dan semua amal baiknya yang wajib maupun yang sunat

4  Al-Bukhari, nomor hadis: 1870 dan  Muslim, nomor hadis:

1370.

tidak akan diterima oleh Allah pada hari kiamat.’’ (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Kota ini menenteramkan hati siapa pun yang mengunjunginya karena hati orang-orang beriman yang memasuki kota ini akan dibuat tenteram oleh Allah sebagaimana ketenteraman ular saat memasuki sarang mereka. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Mu hammad SAW:

عَعَلنْيَ يِهْأ يِبَْو سََهُلَّىرَمَي رَْقَةَ رالَ ِي: إيِضََ نَّى اللُيِال يْعَمَنهُْانَ  أنَّىَلَ أريِرْسَُزُ وْإ يِلَ لَا ال يِللمَْ يِديْصَنَ يِةلَّى  اكمَللُاَ

 تأَ يِرْزُ الْيََّىةُ يِإلَ جُحْ يِرهَا )رواه البخارى.( [2]Artinya:          

Dari Abu Hurairah RA Rasu lullah SAW telah bersabda: Sesungguh nya iman akan berkumpul di Madinah se ba gai mana berkumpulnya ular ke sarang nya

(HR.   Bukhari).

2. Masjid Nabawi

Nilai dan pahala salat di Masjid Nabawi sangat tinggi sebagaimana sabda Nabi SAW:

عَنْ جَابيِرٍ قَالَ: أنَّىَ رسَُولُ يِاللَّى صَلَّى اللَُّى عَليَ يِهْ وسََلَّىم: صَلاةٌ يِف مَسْ يِج يِدي هَذَا  أفَضَْلُ يِمنْ ألَفَْ صَلاةٍ يِفيمَا يِسوَاهُ إيِل المَْسْيِ جدَ الْرََامَ، وصََلاةٌ يِف المَْسْ يِج يِد الْرََ يِام أفَضَْلُ يِمنْ يِمائةََ ألَ يِفْ صَلاةٍ يِفيمَا يِسوَاهُ )رواه

ابن  ماجة.( [3]

Artinya:

Jabir RA berkata: sesungguhnya Rasu lullah SAW bersabda: ‘’Salat di masjidku lebih mulia nilainya 1.000 kali lipat dibanding salat di masjid lain, kecuali di Masjidil Haram dan salat di Masjidil Haram lebih mulia nilainya 100.000 kali lipat dibanding salat di masjid lain.’’ (HR.Ibnu Majah)

a. Sejarah Berdirinya

Waktu Rasulullah SAW masuk Madi nah, kaum Anshar mengelu-elukannya serta menawarkan rumah untuk beristirahat. Namun, Rasulullah SAW menjawab dengan bijaksana: “Biar kanlah unta ini berjalan karena ia diperintah Allah.” Setelah sampai di hadapan rumah Abu Ayyub al-Ansari, unta tersebut berhenti, kemudian } Nabi dipersilkan oleh Abu Ayyub al-Ans}ari tinggal di rumahnya. Setelah beberapa bulan tinggal di rumah Abu Ayyub al-Ans}ari, Nabi SAW mendirikan masjid di  atas sebidang tanah, yang se bagian milik As’ad bin Zurarah yang diserahkan sebagai wakaf. Sebagian lagi  dibeli dari milik anak yatim ber na ma Sahal dan Suhail, anak Amir bin Amarah di bawah asuhan Mu’az bin Atrah. Waktu membangun masjid, Nabi meletakkan batu pertama dan selanjutnya kedua, ketiga, keempat,  dan kelima masing-masing oleh sahabat Abu Bakar,  Umar, Us\man, dan Ali. 

 Kemudian dikerjakan dengan go tong royong sampai selesai. Pagar nya dari batu tanah (setinggi ± 2 meter). Tiang-tiangnya dari batang kurma, atap dari pelepah daun kurma, hala man ditutup dengan batubatu kecil, kiblat meng hadap Baitul Maqdis, karena waktu itu perintah Allah untuk menghadap Ka’bah belum turun. Pintunya terdiri dari tiga buah, yaitu: pintu kanan, pintu kiri, dan pintu belakang. Panjang  masjid 70 hasta, lebar 60 hasta. Dengan demikian, masjid itu sederha na sekali tanpa hiasan.

 Masjid tersebut dibuat tahun pertama Hijriyah. Di sekitar masjid dibangun tempat keluarga Rasulullah SAW, sementara di sebelah timur masjid dibangun rumah Siti Aisyah yang kemudian menjadi tempat pemakaman Rasulullah SAW dan kedua sahabatnya.

Masjid Nabawi Madinah

b. Raudah

Raudah adalah tempat di dalam Masjid Nabawi yang letaknya ditandai tiang-tiang putih, berada di antara rumah Siti Aisyah (sekarang makam Rasulullah SAW) sampai mim bar. Luas Raudah dari arah timur ke barat sepanjang 22 meter dan dari utara ke selatan 15 meter. Raudah adalah tempat di mana doa-doa dikabulkan. Sabda Rasulullah SAW:

عَنْ أ يِبَْ هُرَيرَْةَ ر ِيضََ اللُ عَنهُْ عَ يِن النَّى يِبَ صَلَّى اللُ عَليَ يِهْ وَسَلَّىمَ قَالَ: مَا بَيَْ بيَيِ تْْ وَ يِمن يِبَْيْ رَوْضَةٌ يِمنْ يِريَ يِاض الْنََّى يِة

)رواه البخارى.( [4]

Artinya:

Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda: ‘’Di antara rumahku dengan mimbarku ada lah Raudah (taman) di antara taman- taman surga.’’ (HR. Bukhari)

Raudah di Masjid Nabawi Madinah.

c. Mihrab

Masjid Nabawi mula-mula dibangun tanpa mihrab. Mihrab pertama dibangun pada 15 Sya’ban tahun kedua Hijriyyah setelah Rasulullah SAW menerima perintah memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis di Yerussalem ke Baitullah di Makkah. Saat ini ada lima mihrab di Masjid Nabawi, masing-masing:

1.      Mihrab Nabawi di sebelah timur mimbar. Tempat ini mula-mula di pa kai untuk imam waktu Rasulullah SAW memimpin salat. Mihrab  yang ada sekarang ini merupakan hadiah dari  al-Asyraf Qait Bey dari Mesir;

2.      Mihrab Sulaiman di sebelah kiri mimbar. Bentuk mihrab ini sama dengan bentuk Mihrab

Nabawi, dibangun pada 938 H, hadiah dari

Sultan bin Salim dari Turki;

3.      Mihrab Us\mani terletak di te ngah-tengah dinding arah kiblat, yang sekarang digunakan imam me mim pin salat berjamaah;

4.      Mihrab Tahajjud di sebelah utara jendela makam Rasulullah SAW, bentuknya lebih kecil dari Mihrab Nabawi dan Mihrab Sulaiman. Di tempat ini, Rasulullah SAW sering melakukan salat tahajjud dan mihrab ini mengalami perubahan pada zaman Sultan Abdul Majid ;

5.      Mihrab al-Majidi di sebelah utara Dakkatul Agawat, jaraknya lebih kurang empat meter. Tempat Dakkatul Agawat agak meninggi antara Mihrab Tahajjud dan Mihrab al-Majidi, dengan panjang 12 meter dan tinggi 0,5 meter. Tempat ini dulu menjadi lokasi berkumpulnya fakir miskin ahlus suff ah.

d. Makam Rasulullah SAW

               Makam Nabi Muhammad SAW dahulu dina     -

makan Maqsurah. Setelah masjid diper luas, makam ini termasuk di dalam ba ngunan masjid. Pada bangunan ini terda pat empat buah pintu:

1)       Pintu sebelah kiblat dinamai pintu at-Taubah;

2)       Pintu sebelah timur dinamai pintu Fatimah;

3)       Pintu sebelah utara dinamai pintu Tahajjud; 4) Pintu sebelah barat ke Raudah (sudah ditutup).

Dalam ruangan ini terdapat tiga ma kam, yaitu makam Rasulullah SAW, Abu Bakar as}-s}iddiq RA, dan Umar bin Khat}t}ab RA.

Waktu Ziarah ke Makam Rasulullah SAW dan Raudah

Berbeda dengan Masjidil Haram Makkah yang terbuka untuk jemaah selama 24 jam, Masjid Nabawi hanya dibuka pada pukul 03.00-22.00 Waktu Saudi Arabia. Untuk itu, pengurus masjid mengatur waktu untuk berziarah. Jemaah haji perempuan dapat mengunjungi Raudah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW pada pukul 07:00 -10:00 dan mulai ba’da isya’ hingga pukul 22:00 Waktu Saudi Arabia. Tempat berziarah perempuan terpisah dengan tempat berziarah  laki-laki yang dibatasi dengan sekat yang dipasang khusus ketika perempuan berziarah.

Makam Rasulullah SAW

e. Makam Baqi’ al-Gharqad

Baqi’ al-Gharqad adalah tanah kuburan sejak zaman jahiliyah sampai sekarang. Jemaah haji yang meninggal di Madinah dimakamkan di Baqi’, terletak di sebelah timur Masjid Nabawi. Di tempat itu dimakamkan Us\man bin Affan RA (Khali fah III) dan para istri Nabi Muhammad SAW, yaitu Siti Aisyah RA, Ummi Salamah RA, Juwairiyah RA, Zainab RA, Hafsah binti Umar bin Khat}t}ab RA, dan Mariyah al-Qibtiyah RA serta putra-putri Rasu lullah SAW di antara mereka Ibrahim, Siti Fatimah, dan Ummu Kulsum. Ruqayyah Halimatus Sa’diyah, ibu susuan (rad}a’) Rasulullah SAW, juga dimakamkan di permakaman ini. Di sini pula dima kamkan ulama t}abi’in al-kubra Imam Nafi (guru Imam Malik bin Anas). Sahabat yang mula-mula dimakamkan di Baqi’ adalah Abu Uma mah, Hasan bin Zararah dari kaum Ansar dan Us\man bin Maz’un dari golongan Muha jirin. Dikenal dengan na ma Baqi’ al-Gharqad karena di sini dahulu kala tumbuh pohonpohon Gharqad (ge rum bul), sejenis pohon yang berdaun kecil dan berduri. Di Baqi’ ini Rasulullah SAW membaca salam dan doa berikut:

عَنْ عَئيِشَةَ ر ِيضََ اللَُّى عَنهَْا قَالتَْ:  كَنَ رسَُولُ يِاللَّى صَلَّى اللُ عَليَ يِهْ وسََلَّىم كُمَّىَا كَنَ لَلْتََهَا يِمنْ رسَّىُوْ يِل يِاللَّى صَلّىَ اللُ عَليَ يِهْ وسَلمَّى يَرُجُ يِمنْ يِآخ يِر اللَّىي يِلْ إيِل البَ يِق يِيع،  فَيَقُولُ:  السَّىلامُ عَليَكُْمْ دَارَ قَوْمٍ مُ يِؤمنيَ، وأتَاَكُمْ مَا توُعَْدُونَ،  غَداً مُؤجََّىلوُنَ،  وَإيِناَّى يِإنْ شَاءَ اللَُّى بيِكُمْ لَ يِحقُونَ، اللَّىهُمَّى اغْ يِفرْ يِلهَْ يِل ب يِقَي يِعْ الغَْرْقَ يِد

)رواهُ  مسلم.( [5]

Artinya:

Dari Aisyah RA. berkata: Rasulullah SAW keluar dan menjelang malam sampai di Baqi’, lalu bersabda: ‘’Salam sejahtera atas kalian wahai (penghuni) rumah kaum beriman! Apa yang dijanjikan kepa da kalian yang masih ditangguhkan besok itu pasti akan datang kepada kalian dan kami Insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah! Am punilah ahli Baqi’ al-Gharqad (HR.  Muslim)

Makam Baqi’ al-Gharqad di Madinah

3. Masjid Quba

Masjid Quba adalah sebuah masjid yang terletak di daerah Quba, desa kecil terletak ± 5 kilometer sebelah barat daya Madinah. Waktu Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah, orang-orang pertama yang  menyongsong kedatangan Rasulullah SAW adalah penduduk Quba. Ketika Nabi bersama pengiring tunggalnya, Abu Bakar as}-s}iddiq, datang kali pertama ke Madinah dengan berpakaian yang sama-sama  putih, masyarakat Quba dan Madinah bingung karena mereka belum mengenal Nabi. Hal ini mena rik perhatian Abu Bakar. Untuk menghilang  kan keraguraguan mereka, Abu Bakar langsung memegang selendangnya dan dilin dungkan di atas kepala Nabi.

Dengan demikian, para penjemput me ngerti siapa Nabi SAW di antara keduanya. Nabi tiba di Quba pada Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun  13  kenabian  atau di usia 53  tahun. Menurut kete rangan Mahmud Pasya al-Falaki, ulama ahli falak yang terkenal asal Mesir, hari kedatangan Nabi di Quba bertepatan dengan 20 September 622 M. Waktu itu, di Quba Nabi menempati rumah Kalsum bin Hadam dari Kabilah Amir bin Auf. Di Quba inilah Rasulullah mendirikan masjid di atas sebidang tanah yang dibeli dari Kalsum bin Hadam. Batu pertama diletakkan oleh Nabi sendiri, kemudian berturut-turut diletakkan oleh Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali bin Abi \ Talib. Selanjutnya, pembangunan masjid dikerjakan oleh } sahabat Muhajirin dan Ansar sampai selesai.

Masjid Quba adalah masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW dan dibangun dua kali. Pertama, ketika kiblat masjid ini menghadap Baitul Maqdis. Kedua, ketika kiblatnya meng hadap Baitullah. Dalam memba ngun masjid ini, Nabi dibantu Malaikat Jibril yang mem beri petunjuk arah kiblat masjid  tersebut.

Letak Masjid Quba saat ini berada di sudut perempatan jalan tidak jauh dari jalan baru yang menghubungkan Madinah-Jeddah-Makkah. Rasulullah SAW memberi prioritas untuk mendatangi masjid ini dan mempunyai kebiasaan mengun junginya setiap Sabtu.  Keutamaan masjid ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah  SAW:

وَعَنْ سَهْل بن حُنَيفٍْ رَ ِيضَ اللُ عَنهُْ قَالَ: قالَ رسَُوَلُ الل صل الل عليه وسلم: مَنْ تَطَهَّىرَ يِف بيََ يِتْ يِه ثمَّى أتَ مَسْ يِجدَ قُبَاءَ فَصَلَّى يِف يِيه صَلاَةً كَنَ لَُ كَأجْ يِر عُمْرَةٍ )رواه ابن ماجه.( [6]

Artinya:

Sahl bin Hunaif RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: ‘’Barang siapa bersuci (membersihkan diri dari najis dan hadas\) di rumahnya kemu dian datang ke masjid Quba dan salat di dalamnya, ia mendapatkan pahala seperti pahala umrah.’’ (HR. Ibnu Majah)

Masjid Quba di Madinah

4. Jabal (Bukit) Uhud

Jabal Uhud adalah nama sebuah bukit terbesar di Madinah. Letaknya ± 5 kilometer dari pusat kota Madinah, berada di pinggir jalan lama MadinahMakkah. Di lembah bukit ini pernah terjadi perang dahsyat antara 700 kaum Muslimin melawan 3.000 kaum Musyrikin Makkah. Dalam pertempuran itu, 70  syuhada Muslim gugur, antara lain Hamzah bin Abdul Mut}alib, paman Nabi Muhammad SAW. Perang Uhud terjadi pada 3 H.

Waktu kaum Musyrikin Makkah sampai di perbatasan Madinah, umat Islam mengadakan  musyawarah bersama para sahabat yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Banyak para sahabat mengusulkan agar umat Islam menyongsong kedatangan musuh di luar kota Madinah. Usul ini akhirnya disetujui oleh Nabi Muhammad SAW. Rasulullah  kemudian me nem patkan beberapa pemanah di atas bukit ar-Rimah (bukit sebelah utara Uhud) di bawah pimpinan Mas}’ab bin Umair untuk mengadakan serangan-serangan bilamana kaum Musyrikin mulai menggempur kedudukan umat Islam.

Dalam perang yang dahsyat tersebut, umat Islam sempat mendapat kemenangan gemilang, sehingga  kaum Musyrikin lari pontang-panting. Namun, pasukan pemanah yang berada di atas gunung tergoda setelah melihat barang-barang berharga yang ditinggalkan musuh. Sebagian besar mereka meninggalkan pos untuk turut mengambil harta rampasan perang, padahal Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan agar mereka tidak me ning galkan pos, apa pun yang  terjadi.

Pos jaga yang kosong itu dimanfaatkan oleh Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam), seorang ahli strategi perang yang memimpin tentara berkuda (kaum Musyrikin), untuk me nggerakkan tentaranya kembali menyerang dari arah belakang (Selatan), sehingga umat Islam mengalami keka lahan yang tidak sedikit. Dalam perang ini, Hindun binti ‘Utbah mengupah Wahsyi Alhabsyi, budak Zubair, untuk membunuh Hamzah bin Abdul Mut}alib karena ayah Hindun dibu nuh oleh Hamzah dalam perang Badar. Begitu pula Zubair bin Mut’im berjanji kepada Wahsyi akan memerdekakannya jika ia berhasil membunuh  Hamzah.

Nabi Muhammad SAW sendiri dalam peperangan tersebut mendapat luka-luka dan beberapa buah giginya tanggal. Para sahabat yang menjadi perisai diri Nabi Muhammad SAW gugur karena ba dan mereka penuh dengan anak panah. Setelah perang  usai, kaum Musyrikin mengun durkan diri kembali ke Makkah. Nabi SAW kemudian memerin tahkan agar mereka yang gugur dima kamkan di tem pat mereka roboh sehingga ada satu liang kubur berisi beberapa syuhada. Kuburan Uhud saat ini dikelilingi tembok. Ucapan salam saat umat Islam  menziarahi tempat ini patut disampaikan kepada Sayyidina Hamzah RA, Mas\’ab bin Umair RA, dan para syuhada Uhud sebagai  berikut:

الَسَّىلَامُ عَليَكَْ ياَعَمَّى النَّىيِ بِّ سَي يِدْناَ حَزَةَ ب يِنْ عَب يِدْ المُْطَ يِال يِب.  الَسَّىلَامُ عَليَكَْ ياَاسََدَ ا يِلل وَاسََدَ رسَُوْ يِل ا يِلل.  الَسَّىلَامُ عَليَكَْ ياَسَيِّدَ الشُّهَدَ يِاء.  الَسَّىَلَامُ عَليَكَْ ياَمُصْعَبَ ب يِنْ عُمََيَْ ياَقَ يِاعدَ المُْخْتَ يِار. ياَمَنْ أثْبَتَ قدَمَي يِهْ عََ الرِّمَ يِاة حَتَّى أتاَهُ الْ يِقيُْ.

Artinya:

Salam untukmu wahai paman Nabi Sayyidina Hamzah  bin Abdul Mut}alib, salam untukmu wahai singa Allah dan singa Rasu lullah. Salam untukmu wahai pemimpin syuhada. Salam untukmu wahai Mus\’ab bin Umair, wahai pang lima pilihan, wahai yang mengokohkan kedua kakinya di atas bukit ar-Rimah sampai datang  ajalnya.

Jabal Uhud di Madinah

5. Masjid Qiblatain

Masjid tersebut mula-mula dikenal dengan nama Masjid Bani Salamah karena masjid ini dibangun di atas tanah bekas rumah Bani Salamah. Letaknya di tepi jalan menuju kampus Universitas Madinah di dekat Istana Raja ke jurusan Wadi Aqiq. Pada permulaan Islam, orang melakukan salat dengan menghadap kiblat ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina. Pada tahun kedua Hijriyah, Senin bulan Rajab waktu Żuhur, turunlah wahyu QS. al-Baqarah [2]: 144, yang memerin tahkan Nabi SAW untuk menjadikan Ka’bah di Masjidil Haram Makkah seba gai kiblat. Pada waktu As}ar, para sahabat yang salat berjamaah di Masjid Qiblatain masih menghadap Baitul Maqdis. Namun, di tengah salat berjamaah tersebut, datang seorang saha bat yang masbuk  (terlambat) dan berteriak bahwa Rasulullah SAW dan para saha batnya di Masjid Nabawi telah beralih kiblat ke Masjidil Haram. Maka, serentaklah imam dan mak mumnya mengubah arah kiblat dari Baitul Maqdiss ke Masjidil Haram. Karena peristiwa tersebut, akhir nya masjid ini diberi nama Masjid Qibla tain yang berarti masjid ber kiblat dua.

Masjid Qiblatain di Madinah

6. Khandaq/Masjid Khamsah

Khandaq dari segi bahasa berarti parit. Dalam sejarah Islam, yang dimaksud Khandak adalah peristiwa penggalian parit pertahanan sehubungan dengan peristiwa pengepungan kota Madinah oleh kafir Quraisy bersama dengan sekutu-sekutunya dari Yahudi, Bani Nadir, Bani Ghat}afan, dan lainnya. Saat Rasulullah SAW mendengar bahwa kafir Quraisy bersama sekutu-sekutunya akan menggempur kota  Madinah, Rasulullah SAW mengadakan musyawa rah dengan para sahabatnya bagaimana cara mena nggulangi penyerangan ter sebut.

Waktu itu Salman al-Farisi, salah satu sahabat Nabi yang berasal dari Persia,  memberikan saran supaya Rasulullah SAW menggali parit sebagai benteng per tahanan. Usul tersebut diterima oleh Rasulullah SAW. Maka digalilah parit tersebut di bawah pimpinan Rasulullah SAW sendiri. Peristiwa pengepungan kota Madinah ini terjadi pada Syawal tahun kelima Hijriyah. Peninggalan perang Khandaq yang ada sampai sekarang hanyalah berupa lima unit pos jaga yang semula berjumlah tujuh unit. Sebagian riwayat menyatakan, tempat tersebut adalah bekas pos penjagaan yang kemudian dibangun masjid yang megah di atasnya.

Masjid Khamsah di Madinah

7. Masjid al-Ijabah

Masjid al-Ijabah terletak di sebelah utara barat laut Masjid Nabawi, dulu dikenal dengan nama Manazil Bani Mua wiyah. Disebut Masjid al-Ijabah karena Rasulullah SAW pada suatu hari mampir di sana salat dua rakaat di Masjid Bani Mua wiyah dengan doa yang sangat panjang dan para sahabat ikut salat bersamanya. Selesai salat, Rasulullah SAW ber balik ke pada sahabatnya dan bersabda: (berikut petikan hadis  lengkapnya):

حَدَّىثَنَا عُثمَْانُ بْنُ حَ يِكيمٍ أخَْبََ يِن عَ يِمرُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ

أ يِبَ يِيه: أنَّىَ رسَُولَ يِاللَّى صَلَّى اللَُّى عَليَ يِهْ وسََلمَّىَ أقَْبَلَ ذَاتَ يوَْمٍ يِمنْ العَْ يِالَ يِة حَتَّى يِإذَا مَرَّى بيِمَسْ يِج يِد ب يِنَ مُعَ يِاويَةَ دَخَلَ فَرَكَعَ يِف يِيه رَكْعَتَ يِيْ وصََليَّىنَْا مَعَهُ ودََعَ رَبَّىهُ طَ يِويلًا ثُمَّى انصََْفَ يِإلَنَْا. فَقَالَ صَلَّى اللَُّى عَليَ يِهْ وسََلَّىمَ: سَألَتُْ رَبِّ ثلََاثاً فَأعَْطَ يِان ثيِنتَْ يِيْ وَمَنَعَ يِن وَ يِاحدَةً سَألَتُْ رَبِّ أنَْ لَ يُهْ يِلكَ أمَّىُ يِت بيِالسَّىنَ يِة فَأعَْطَ يِانيهَا وسََألَُْهُ أنَْ لَ يُهْ يِلكَ أمَّىُ يِت بيِالغَْرَ يِق فَأعَْطَ يِانيهَا وسََألَُْهُ أنَْ لَ يَعَْلَ بأَسَْهُمْ بيَنَْهُمْ فَمَنَعَ يِنيهَا )رواه مسلم.(  [7]

Artinya:

Aku telah meminta kepada Tuhanku tiga perkara, dikabulkan dua dan ditolak satu, yaitu: aku memohon kepada-Nya agar Tuhanku tidak membinasakan umatku dengan kekeringan, Tuhanku menga bulkannya; aku meminta-Nya untuk tidak menghancurkan umatku dengan ben cana tenggelam, Tuhanku mengabulkannya; lalu aku memohon kepada Tuhanku untuk tidak terjadi derita karena permusuhan di antara umatku, maka Tuhanku menolaknya.’’ (HR. Muslim).

Masjid Al-Ijabah di Madinah

8. Masjid Jum’ah

Masjid Jum’ah terletak ± 500 meter sebelah utara  Masjid Quba. Di tanah ini dulu tinggal Bani Salim bin ‘Auf. Rasulullah SAW mampir ke tempat tersebut  pada hari Jumat, lalu tiba waktu salat Żuhur.  Rasulullah SAW kemudian salat dua rakaat dida hului dua khutbah. Inilah salat berjamaah Jum’at pertama yang dilak sanakan oleh Rasulullah SAW walau pun perintah salat berjamaah Jum’at telah turun sewaktu Rasulullah SAW masih berada di Makkah. Saat itu Rasulullah SAW tidak melaksana kan nya karena menghindari azab kaum Musyrikin Makkah. Tapi waktu itu, Mas}’ab bin Umair telah melaksanakannya di Quba, di tempat Bani Amru bin ‘Auf yang nantinya menjadi bagian dari Masjid Quba yang dibangun oleh Rasulullah SAW di saat berhijrah. Riwayat lain me nye but kan, sahabat pertama yang melak sanakan salat berjamaah Jum’at sebe lum Rasu lullah SAW adalah As’ad bin Zurarah. Khutbah yang disampai kan Rasulullah SAW di masjid ini, yang selanjutnya disebut dengan Masjid Jum’ah,  merupakan khut bah pertama yang disampaikan Rasulullah SAW dalam salat Jum’at.

Masjid Jum’ah di Madinah

9. Masjid Abi Dzarr al-Ghifari

Awalnya dikenal dengan nama Masjid al-Bukhair, masjid ini terletak di sebuah perkebunan sekitar 650 meter dari Masjid Nabawi. Masjid ini dikenal juga dengan nama Masjid as-Sajadah karena Rasulullah SAW pernah mampir ke masjid ini dan salat dua rakaat dengan  sujud akhirnya pan jang sekali, sehingga para sahabat mengi ra dan khawatir Rasulullah SAW telah meninggal dalam sujudnya. Namun, ternyata Nabi bangkit dan menyelesaikan salat  nya. Selepas salat,  Abdur rahman bin Auf berta nya kepada Rasulullah SAW tentang sujudnya yang panjang, Rasulullah  SAW  menjawab:

عَنْ عَبدُْ الرحَّىَْ يِن ب يِنْ عَو يِفْ ... فَقَالَ عَليَ يِهْ الصَّىلَاةُ وَالسَّىلَامُ : يِإنَّى يِجيِ بْيلَْ عَليَ يِهْ السَّىلَامُ،  أتَ يِاَن فَبشََّىَ يِن، فَقَالَ:  يِانَّى الل عَزَّى وجََلَّى يَقُوْلُ: مَنْ صَلَّى عَليَّىَكَ صَليَّىتُْ عَليَ يِهْ وَمَنْ سَلمََ عَليَّىَكَ سَلمَّىَتُ عَليَ يِهْ... )رواه أحد.([8]

Artinya:

Abdurrahman bin Auf RA berkata… Nabi SAW bersabda: ‘’Sesungguhnya Jibril AS datang kepadaku menyampaikan kabar gembira, katanya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘’siapa saja bersha lawat kepadamu, maka Aku akan bersalawat kepadanya, dan siapa saja yang memberi salam kepadamu, niscaya Aku akan memberi salam kepadanya,’’ maka aku bersujud

kepada Allah Azza wa Jalla sebagai wujud rasa syukur.’’ (HR. Ahmad)

Berdasarkan peristiwa di atas, masjid yang kini berada di jalan Abu Dzar al-Ghifari Madinah ini juga dikenal dengan nama Masjid s}alawat.

Masjid Abi Dzarr Al-Ghifari di Madinah

10. Masjid Ghamamah

Masjid Ghamamah artinya masjid men dung atau awan tebal. Terletak di arah barat daya Masjid Nabawi ± 500 meter, masjid ini pada zaman Rasulullah SAW merupakan alun-alun atau tanah lapang di tengah  kota.

Setiap hari  raya  Idul  Fitri atau Idul Adha, Nabi SAW selalu melaksanakan salat di alun-alun ini, juga pada waktu salat Istisqa (salat minta hujan). Ini terjadi karena pada acara-acara tersebut Nabi memerintahkan semua kaum Muslimin mengikutinya, ter ma suk para perempuan yang sedang haid. Ketika Nabi Muhammad SAW dan penduduk kota Madinah melakukan salat  minta hujan, belum lagi acara itu selesai, mendung pun tiba kemu dian turunlah hujan.

Riwayat lain menye butkan, pada suatu ketika, Nabi melaksanakan khutbah Idul Fitri terlalu panjang sehingga para jemaah gelisah karena terik Matahari. Lalu datanglah mendung atau awan tebal yang menutupi sinar Matahari hingga acara selesai. Untuk mengingatkan acara ini diba ngunlah sebuah masjid yang diberi nama Masjid Ghamamah, yang berarti awan atau mendung.

Masjid ini sampai sekarang masih diguna kan untuk salat lima waktu bagi orang-orang di sekitarnya, namun tidak lagi digunakan untuk salat Idul Fitri, Idul Adha, Istisqa, atau salat Jum’at.

Masjid Al-Ghamamah di Madinah

11. Masjid Mīqāt

Masjid al-Muhrim adalah nama lain dari Masjid al-Mīqāt yang ada di Zul Hulaifah. Saat ini Masjid Miqat lebih populer dengan nama Masjid Bir Ali atau lebih dikenal dengan Abyar Ali. Dinamakan Masjid alMuhrim karena di masjid inilah Rasulullah SAW dan para sahabat mengambil mīqāt untuk berihram haji.

Masjid al-Muhrim terletak di lembah Aqiq kira-kira 10 kilometer dari Masjid Nabawi. Masjid al-Muhrim diberi pula nama Masjid Bir Ali atau Zul Hulaifah karena di tempat inilah dulu Sayidina Ali bin Abi Thalib mengisolasi diri saat ia menghindar dari memberikan ba’iat khilafah kepada Us\man bin Aff an.

Masjid Miqat di Madinah

B. Kota Makkah

Makkah merupakan kota tua di dataran Arab. Keberadaan kota Makkah tidak terlepas dari  peran Nabi Ibrahim AS ketika ia menempatkan keluarganya di sana usai berhijrah dari Palestina atas perintah Allah lalu membangun Ka’bah. Sejak dulu Makkah menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang mengadakan perjalanan niaga antara Syam-

Palestina- Yaman.[9]

Makkah dalam  bahasa Sabean disebut Makuraba yang berarti tempat suci.[10] Secara bahasa Makkah disebut juga Bakkah yang artinya menangis. AsShuyûthî mengatakan Makkah adalah keseluruhan tanah haram, sedangkan Bakkah nama Baitullah dan tempat tawaf yang mencakup Masjidil Haram.[11]

         Makkah      merupakan      kota      tempat       Nabi

Muhammad SAW dilahirkan dan tempat ayat pertama dalam Al- Qur’an diturunkan. Bagi umat Islam, Makkah merupakan kota suci pertama, tempat di mana doa-doa mustajab, tempat penuh berkah, tempat umat Islam berkumpul untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.[12] Berkat adanya Ka’bah, Allah SWT menyucikan seluruh kawasan Makkah dan kemudian disebut sebagai tanah haram yang ditetapkan melalui Nabi Ibrahim AS.[13] [(QS. An Naml (27) : 91 dan al- Qashash  (28) : 57].

Dataran Arab Saudi merupakan daerah subtropis, bermusim panas dan musim dingin. Suhu udara sangat ekstrim dengan kelembaban yang sangat rendah. Musim panas jatuh antara Mei-Oktober dan musim dingin jatuh antara November-April. Pada musim dingin, suhu udara kota Makkah mencapai temperatur minus 15 derajat Celcius. Pada saat musim panas suhu udara bisa mencapai 45–50  derajat Celcius.[14] Suhu udara yang sejuk terjadi pada bulan peralihan antarmusim, baik dari musim dingin ke musim panas atau sebaliknya. Musim ini disebut sebagai syita> (musim dingin) dan shaīf (musim panas) keduanya diabadikan dalam QS Quraīsy (106) : 2.

Makkah merupakan lembah kering dan tandus terletak 330 meter dari permukaan laut. Di sekelilingnya berdiri gunung-gunung batu. Saat ini, Kota Makkah telah diperluas dan menjadi kota metropolitan. Panjang kawasannya mencapai 127 kilometer dengan luas kurang lebih 550 kilometer persegi.[15] Makkah merupakan pusat seluruh daratan di bumi yang terletak persis di tengah bumi.[16] Sebagian gunung-

125

gunung tandus di sekeliling Makkah dihancurkan lalu dijadikan terowongan untuk jalan raya, permukiman, dan perluasan Masjidil Haram. Karena itu, Makkah kini dipenuhi bangunan-bangunan tinggi berupa rumah penduduk, perkantoran, restoran, toko-toko, supermarket dan hotel-hotel untuk akomodasi jemaah haji atau jemaah ‘umrah.

Menurut al-Fakihi, ada lebih dari 18 tempat ziarah di Makkah yang pernah disinggahi Nabi SAW. Namun, akibat modernisasi kota, tempat-tempat tersebut kini banyak yang tidak bisa dikenali lagi. Tempat ziarah yang banyak dikunjungi saat ini terbatas pada tempat yang mudah dijangkau dan memiliki nilai historis, misalnya Ka’bah, Masjidil Haram, rumah tempat kelahiran Nabi, makam Ma’la, Masjid Jin, Masjid dzi Thuwa, Jabal Nur dan Jabal Tsur. [17]

1. Masjidil Haram

Masjidil Haram dibangun kembali oleh khalifah Umar bin Khattab RA pada 17 H. Saat ini luasnya lebih dari 750.000 m² dengan daya tampung dua juta jemaah salat. Area masjid sangat luas. Bangunannya terdiri atas empat lantai, dengan 95 pintu masuk pada masjid bangunan lama dan 79 pintu pada bangunan baru. Di Masjidil Haram terdapat Ka’bah, tempat thawaf, tempat sa’i dan halaman untuk salat, Semua bagian ini tidak terpisahkan dari Masjidil Haram.

Masjidil Haram adalah tempat jemaah haji berkumpul untuk mengerjakan thawaf, sa’i, salat dan i’tikaf. Salat di Masjidil Haram memiliki keutamaan 100.000 kali lipat dibanding salat di masjid lain. Saat masuk masjid, setiap orang disunahkan melaksanakan tawaf sunah, bukan salat tahiyyatul masjid, meskipun sebagian ulama membolehkan salat tahiyyatul masjid bahkan di waktu larangan sekalipun, misalnya setelah salat Subuh atau Ashar. Berbagai keutamaan ini memotivasi jemaah haji untuk berbondongbondong mendatangi Masjidil Haram, baik siang maupun  malam.

2. Ka’bah

Nabi Ibrahim AS membangun kembali Ka’bah yang telah rata dengan tanah. Letak Ka’bah yang dibangun Ibrahim tepat di lokasi Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Adam AS. Tinggi Ka’bah 14 meter, panjang dari arah Multazam 12,84 meter, panjang dari arah Hijir Isma’il 11,28 meter, antara Rukun Yamani dan Hijir Isma’il 12,11 meter dan antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad 11,5 meter.

Setiap  Muslim boleh menziarahi Ka’bah. Orang yang menetap di sekitar Ka’bah disebut jiwârullâh (tetangga Allah), sedangkan orang yang hanya berkunjung atau jemaah haji disebut dhuyûfullah (tamu Allah).

Ka’bah merupakan tempat pertobatan di Bumi yang diperuntukkan bagi seluruh manusia sehingga Ka’bah tidak boleh dimiliki oleh siapa pun, oleh negara mana pun. Ka’bah tidak boleh diperjualbelikan. Kaum Muslimin memiliki hak yang sama terhadap Ka’bah, baik mereka yang tinggal di sekitar Ka’bah maupun pendatang atau orang yang hanya sekadar lewat.

Ka’bah merupakan tempat suci, tempat berkumpul yang aman, untuk beribadah kepada Allah dalam bentuk thawaf, i’tikaf, ruku’ dan sujud. Ka’bah tidak boleh dikotori dengan kemusyrikan. Di sekitar Ka’bah tidak boleh terjadi tindak kejahatan.  Siapa pun yang berada di sekitar Ka’bah dilarang memiliki niat jahat, apalagi melakukan tindak kejahatan yang nyata. Larangan ini dimaksudkan agar di sekitar Ka’bah tercipta kedamaian, ketenteraman, dan kebebasan manusia melaksanakan kegiatan ibadah.

Memandang Ka’bah termasuk ibadah. Karena itu memandang kubus raksasa hitam ini menjadikan hati tenteram,  jiwa tmerasa aman, terlindungi dari segala gangguan dan ketakutan. Memandang Ka’bah bisa menimbulkan rasa haru dan kagum. Namun demikian, tidak boleh membentuk pola pikir yang menjurus pada kemusyrikan, misalnya jadi lebih mengagungkan Ka’bah ketimbang Allah SWT. Melihat Ka’bah perlu dibarengi dengan kekaguman terhadap kebesaran Allah melalui dzikir dan doa yang dibaca dalam hati dan lisan.  Dengan demikian, melihat Ka’bah bukan tertuju pada bangunannya, tapi kepada Allah, dengan meyakini bahwa objek sesembahan bukan Ka’bah itu sendiri melainkan Allah Sang Pemilik Ka’bah. [18]

3. Maulid Nabi

Dengan Maulid Nabi dimaksudkan sebagai tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Nabi memberikan rumah tersebut kepada Aqil, putra pamannya, Abu Thalib. Rumah itu kemudian beralih kepemilikan kepada Muhammad bin Yusuf ats-Tsaqafi . Dulu, di tempat kelahiran Nabi tersebut dibangun masjid oleh al-Khaizuran, ibunda Khalifah Harun arRasyid pada dinasti Abbasiyah.

Akhirnya rumah tersebut dipugar menjadi perpustakaan pada 1370 H/1950 M oleh Syaikh Abbas Qatthan dengan uang pribadi. Letaknya di sebelah timur halaman timur Masjidil Haram.

4. Gua Hira di Jabal Nur

Di sebelah utara Masjidil Haram, sekitar 6 kilometer, terdapat jabal Nur. Di puncaknya terdapat gua Hira. Di gua inilah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama, yaitu QS. al-‘Alaq [96]: 1-5. Untuk mencapai gua itu diper lukan waktu ± 1.5 jam. Gua itu cukup untuk empat orang duduk. Tinggi di dalamnya setara orang berdiri.

Jabal Nur atau Gua Hira di Makkah

5. Gua s\ur di Jabal s\ur

Di sebelah selatan Masjidil Haram sejauh ± 6 kilometer terdapat Jabal sur. Gunung ini punya \ nilai penting dalam sejarah Islam. Rasulullah SAW bersama-sama de ngan Abu Bakar As}-s}iddiq pernah me nyembunyikan dirinya di gunung tersebut waktu  hendak hijrah ke Madinah. Menurut riwayat, setelah Rasulullah SAW selamat dari kepungan kaum kafir Quraisy di rumahnya, ia diam-diam mampir ke rumah Abu Bakar lalu menuju Jabal s\ur untuk berlindung di sana selama tiga hari,  barulah kemudian mereka menuju Madinah.  Untuk masuk ke dalam gua tersebut, keduanya harus me rangkak. Di dalam gua itu mereka hanya bisa duduk tanpa bisa berdiri.

Waktu mengejar Rasulullah SAW, seba gian kaum kafir Quraisy sampai ke Gua s\ur dan mendapati gua tersebut tertutup sarang laba-laba dan burung merpati yang sedang bertelur di sarangnya. Meli hat keadaan demikian mereka berkesimpulan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak mungkin bersem bunyi di gua tersebut. Sewaktu kaum kafir Quraisy berdiri di muka gua, Abu Bakar sangat cemas. Untuk mencapai Gua s\ur ini diperlukan waktu 1.5 jam perjalanan mendaki. Kondisi jabal Tsur sangat terjal. 

Jabal s \ur di Makkah

6. Jabal Rahmah

Dari perkemahan Arafah, jemaah haji bisa melihat sebuah bukit yang di puncaknya terdapat tugu. Bukit tersebut lebih dikenal dengan nama Jabal Rahmah. Menurut riwayat, Nabi Adam AS dan Siti Hawa pernah terpisah dalam kurun yang cukup lama. Selama itu, mereka saling mencari dan akhir nya bertemu di Padang Arafah.  Jemaah haji saat wukuf tidak dianjurkan untuk naik atau berziarah ke Jabal Rahmah.

Jabal Rahmah di Arafah

7. Masjid Jin

Masjid Jin terletak di sebelah kiri jalan menanjak ke perkuburan Ma’la, di samping jembatan penyeberangan. Dinamakan Masjid Jin karena di sanalah nabi menulis surat kepada Ibn Mas’ud ketika menerima rombongan jin yang ingin memba’iat Nabi. Sebelumnya mereka telah bertemu dengan Nabi di Nakhlah saat Nabi pulang dari Thaif pada tahun kesepuluh kenabian. Disebut juga Masjid al-Haras dan dibangun kembali pada 1421 H. [19]

Keberadaan Masjid Jin berkaitan dengan riwayat tentang jin yang dijelaskan dalam QS al-Ah}qaf [46]: 29  -32:


Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan kepadamu (Muhammad) serombongan jin yang mendengarkan (bacaan) al-Qur’an, maka ketika mereka menghadiri (pemba caan)-nya mereka berkata, “Diamlah kamu! (“Untuk mendengarkannya”), (29). Maka ketika telah selesai, mereka kembali kepada kaum mereka (untuk memberi peringatan). Mereka berkata, “Wahai kaum  kami! Sungguh, kami telah mendengarkan kitab (AlQur’an) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab-kitab) yang datang sebelumnya, mem bimbing kepada kebe naran dan kepa da jalan yang lurus (30). Wahai kaum kami! Terimalah (seruan) orang (Muhammad) yang menyeru kepada Allah. Dan ber imanlah kepada-Nya, niscaya Dia akan mengam puni dosa-dosa  kalian dan melepaskan kalian dari azab yang pedih (31). Dan ba rang siapa tidak menerima (seruan) orang  yang menyeru kepada Allah (Muhammad), maka dia tidak akan dapat melepaskan diri dari siksaan Allah di bumi, padahal tidak ada pelindung baginya selain 

Allah, mereka berada dalam kesesatan yang nyata

(32). Al-Ahqaf (46) : 29 - 32.

Masjid Jin di Makkah

8. Masjid Syajarah (Masjid Pohon)

Menurut al-Azraqy, Masjid Syajarah terletak berhadapan dengan Masjid Jin. Al-Fakihi juga berpendapat serupa. Di sanalah terdapat pohon di mana Nabi memanggilnya lalu pohon tersebut mendatangi Nabi.

Menurut riwayat, Nabi memanggil sebuah pohon (yang sekarang dibangun masjid) lalu pohon itu tercerabut dari bumi dan memenuhi panggilan Nabi hingga berada di depannya. Kemudian Nabi menyuruhnya kembali, maka pohon itu pun kembali ke tempat asalnya.

Dapat disimpulkan bahwa mu’jizat itu terjadi di Hujun, di mana pohon tersebut berada. Saat itu Nabi berada di dekat Masjid Jin. Dalam riwayat yang dituturkan al-Fakihi, saat itu jin meminta bukti atau dalil tentang kebenaran kenabiannya. Maka, muncullah mu’jizat itu dan mereka pun masuk Islam sekaligus memba’iat Nabi. Masjid Syajarah diperbaharui kembali bersama dengan renovasi Masjid Jin pada 1421 H. [20]

9. Masjid Dzi Tuwa

Dzi Thuwa merupakan wadi yang mempunyai kaitan dengan sejarah Rasulullah SAW. Tempat ini dikenal karena keberadaan sebuah sumur Dzi Thuwa yang terletak di daerah Jarwal yang sekarang penuh dihuni oleh penduduk Makkah. Saat melakukan haji dan umrah, Rasulullah SAW tidak langsung menuju Masjidil Haram melainkan bermalam di tempat tersebut lalu mandi di sumur Dzi Tuwa.  Setelah itu Nabi masuk Masjidil Haram saat melakukan ibadah haji dan umrah. Kisah ini sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.[21]

Setelah lebih dari 14 abad, sumur ini sampai sekarang masih tetap bertahan di daerah Jarwal dekat dengan rumah sakit bersalin. Untuk mengenang tempat di mana Rasulullah SAW bermalam itu lalu dibangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Bir Dzi Thuwa.

10. Masjid Namirah

Ada dua tempat di Arafah yang memiliki nilai sejarah sangat penting, pertama Masjid Namirah, kedua Jabal Arafah.  Di masjid ini atau di mana saja di Arafah jamaah haji dianjurkan untuk melakukan salat Zuhur dan Ashar dengan jama’ dan qashar dua rakaat dengan satu azan dan dua kali iqamah, sesuai dengan yang telah dilakukan Rasulullah SAW saat ia melakukan haji wada’ dan berwukuf di Arafah. Nabi salat Ashar dan Zuhur jama’ dan qashar.

Kemudian di Arafah Nabi berkhutbah. Tempat di mana Rasulullah berkhuthbah dibangun sebuah masjid pada pertengahan abad kedua oleh penguasa Abbasiyah dan diberi nama Masjid Namirah.

Dinamakan Namirah karena letaknya berdekatan dengan bukit kecil yang berada di sebelah barat masjid bernama Bukit Namirah.

Sebagian dari Masjid Namirah yang mengarah ke timur terletak di wadi ‘Uranah. Tempat ini tidak termasuk Arafah dan Rasulullah SAW melarang umat Islam berwukuf di tempat itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW saat melakukan ibadah haji wada’: ”Aku berwukuf di sini dan Arafat seluruhnya tempat wukuf, kecuali wadi ’Uranah.”  Jadi, Masjid Namirah yang terletak di dalam wadi ini tidak termasuk Arafah meski wadi ini sangat berdekatan dengan Arafah. Sementara bagian belakangnya telah masuk ke tanah Arafah. Masjid ini sekarang sangat luas, berukuran kurang lebih 8.000 meter persegi, memiliki 64 pintu masuk, enam menara, dan bisa memuat 350.000 orang untuk salat di dalamnya.

Masjid Namirah dikenal juga dengan julukan Masjid Ibrahim atau masjid Arafah. Setelah diperluas, masjid ini terbagi dua: sebelah depan masjid tidak termasuk Arafah dan sebelah belakang masjid termasuk bagian dari Arafah. Di bagian muka dan belakang Masjid Namirah terbentang papan penunjuk arah yang menuju ke Arafah dan arah yang bukan  Arafah.

11. Masjid Ba’iah

Masjid al-Bai’at terletak di Mina, tujuh kilometer dari Makkah, berjarak kurang lebih 300 meter dari Jamrah Aqabah. Masjid ini punya nilai penting dalam sejarah perkembangan Islam. Di tempat ini Rasulullah SAW menerima bai’at 12 laki laki  dari kabilah Aus dan Khazraj yang datang dari Madinah. Mereka bertemu dengan Rasulullah di Aqabah dan menggelar bai’at untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak mempersekutukan-Nya, menaati perintah-Nya dan menjauhkan larangan-Nya. Bai’at ini dinamakan bai’at Al-Aqabah pertama terjadi pada tahun ke- 12  kenabian.

Kemudian, di tempat yang sama pada tahun 13 kenabian, delegasi Yatsrib (Madinah) berjumlah 73 laki-laki dan dua perempuan datang kembali menemui Nabi SAW di Aqabah. Rasulullah SAW datang bersama pamannya, Abbas, menggelar bai’at kedua di Aqabah. Di sana terjadi kesepakatan untuk melindungi Rasulullah SAW jika berhijrah ke Madinah, memerangi orang yang memerangi mereka, dan berdamai dengan orang yang ingin berdamai dengan mereka. Rasulullah SAW meminta kepada delegasi Yatsrib agar memilih 12 orang diantara mereka berbaiat dengan semua klausul yang telah disepakati. Lalu dipilihlah sembilan orang dari kaum Khazraj dan tiga orang dari kaum Aus. Bai’at ini dinamakan Baiat Al-Aqobah kedua.

Untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, di tempat yang penuh barakah ini telah dibangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Al-Bai’ah. Masjid kuno berukuran 400 meter persegi atau 17 x 29 meter dan tingginya sekitar tujuh meter, dengan dinding bagian belakang dua meter ini ditemukan sekitar tahun 2005. Sebelumnya, masjid yang terpendam ini hanya diketahui kalangan terbatas karena letaknya  terpencil.

Tidak seperti masjid pada umumnya, masjid kuno berwarna krem ini dikelilingi pagar besi berwarna hitam. Para peziarah bisa melihat kondisi dari luar atau melongok sebagian ruangan dari jendelanya yang dibiarkan terbuka.

12. Masjid al-Khaef

Masjid Al-Kheif terhitung salah satu masjid yang sangat bersejarah di Mina. Al-Kheif adalah bahasa Arab, artinya tempat naik dan turun permukaan gunung.  Dinamakan Kheif karena masjid ini terletak di tepi turunan bukit yang keras dan di atas tempat turunnya air. Bukit-bukit itu saat ini diratakan lalu dijadikan perkemahan.

Masjid ini terletak di sebelah selatan bukit Mina, tidak berjauhan dengan tempat lempar Jumratul Shughra’ dan tidak sedikit dikunjungi jama’ah haji dari seluruh pelosok dunia untuk mengambil barakahnya karena masjid ini memiliki banyak keistimewaan. Imam Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi berkata: “Telah salat di masjid al-Kheif 70 nabi.”

Masjid Kheif merupakan tempat salat Rasulullah SAW selama tinggal di Mina dan telah ditentukan tempatnya salat Nabi di masjid tersebut. Tempat salat Nabi dulu adalah Kubbah, yang letaknya di tengah masjid. Sebelum masjid direnovasi, kubbah sangat populer dan diketahui banyak orang. Syeikh Al-Azraqi meriwayatkan dari kakeknya dari Abdul Majid dari Ibnu Juraih dari Ismalil bin Umayah sesungguhnya Khalid bin Madras mengabarkan bahwa ia melihat beberapa orang tua dari kabilah al-Anshar mencari tempat salat Rasulullah di Masjid Kheif di muka menara masjid dekat dengannya.

Masjid kheif mewakili masjid-masjid bersejarah dalam Islam dan melambangkan syiar Islam yang menonjol di kawasan Mina. Mesjid ini sekarang telah diperluas dan dipugar pada 1407 H dan menjadi masjid terbesar di Mina yang bisa menampung ribuan orang. Diriwayatkan sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Telah salat di Masjid Kheif 70 nabi,[22] di antara mereka nabi Musa AS, seolah-olah aku melihatnya memakai dua pakaian ihram terbuat dari katun, ia berihram di atas unta.” 

13. Masjid Hudaibiyah

Masjid ini terletak di daerah Hudaibiyah, daerah yang terletak di antara Makkah ke Jeddah. Jaraknya kurang lebih 25 kilometer dari Masjidil Haram. Daerah itu sekarang dikenal dengan nama daerah Al- Syumaisyi.

Nama Hudaibiyah berasal dari nama seorang laki-laki penggali sumur di tempat tersebut, yang kemudian nama itu dinisbatkan untuk nama sumur dan daerah Hudaibiyah. Di dekat sumur iu terdapat pohon yang rindang, namanya pohon Hadba’. Pohon yang menjadi saksi bisu peristiwa bai’at itu sekarang sudah tidak ada lagi. Di bawah pohon itulah telah terjadi bai’at pada 7 H yang disebut juga dengan bai’at al-Ridhwan.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah mengundang sekitar 1400 orang untuk berbuat bai’ait kepadanya di daerah Hudaibiyah. Bai’at ini terjadi  di bawah pohon sebagaimana tertera dalam Al-Quran surat al-Fath: 18

لقَّىَدْ رَ ِيضَ اللُ عَ يِن المُْؤْ يِم يِنيَ يِإذْ يُبَاييِعُونكََ تَتَْ الشَّىجَرَ يِة

”Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang Mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.”

Di daerah ini pula dan di tahun yang sama telah terjadi perdamaian antara Rasulullah SAW dengan orang-orang kafi r Makkah. Perjanjian berlaku 10 tahun, ditulis oleh Ali bin Abi thalib RA. Setelah perdamaian berjalan dua tahun, kaum kafir Makkah melanggar perjanjian tersebut. Perdamaian ini terkenal dengan nama Perdamaian Hudaibiyah.

Di daerah itu telah dibangun lagi sebuah masjid yang diberi nama Masjid Ar-Ridhwan. Masjid kuno ini masih bertahan dan dibangun sebelahnya sebuah masjid baru yang berdampingan dengan masjid  lama.

14. Masjid Tan’im

Tan’im merupakan batas tanah haram Makkah dari arah Madinah, terletak di sebelah utara Makkah. Jarak antara Tan’im dan Bab Umrah di Makkah kurang lebih tujuh kilometer. Sejumlah tempat yang berdekatan dengan Tan’im antara lain Gunung Na’im di selatan, Gunung Mun’im di utara, dan Wadi Nu’man (Lembah Nu’man) atau Wadi Tan’im.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan Abdurahman bin Abu Bakar RA untuk membawa adiknya, ‘Aisyah, yang adalah istri Nabi SAW sendiri, ke Tan’im untuk berihram dari sana untuk melakukan umrah setelah haji wada’ bersama Nabi masih dalam bulan Dzulhijjah. Di tempat ini kemudian didirikan sebuah masjid yang dikenal dengan nama Masjid Tan’im atau Masjid Siti ‘Aisyah RA.

Atas dasar ini, menurut Hanafi yah dan Hanabilah, miqat umrah yang paling utama adalah Tan’im,  disusul Ji’ranah dan selanjutnya Hudaibiyah. [23] Masjid ini juga dikenal oleh penduduk setempat dengan nama Masjid “Khaimah Jumanah”. Jumanah adalah puteri

69

Abu Thalib, adik perempuan Ali bin Abi Thalib. Tapi masjid itu lebih tersohor dengan nama Masjid Tan’im atau “Masjid ‘Aisyah”.

15. Masjid Ji’ranah

Kata Ji’ranah, atau penduduk Makkah menyebutnya Ju’ranah, berasal dari nama sebuah perkampungan kecil yang berdekatan dengan Masjidil Haram. Kampung ini terletak di lembah atau wadi Saraf sebelah selatan ke arah Makkah.

Di desa ini terdapat sebuah masjid yang dikenal dengan nama Masjid Ji’ranah. Masjid ini selalu digunakan penduduk Makkah untuk melakukan ihram saat umrah atau haji. Desa Ji’ranah merupakan perbatasan kota Haram dari selatan Makkah ke arah Thaif. Rasulullah SAW pernah singgah di tempat ini sepulang dari perang Hunain dan sempat membagikan harta rampasan perang di sana.

Karena Ji’ranah merupakan tanda batas haram, dari sana Rasulullah SAW berihram untuk melakukan umrahnya yang ketiga. Atas dasar itu, menurut Imam Syafi ’i, Ji’ranah adalah miqat ihram umrah yang paling utama, disusul Tan’im, selanjutnya Hudaibiyah. [24]

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melakukan umrah selama hidupnya empat kali; pertama umrah Hudaibiyah, kedua umrah Qadha’, ketiga umrah yang dilakukannya dari Ji’ranah sepulang dari perang Hunain, keempat umrah saat ia melakukan haji wada’. Tempat di mana Rasulullah melakukan umrah dari Ji’ranah dibangun sebuah masjid yang diberi nama”Masjid Ji’ranah”.

Ji’ranah merupakan tempat miqat umrah yang paling afdhal bagi penduduk Makkah. Ini menurut kebanyakan pendapat para ulama, termasuk di antaranya Imam Syafi’i. Rasulullah sendiri melakukan umrah dari ji’ranah.[25] Nabi bermukim di sana selama 13 hari dan berihram dari sana.

Masjid Ji’ranah sangat populer di kalangan kaum Muslimin, baik di kalangan penduduk Makkah maupun kalangan luar Makkah. Masjid ini telah dipugar berkali-kali dari zaman ke zaman sepanjang sejarah. Kemudian pada pemerintahan Arab Saudi dibangun masjid besar bersebelahan dengan masjid lama yang tidak terpisahkan.

16. Masjid Masy’aril Haram

Masy’ar (Bahasa Arab: مَشْعَر ) atau Masy’aril Haram (Bahasa Arab: مَشْعَرُالحرام) yang juga masyhur dengan sebutan Muzdalifah adalah sebuah kawasan daerah yang terletak antara Arafah dan Mina. Panjangnya berjarak sekitar empat kilometer. Jemaah haji mengumpulkan batu kerikil di tempat ini dan nantinya digunakan untuk melempar jumrah.

Kawasan yang terletak di dalam Tanah Haram Mekah ini adalah sebuah lembah yang tidak luas, berada di antara Arafat dan Mina, dan panjangnya kurang lebih empat kilometer. Di daerah ini ada sebuah masjid besar yang biasa disebut dengan “Masjid Muzdalifah”. Luas utama masjid ini sekitar 1.700 meter persegi. Pada periode Abbasiyah, luasnya mencapai 4.000 meter. Masjid ini saat itu tidak memiliki atap dan hanya pagar di sekelilingnya saja. Setelah beberapa kali mengalami rekonstruksi dan pemugaran, sekarang dalam bentuk persegi panjang yang luas areanya sekitar 5.040 meter persegi dengan kapasitas lebih dari 12.000 jamaah shalat[26].

Dalam Alquran disebutkan nama tempat ini. Di sini jemaah haji diminta untuk mengingat Allah SWT:


Maka apabila kalian telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`aril Haram. Berzikirlah

(dengan menyebut)               Allah        sebagaimana          yang ditunjukkan-Nya kepada kalian; dan sesungguhnya kalian sebelum itu benar-benar termasuk orangorang yang sesat.  Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS alBaqarah (2) : 198] Catatan:

Ziarah di Makkah berbeda dengan ziarah di Madinah. Ziarah di Madinah sudah  termasuk dalam kontrak paket penyewa an hotel dan realisasinya menjadi tugas majmu’ah. Sedangkan di Makkah tidak demikian. Jemaah yang mau ber zia rah hendaknya berkoordinasi dengan ketua regu (Karu), ketua rombongan (karom), atau ketua kloter dengan biaya ditanggung masing-masing oleh jemaah.

[1] Muslim, nomor hadits, 1362.

[2] Al-Bukhari, nomor hadis: 1876

[3] Ibnu Majah, nomor hadis: 1406

[4] Al-Bukhari, nomor hadis: 1888

[5] Muslim, nomor hadis: 974.

[6] Ibnu Majah, nomor hadis: 1412

[7] Muslim, nomor hadits 2890.

[8] Ahmad, Al-Musnad, nomor hadits: 1664

[9] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, jilid 3, hlm. 220

[10] Philip K Hitti, History of the Arabs, hlm.103

[11] As-Shuyûthî, Al-Itqân fî ’Ulûm Al-Qur’ân, hlm. 500.

[12] Wizarah at Ta’līm al ‘Ālī, Al Haram al Makkī, 7

[13] Khalil Ibrahim Mulla, Makanatu al Haramain asy Syarifain

‘Inda al Muslimin, hlm. 22

[14] Zakiyah Darajat, Haji Ibadah Haji yang Unik,  hlm. 9

[15] Muh}ammad                     Ilyàs ‘Abdul       Ganī,           Tàrikh Makkah al

Mukarramah, hlm. 15

[16] Sa’id al Murshafa, The Ka’ba the Center of the World, hlm.

[17] Al-Fâkihî al-Makkî, Akhbâr Makkah, juz 4, hlm. 5 -36

[18] Ahmad Baidhowi, Spiritualas Haji; Integralistik Karakter

Muslim dalam Ritual Haji Perspektif al-Qur’an, hlm. 260

[19] Ilyas Abdul Ghani, Sejarah Makkah, hlm. 183-184

[20] Ilyas Abdul Ghani, Sejarah Makkah, hlm. 184

[21] Al-Bukhari nomor hadits 1767.

[22] Al-Fakihi, Akhbar Makkah, juz 4 hlm. 266 nomor hadits 2593-2610.

[23] Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh Islam wa Adillatuhu, juz 3, hlm.

[24] Wahbah Zuhaili, al-Fiqh Islam wa Adillatuhu, juz 3, hlm. 69

[25] Asy-Syafi ’i, Al-Umm, juz l hlm.133.

[26] Ilyas Abdul Ghani, Tarikh Makkah al-Mukarramah, hlm. 114.


BAB VII - TANYA JAWAB MANASIK HAJI & UMROH

A. Pengertian Syarat, Rukun dan Wajib Haji

Ibadah haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan amalan-amalan ibadah, antara lain wukuf, mabit, thawaf, sa’i, dan lainnya pada masa tertentu, demi memenuhi panggilan Allah SWT dan mengharapkan ridha-Nya.

Ibadah umrah adalah berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan thawaf, sa’i, dan men cu kur atau menggunting rambut (tah}allul) karena Allah SWT dan mengharapkan ridha-Nya.

Hukum ibadah haji dan umrah adalah wajib bagi yang mampu dan dilaksanakan sekali seumur hidup.


Ibadah haji dan ibadah umrah adalah dua peribadatan yang masing-masing berdiri sendiri. Tidak setiap ibadah haji harus digabung dengan ibadah  umrah.

Haji tamattu’ adalah melakukan umrah lebih dulu kemudian mengerjakan ibadah haji. Jemaah yang melakukan cara ini dikenakan dam.


Haji ifrād adalah melakukan haji saja. Jemaah yang akan umrah wajib atau sunat, setelah menyelesaikan haji dapat melak sanakan umrah dengan Mīqāt dari Tan’im, Ji’ranah, Hudaibiyah atau daerah tanah halal lainya. Jemaah yang melakukan cara ini tidak dikenakan dam.

Haji qirān adalah mengerjakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu pekerjaan seka ligus. Jemaah yang melakukan cara ini juga wajib membayar dam nusuk. Pelaksanaan dam haji qiran sama dengan pelaksanaan dam pada haji tamattu’.


Syarat wajib haji/umrah ada lima:

  1. Islam
  2. Baligh (dewasa)
  3. Berakal sehat
  4. Merdeka (bukan budak)
  5. Istita’ah  (mampu)

Setiap orang yang belum memenuhi syarat tersebut belum wajib berhaji/umrah.

Istitho’ah (mampu) dalam ibadah haji adalah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW saat ditanya tentang istit}a’ah, yaitu bekal dan kendaraan. Yang dimak sud dengan bekal adalah bekal materi, penge tahuan, dan kesehatan. Sedangkan yang dimaksud dengan kendaraan adalah sesuatu yang dapat mengantarkan seseorang untuk melaksanakan ibadah haji, yaitu kendaraan, waktu, kesempatan dan memperoleh jatah (kuota), termasuk penugasan.


Rukun haji ada 6 (enam):

  1. Ihram (niat)
  2. Wukuf di Arafah
  3. Thawaf ifad}ah
  4. Sa’i
  5. Bercukur
  6. Tertib, sesuai dengan urutannya.

Apabila tidak melaksanakan salah satu rukun haji tersebut, maka hajinya tidak sah.

Wajib haji ada 6 (enam):

  1. Ihram haji dari mīqāt
  2. Mabit di Muzdalifah
  3. Mabit di Mina
  4. Melontar Jamrah
  5. Menghindari perbuatan yang terlarang dalam keadaan berihram.
  6. Thawaf wada’ bagi yang akan meninggal kan Makkah.

Apabila meninggalkan salah satu wajib haji, maka hajinya sah, akan tetapi wajib membayar dam. Meninggalkan thawaf wada’ bagi jema ah haji yang uzur (sakit atau sedang haid) tidak dikenakan dam.

Tertib dalam pelaksanaan ibadah haji adalah melaksanakan ketentuan hukum manasik sesuai dengan aturan yang ada.